Aulia, AnisaNurina (2014) Analisis Daya Saing Kakao Olahan Indonesia di Pasar Internasional. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
World Economic Forums dalam laporannya tentang Global Competitiveness Report (Klaus, 2012), saat ini menempatkan Indonesia sebagai negara peringkat 50 di bidang daya saing. Peringkat tersebut masih kalah dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura yang peringkatnya jauh di atas Indonesia, hal ini mengindikasikan daya saing Indonesia masih rendah dibanding Negara-negara lainnya. Untuk meningkatkan daya saingnya, Indonesia harus memperhatikan kegiatan ekspor impor yang merupakan salah satu komponen ekonomi penting untuk peningkatan daya saing nasional karena dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto. Salah satu penyumbang PDB terbesar di Indonesia adalah pertanian, dimana subsektor perkebunan merupakan subsektor yang memiliki surplus neraca perdagangan positif dibandingkan subsektor lain (Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2013). Kakao merupakan salah satu produk perkebunan yang sangat potensial di Indonesia. Indonesia merupakan negara terbesar ketiga dalam produksi kakao dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, namun produksi kakao yang besar ini tidak ditunjang dengan adanya industri pengolah kakao pendukung. Kapasitas industri kakao terealisasi di Indonesia masih rendah dibanding Malaysia dan Singapura. Rendahnya kapasitas pengolahan kakao domestik yang terealisasi ini diakibatkan beberapa hal, yaitu tingginya pajak impor untuk masuk ke negara lain dan rendahnya pasokan biji kakao domestik untuk industri kakao domestik akibat sebagian besar biji kakao Indonesia diekspor karena dianggap lebih menguntungkan. Hal ini dipicu oleh penerapan kebijakan pemerintah yaitu undang-undang No.18 Tahun 2000 tentang PPN atas komoditi primer, dimana pada saat industri membeli bahan baku biji kakao dikenakan PPN 10 persen, sementara biji kakao yang diekspor bebas dari pajak. Akibat pemberlakuan kebijakan tersebut, Industri pengolahan kakao mengalami keterpurukan dan ekspor biji kakao semakin meningkat. Untuk menghadapi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru tentang pengenaan bea keluar terhadap ekspor biji kakao atau PMK No. 67/PMK.011/2010. Kebijakan bea keluar biji kakao tersebut, membuat ekspor biji kakao tidak lagi menguntungkan dibanding ekspor kakao olahan sehingga diharapkan mampu mendorong industri pengolahan kakao di Indonesia semakin berkembang. Setelah adanya kebijakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tahun 2010, tren ekspor biji kakao mengalami penurunan sementara itu tren ekspor produk kakao olahan meningkat pada tahun 2011. Ekspor produk olahan kakao Indonesia yang paling besar yaitu lemak kakao (cocoa butter) dan bubuk kakao (cocoa powder). Di pasar internasional pun permintaan akan lemak dan bubuk kakao masih tinggi. Hal ini yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai permasalahan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan perbandingan kondisi produk olahan kakao di pasar internasional, (2) Menganalisis posisi daya saing olahan kakao Indonesia di pasar internasional, (3) Menganalisis spesialisasi perdagangan olahan kakao Indonesia di pasar internasional. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab tujuan dari penelitian ini adalah metode statistik deskriptif, Revealed Comparative Advantage (RCA), Acceleration Ratio (AR) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP). Berdasarkan dari analisis yang telah dilakukan didapat hasil sebagai nerikut: 1. Perkembangan ekspor kakao olahan berupa lemak kakao dan bubuk kakao di Indonesia selama periode 2002-2011 cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya, baik dari sisi volume maupun nilai. Harga lemak kakao Indonesia merupakan yang paling rendah dari keempat negara dengan rata-rata per ton US$ 3260 per tahun, dan harga bubuk kakao Indonesia menempati urutan keempat sebelum Ghana dengan nilai rata-rata US$ 1333 per ton. 2. a. Negara Pantai Gading, Ghana, Malaysia, Indonesia dan Singapura mempunyai daya saing kuat di pasar internasional untuk lemak dan bubuk kakao karena mempunyai nilai RCA lebih dari 1. Namun, daya saing Indonesia untuk kakao olahan masih lemah dibanding negara Pantai Gading, Ghana dan Malaysia. Berdasarkan hasil perhitungan RCA, Pantai Gading dan Ghana mempunyai nilai RCA lemak kakao rata-rata selama tahun 1991-2011 yang lebih tinggi dengan nilai RCA masing-masing 98,97 dan 81,24. Kemudian diikuti oleh Malaysia, Indonesia dan Singapura dengan nilai 7,56, 5,85 dan 1,83. Sedangkan untuk bubuk kakao Pantai Gading dan Ghana juga mempunyai nilai RCA tertinggi dengan nilai rata-rata 22,19 dan 13,28. Kemudian diikuti Malaysia, Indonesia dan Singapura dengan nilai RCA 2,97, 1,95, dan 0,91. b. Indonesia merupakan negara yang memiliki nilai AR terendah dibandingkan keempat negara lainnya, yang artinya Indonesia masih belum dapat merebut pasar kakao olahan (lemak dan bubuk) dunia atau posisi Indonesia di pasar dunia semakin lemah. Berdasarkan hasil perhitungan Acceleration Ratio, kinerja ekspor lemak kakao Indonesia memiliki nilai AR rata-rata 20 tahun terakhir Indonesia sebesar 0,42. 3. Berdasarkan nilai Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP), Indonesia terspesialisasi sebagai negara eksportir lemak kakao dan bubuk kakao, begitu juga dengan Negara Pantai Gading, Ghana, Malaysia dan Singapura. Spesialisasi perdagangan lemak kakao Indonesia memiliki rata-rata ISP bernilai positif sebesar 0,99. Nilai ISP Pantai Gading sebesar 1,00, Ghana sebesar 0,99, Malaysia sebesar 0,97 dan Singapura 0,85. Nilai ISP dari kelima negara termasuk Indonesia masuk kedalam tahap kematangan. Untuk spesialisasi perdagangan bubuk kakao Indonesia mempunyai rata-rata nilai ISP bernilai positif sebesar 0,68 artinya Indonesia cenderung sebagai eksportir dan termasuk pada tahap pertumbuhan. Nilai ISP dari Pantai Gading sebesar 0,99, Ghana mempunyai nilai ISP yang juga positif sebesar 0,98 dan Malaysia mempunyai nilai ISP positif sebesar 0,91. Sehingga ketiga negara tersebut masuk dalam tahapan kematangan untuk ekspor bubuk kakao. Sedangkan Singapura dan Indonesia mempunyai nilai ISP 0,67 dan 0,68 sehingga termasuk dalam tahap pertumbuhan ekspor.
English Abstract
The World Economic Forum in its report about Global Competitiveness Report (Klaus, 2012), currently ranks Indonesia as the 50th countries in the term of competitiveness. The ranking is still inferior to neighboring countries such as Malaysia, Singapore, Brunei Darussalam, which rank well above Indonesia, it does indicate the competitiveness of Indonesia is still low compared to other countries. To increase the competitiveness, Indonesia should focus on the import export activity, which is one of the important economic componen to increase national competitiveness in order to increase the gross domestic product. Agriculture is one of the biggest sectors that contribute to increase GDP, especially on plantation sector that has positive trade balance surplus compared to other subsector (Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2013). Cocoa is one of the very potential plantation products in Indonesia. Indonesia is the third largest country in world to produce cocoa after Ivory Coast and Ghana, but Indonesia was not supported by the industry of cocoa processing. Capacity of Cocoa industry that is realized in Indonesia is still low compared to Malaysia and Singapore. Low processing capacity of cocoa is caused by few things, such as high import taxes into another country and low domestic supply of cocoa beans because most of Indonesian cocoa beans were exported, as it is considered to be more profitable. This is triggered by the application of government policies called PMK No. 18 of 2000 about PPN on primary commodities, which at the time, purchasing of raw materials in industry cocoa beans are subjected to PPN 10 persen, while no tax is charged to exported cocoa. As a result of the implementation of PPN 10 persen, the cocoa processing industry is decreasing and exports of cocoa beans are increasing. To deal with this, the government issued new policy about the imposition of duties out against exports of cocoa beans or PMK no. 67 / PMK.011 / 2010. The policy of customs out cocoa beans through finance minister (PMK no.67 / 010) in which the structure of customs out is effective, exports of cocoa beans are no longer profitable compared to exports of processed cocoa that are expected to boost the cocoa processing industries in Indonesia to keep growing. After the minister of finance’s policy is released in 2010, the trend of cocoa beans exports declined, meanwhile, the trend of procesed cocoa exports increased in 2011. The biggest exports of Indonesian processed cocoa are cocoa butter and cocoa powder. In the International market, demand for cocoa butter and cocoa powder is still high. Those things that encourage researcher to perform research on the issue. The aims of this research are (1) to describe comparison between the conditions of the processed cocoa products in the international market, (2) to analyze the competitiveness position of Indonesian processed cacao in the international market, (3) to analyze Indonesian processed cacao trade specialization in the International market. The research methods used are descriptive statistical methods, Revealed Comparative Advantage (RCA), Acceleration Ratio (AR) and Trade Specialization Index (ISP). Based on the analysis of the obtained results has been done, the result are: 1. The development of processed cocoa exports in terms of cocoa butter and cocoa powder in Indonesia during 2002-2011 tended to increase each year, both in the volume as well as value. The price of cocoa butter Indonesia was the lowest of the four countries with average per ton of US $ 750 per year, and the price of Indonesian cocoa powder ranked fourth before Ghana with an average value of US $ 1333 per ton. 2. a. Ivory Coast, Ghana, Malaysia, Indonesia and Singapore have strong competitiveness in the global market for their cocoa butter and cocoa powder because their RCA value is more than 1. However, Indonesian competitiveness of cocoa processed is still weak compared to the state of Ivory Coast, Ghana and Malaysia. This is because of the RCA result, Ivory Coast and Ghana had average value of RCA of cocoa butter during the 1991-2011 higher at a value of RCA for each countries 98,97 and 81,24. Later joined by Malaysia, Indonesia and Singapore with 7,56, 5,85 and 1,83. While for the cocoa powder in Ivory Coast and Ghana also have the value of highest RCA with an average value 22,19 and 13,28. Later joined Malaysia, Indonesia and Singapore with the value of RCA 2,97, 1,95, and 0,91. b. Indonesia is a country with the lowest value of AR compared to the four other countries which means Indonesia is not able to snatch the processed cocoa market (butter and powder) in the world or Indonesias position in the world market are getting weak. Based on the calculation result of acceleration ratio, in the last 20 years, the export performance of cocoa butter in Indonesia has average AR value of 0,42. 3. Based on the value of Trade Specialization Index (ISP), Indonesia is specialized as the exporter country of cocoa butter and cocoa powder, as well as the Ivory Coast, Ghana, Malaysia and Singapore. Indonesia’s value of ISP has an average value of 0.99. While Ivory Coast has an ISP value of 1.00, Ghana’s ISP value is at 0.99, and Malaysia and Singapore’s ISP values are consecutively at 0,97 and 0,85. The ISP value of the five countries including Indonesia is entering maturity stage. To trade specialization of cocoa powder, Indonesia has positive average value of 0,68. It means Indonesia tends to be an exporter and is included in the growth stage. The value of ISP from ivory coast 0.99, Ghana also has positive value 0,98 and Malaysia is 0,91. So those three countries also enter the maturity stage of cocoa powder exports. While Singapore and Indonesia have ISP values of 0,67 and 0,68, that they are included in that growth stage of export.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | SKR/FP/2014/89/051402205 |
Subjects: | 300 Social sciences > 338 Production > 338.1 Agriculture |
Divisions: | Fakultas Pertanian > Sosial Ekonomi Pertanian |
Depositing User: | Hasbi |
Date Deposited: | 01 Apr 2014 15:18 |
Last Modified: | 19 Oct 2021 03:48 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/130051 |
Preview |
Text
Abstrak_pdf.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
RINGKASAN.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
SKRIPSI_ANISA_NURINA_AULIA_(105040103111001).pdf Download (3MB) | Preview |
Actions (login required)
![]() |
View Item |