Hermawan, Wahyu (2014) Peran Komoditi Jagung Terhadap Perekonomian Indonesia (Dengan menggunakan Pendekatan Input-Output). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Jagung adalah tanaman pangan utama yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia, sehingga permintaan jagung di pasar domestik terus meningkat seiring dengan berkembangnya industri pakan dan pangan. Tujuan dan kegunaan penelitian meliputi kontribusinya terhadap pembentukan nilai tambah bruto dan output dan keterkaitan komoditas jagung terhadap sektor lain, baik keterkaitan ke depan maupun keterkaitan ke belakang, dan mengetahui pengaruh yang dapat ditimbulkan adanya peran kontribusi jagung berdasarkan efek multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja. Dilihat dari analisis tabel Input-Output tahun 2010 dengan klasifikasi 66 sektor ini terlihat bahwa peran jagung dalam struktur perekonomian Indonesia tahun 2010 berada di posisi peringkat Input Output ke 56 dengan jumlah total Rp.20.180.051 ribu ( 0,15%) terhadap permintaan domestik dari 66 sektor perekonomian yang ada di Indonesia dengan alokasi untuk permintaan antara sebesar Rp. 12.143.743,-ribu atau sebesar 60,39% dari total permintaan jagung dan permintaan akhir sebesar Rp. 7.964.308,-ribu atau sebesar 39,61% dari total permintaan jagung. Hal ini menunjukkan bahwa output dari sektor jagung lebih banyak di alokasikan untuk memenuhi kebutuhan dari hulu dari pada pemenuhan kebutuhan ke hilir, artinya permintaan antara lebih besar dari pada permintaan akhir. Kotribusi jagung terhadap Nilai Tambah Bruto sebesar 0,84% atau sebesar Rp. 52.312.. Sedangkan hasil analisis rasio upah dan gaji terhadap surplus usaha dari sektor jagung memiliki nilai yang terendah dibandingkan sektor-sektor lain dalam perekonomian yaitu sebesar 18,80%. Ketergantungan Jagung terhadap jagung impor sangat tinggi, karena hasil domestik jagung yang bisa diekspor hanya sebesar Rp. 45.984,- ribu (0,01%) dari seluruh sektor perekonomian berbanding dengan nilai impor sebesar Rp.518.964,- ribu (0,08%) sehingga pada sektor jagung ini dalam neraca perdagangan terdapat nilai negatif karena terjadi defisit. Sedangkan untuk sektor industri pakan ternak memiliki nilai Ekspor sebesar Rp.14.667.374 sedangkan nilai impornya sebesar Rp.5.574.268,- ribu, sehingga sektor ini menghasilkan surplus pada neraca perdagangan sebesar Rp.9.093.106,-. Jumlah total input dari sektor jagung sejumlah Rp.52.312.680,- ribu (93,50%) merupakan input primer / nilai tambah bruto, sedangkan nilai input antara sebesar Rp. 3.118.104,- ribu. Faktor produksi sektor jagung yang berasal dari nilai impor jagung sebesar Rp.518.964,- ribu (0,93%) dari seluruh total input dari sektor jagung. Meskipun sektor jagung melakukan impor untuk memenuhi faktor produksinya, namun nilai impor ini tidak terlalu besar, sebagai salah satu hasil pertanian output sektoral jagung hanya mampu memberikan kontribusi terhadap pembentukan output domestik sektoral di perekonomian sebesar Rp. 20.108.051,- ribu (0,15%) dari seluruh seluruh sektor perekonomian, sedangkan industri pakan ternak kontribusinya dalam pembentukan output domestik sebesar Rp. 38.210.795 atau 0,28%. Jagung memiliki total keterkaitan ke depan secara langsung sebesar 0,068 pada posisi peringkat ke 52, dan total keterkaitan ke depan secara langsung dan tidak langsung sebesar 1,118 yang menempati posisi peringkat ke 48. Nilai ini berarti setiap kenaikan ouput sektor jagung sebesar satu satuan, maka akan menyebabkan kenaikan ouput sektor lain secara langsung sebesar Rp.0,068 juta dan secara langsung dan tak langsung sebesar Rp.1,118 juta. Permintaan input sektor jagung terhadap sektor lain secara langsung sebesar Rp. 0,084,- juta dan secara langsung dan tidak langsung sebesar Rp.1,130,-. Nilai keterkaitan jagung tersebut mengindikasikan bahwa peran sektor jagung dalam penyediaan input terhadap sektor lain maupun sektor itu sendiri relatif kurang dan lemah. Sektor jagung mempunyai derajat kepekaan penyebaran yang rendah, yaitu sebesar 0,713 dan berada pada posisi peringkat ke 48, sedangkan sektor industri pakan ternak memiliki nilai kepakaan penyebaran sebesar 0,678 berada pada peringkat ke 57. Berarti sektor jagung kurang mampu dalam mempengaruhi pembentukan output sektor yang menggunakan output dari sektor jagung (sektor hilirnya), karena nilai tersebut < 1. Nilai koefisien penyebaran dari sektor jagung sendiri merupakan sektor yang sangat lemah, karena hanya mencapai 0,721 dengan posisi peringkat ke 64, dari klasifikasi 66 sektor perekonomian Indonesia dengan tingkat koefisien penyerabaran yang kurang dari 1 (<1) berarti berada di bawah rata-rata seluruh sektor perekonomian dan memiliki daya penyebaran yang lemah. Pengaruh peran kontribusi jagung berdasarkan efek multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat disimpulkan yang cukup lemah, sehingga peranan dari sektor jagung dalam struktur perekonomian Indonesia juga kurang memberikan kontribusi yang berarti.
English Abstract
Corn is a primary food commodity with strategic contribution to agriculture and economic developments of Indonesia. The demand for corn at domestic market has been increased with the development of food and fodder industries. he purpose and usefulness of this research was to know its contribution of corn to Indonesia economic. Corn indeed has contributed to the absorption of workforce, the increase of gross and output added value, the linked contribution of corn commodities and other sectors in Indonesia, the linkage of input and output sides and the acknowledgment of the effect caused by corn contribution based on the effect of multipliers such as output, income and workforce. The analysis over 2010 Input-Output Table with classification of 66 sectors has indicated that the contribution of corn in Indonesia economic structure in 2010 remains in 56th based on input-output rank rated about Rp. 20,180,051.- (0.15 %). Compared to domestic demand of 66 economic sectors in Indonesia, corn has between-demand for Rp. 12,143,743.- or 0.22% and final-demand for Rp. 7,964,308.- or 0.10 %. It seems that the output from corn sector is greatly allocated to meet the demand at upstream than at downstream, or in other words, between-demand is bigger than final-demand. Corn contribution to gross added value is 0.84 % or Rp. 52,312,681.- with allocation to wage and salary of workforce, business surplus, depreciation cost, indirect tax, and subsidy. Result of analysis over ratio of wage to salary against business surplus at corn sector indicates that the ratio is only 18.80 % or the lowest compared to other sectors in the economic. The dependence on imported corn is very high because the exported domestic corn only reaches price of Rp. 45,984.- (0.01 % of economic sector price) which is lower than imported price of Rp. 518,964.- (0.08 %). Therefore, it is not doubt that trade balance of corn sector is negative due to the presence of deficit. Fodder industry sector has so far export value of Rp.14,667,374 while import value is only Rp. 5,574,268.-. Indeed, such sector achieves surplus with trade balance of Rp. 9,093,106.-. Input total of corn sector is Rp. 52,312,690.- (93.50 %) which represents primary input or gross added value, while input value is about Rp. 3,118,104.-. Production factor of corn sector from imported corn at price of Rp. 518,964.- is 0.93% of input total of corn sector. Although corn sector must do importing to meet the production factor, this import value is not high. Being as an output of agriculture, corn sector only contributes to sector-based domestic output in economic for Rp. 20,108,051.- (0.15 %) of all economic sectors. Meanwhile, fodder industry can contribute to domestic output for Rp. 38,210,795.- or 0.28 %. Corn has direct forward linkage for 0.068 and remains at 52nd rank but also has direct-indirect forward linkage for 1.118 ranked at 48th. This value mean any increase ouput sector corn amounting to one a unit, it will cause increases in ouput sectors directly of Rp.0,068 million and directly and indirect of Rp.1,118 million.The demand for input of corn sector directly from other sectors is 0.084 millions rupiahs, but it is about 1.130 millions rupiahs for direct-indirect linkage. This corn linkage rate indicates relatively weak and less contribution of corn sector to the input supply either for other sectors or for the corn sector itself. Corn sector has low degree of distribution sensitivity, which is 0.713 and ranks at 48th. Fodder industry sector has lower degree of distribution sensitivity which is 0.678 ranked at 57th. It means that corn sector is unable to influence the establishment of sector-based output using output from corn sector (upstream sector) because the rate is only < 1. The coefficient of distribution of corn sector is very low because it only reaches 0.721 and is ranked at 64th. Based on the classification of 66 Indonesia economic sectors, the coefficient of distribution which is less than 1 (< 1) means that corn sector is below the average compared to whole economic sectors and it also has weak distribution force. It is then concluded that the influence of corn contribution, based on the effect of multipliers such as output, income, and workforce, is quite low such that the contribution of corn sector to Indonesia economic structure is not giving a meaningful contribution.
| Item Type: | Thesis (Sarjana) |
|---|---|
| Identification Number: | SKR/FP/2014/194/051404664 |
| Subjects: | 300 Social sciences > 338 Production > 338.1 Agriculture |
| Divisions: | Fakultas Pertanian > Sosial Ekonomi Pertanian |
| Depositing User: | Budi Wahyono Wahyono |
| Date Deposited: | 20 Aug 2014 11:21 |
| Last Modified: | 20 Oct 2021 05:20 |
| URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/129648 |
Preview |
Text
SKRIPSI_-_WAHYU_HERMAWAN_NIM_0810442047.pdf Download (7MB) | Preview |
Actions (login required)
 |
View Item |