Analisis Integrasi Pasar Beras Indonesia dengan Pasar Beras Dunia (Thailand, Filipina dan Cambodia)

Nisak, AinurKhoirin (2013) Analisis Integrasi Pasar Beras Indonesia dengan Pasar Beras Dunia (Thailand, Filipina dan Cambodia). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Beras merupakan komoditas pangan utama di Indonesia, 90 persen dari 237.641.326 jiwa penduduk Indonesia mengkonsumsi beras untuk memenuhi kebutuhan kalorinya (BPS, 2010). Konsumsi beras di Indonesia terus mengalami kenaikan dengan konsumsi mencapai 139,15 kg/kapita/tahun dan ini merupakan tingkat konsumsi terbesar di dunia (Hidayatush, 2012). Jumlah produksi sebesar 65.740.900 ton pada tahun 2011 membuat Indonesia berada diposisi ketiga sebagai negara penghasil beras terbesar di dunia setelah China dan India, namun hal tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri sehingga upaya impor masih tetap dilakukan. Berdasarkan BPS (2012) dalam Detik Finance (2012) pada tahun 2012 sumber impor berasal dari Thailand mencapai 212.000 ton dan Cambodia 100.000 ton. Amang dan Sawit (1999) mengatakan bahwa pasar beras dunia yang bersifat tipis (thin market) dimana volume beras yang diperdagangkan antar negara sangat sedikit bila dibandingkan dengan total produksinya menjadikan ketersediaan beras dan harga yang terjadi sangat fluktuatif. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dalam Investor Daily Indonesia (2011) mengatakan bahwa pada Juni 2011 harga beras rata-rata tingkat eceran di Indonesia sebesar US$ 1,04/kg dan Filipina US$ 0,69/kg. Sementara itu, harga beras di Thailand sebagai negara asal impor Indonesia dan Filipina ialah US$ 0,44/kg dan Cambodia yang juga merupakan asal impor Indonesia sebesar US$ 0,41. Sistem perdagangan internasional (ekspor dan impor) akan efisien jika harga yang terjadi diantara negara eksportir-importir dapat terintegrasi dan pergerakan harga antar negara tersebut bersifat paralel (simetri). Pergerakan dan perubahan di suatu pasar secara parsial atau total akan ditransmisikan ke harga yang terjadi di pasar-pasar lain, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Tambunan, 2000). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum perberasan di Indonesia, Thailand, Filipina dan Cambodia, kemudian menganalisis integrasi pasar beras Indonesia dengan pasar beras Thailand, Filipina dan Cambodia, sehingga akan diketahui besarnya respon dan variasi perubahan harga beras di Indonesia yang berasal dari dalam negeri, Thailand, Filipina dan Cambodia. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data harga beras (rice milled) dari FAOSTAT mulai tahun 1991-2010. Metode yang dipergunakan dalam analisis integrasi pasar adalah Vector Error Correction Model (VECM). Sedangkan untuk melihat besarnya respon akibat adanya shock dari variabel lainnya digunakan Impulse Response Fuction (IRF) dan untuk melihat besarnya variasi perubahan harga digunakan Variance Decomposition. Kondisi perberasan di Indonesia, Thailand, Filipina dan Cambodia memiliki nilai rata-rata pertumbuhan produksi masing-masing sebesar 2,11 persen, 2,63 persen, 3,50 persen dan 7,76 persen pertahunnya. Sedangkan rata-rata konsumsi untuk Indonesia sebesar 1,54 persen, Thailand sebesar 5,18 persen, Filipina sebesar 3,98 persen dan Cambodia sebesar 12,25 persen. Selain itu, kondisi perberasan di tiap negara juga menunjukkan rata-rata pertumbuhan impor Indonesia sebesar 177 persen, Thailand sebesar 61,84 persen, Filipina sebesar 2651,17 persen serta Cambodia sebesar 27, 92 persen. Pasar beras di Indonesia telah terintegrasi dengan Filipina dalam jangka pendek, ditunjukkan dengan tingkat integrasi yang kuat (koefisien VECM 1,33 > satu). Artinya apabila terjadi perubahan harga di dalam pasar beras suatu negara akan mempengaruhi perubahan harga di negara lainnya dengan perubahan yang besar. Pasar beras Indonesia juga telah terintegrasi dengan Thailand dalam jangka pendek, ditunjukkan dengan tingkat integrasi yang lemah (koefisien VECM (0,68) lebih kecil dari satu). Sedangkan pasar beras Filipina juga terintegrasi dengan Cambodia dalam jangka pendek ditunjukkan dengan tingkat integrasi yang lemah (koefisien VECM (0,03) lebih kecil dari satu). Artinya apabila terjadi perubahan harga di dalam pasar beras suatu negara akan mempengaruhi perubahan harga dinegara lainnya dengan perubahan yang kecil. Tidak hanya integrasi jangka pendek saja, namun juga telah terjadi integrasi jangka panjang dipasar beras Cambodia dengan tingkat integrasi yang lemah (dapat dilihat dari koefisien estimasi jangka panjang -1.18 yang lebih kecil dari satu). Berdasarkan hasil analisis Variance Decomposition, nilai variasi harga beras Indonesia, Filipina, Cambodia dan Thailand yang terbesar adalah berasal dari Thailand dengan nilai variasi masing-masing sebesar 47,69 persen, 53,16 persen, 57,59 persen dan 76,06 persen. Hal ini dapat disimpulkan pasar beras Thailand lebih dapat menjelaskan variasi yang ada dalam penentuan harga beras diantara keempat negara tersebut. Karena setiap perubahan harga yang terjadi di Thailand akan mempengaruhi perubahan harga di Indonesia, Filipina dan Cambodia. Sedangkan untuk Impulse Response secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pasar beras Thailand memiliki pengaruh yang besar terhadap setiap perubahan harga di keempat pasar lainnya, hai ini dapat dilihat dari besarnya nilai respon yang rata-rata mencapai 0,08 persen. Respon ini menunjukkan nilai yang besar jika dibandingkan dengan respon terhadap guncangan yang terjadi di pasar Cambodia, Filipina maupun Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diusulkan beberapa saran sbb: (1) Indonesia harus dapat meningkatkan produksi padi dalam negeri dengan memperbaiki sistem budidaya padi sehingga dapat memperkecil volume impor. Sedangkan Thailand, Filipina dan Cambodia harus mampu menurunkan volume konsumsinya dengan penerapan diversifikasi pangan. (2) Adanya keterkaitan (integrasi) antara pasar beras di Indonesia, Thailand, Filipina dan Cambodia akan membawa konsekuensi untuk merespon setiap perubahan harga yang terjadi di setiap negara. Saat harga dunia (Thailand, Filipina dan Cambodia) mengalami kenaikan maka harga dalam negeri juga akan mengalami kenaikan. Oleh sebab itu, sistem pertanian di Indonesia harus didukung dengan penerapan kebijakan produksi, sehingga petani akan memperoleh insentif dalam berusahatani. Sedangkan saat harga dunia (Thailand, Filipina dan Cambodia) mengalami penurunan maka harga dalam negeri juga akan mengalami penurunan, maka pemerintah harus menerapkan kebijakan proteksi baik tariff maupun non tariff karena kebijakan ini mampu menghambat terjadinya integrasi pasar dan dapat memperkecil nilai impulse response dan variance decomposition yang berasal dari Thailand. (3) Penelitian ini hanya mengambil empat negara untuk dianalisis, sebaiknya penelitian selanjutnya dapat menambah lebih banyak negara sebagai objek analisis dengan melihat perkembangan negara produsen dan eksportir potensial lainnya seperti Vietnam, China. India dan Myanmar

English Abstract

Rice is stapel food in Indonesia. 90 persen from 237 population in Indonesia consumed of rice to fulfill his calorie (BPS, 2010). Consumtion of rice in Indonesia are increases until 139,15 kg/capita/year and this condition are highest consumtion in the world (Hidayatush, 2012). 65.74.900 tons of total rice productions at 2011 make indonesia in the third position as a higgest producer of rice after that China and India, but it can’t make to fulfill of consumption in Indonesia so we must impor from another country. Based on BPS (2012) in Detik finance (2012) on 2012 source of imports reached 212.000 tons came from Thailand and 100.000 tons from Cambodia. Amang and Sawit (1999) said the world rice market is thin, that volume of rice traded among countries very little if compared with the total production make the availability of rice and the price fluctuates. Food and Agriculture Organization (FAO) in Investor Daily Indonesia (2011) said that in june 2011 the average of rice price ritail in Indonesia were USD 1,04/kg and the Philippines USD 0,69/kg. While the price rice in Thailand as the country of origin imports from Indonesia and Phillippines were 0,44/kg and Cambodia which is also of origin imports USD 0,41 from Indonesia. A system of international trade (exports and imports) will be efficient if the price happened between the state exporter-importer can be integrated and price movement between the country is paralel (symmetry). Movement and change in a partial market will be transmitted to the prices in other market, both in the short and long term (Tambunan, 2000). This research to know the general condition of rice system in Indonesia, Thailand, Philippines and Cambodia, then analize integration of domestic and international rice market (Thailand, Philippines and Cambodia), in order to know the value of response and variation change of rice price in Indonesia who come from within the country, Thailand, Philippines and Cambodia. The data used in this research are the prices data of rice (milled rice) from FAOSTAT began 1991-2010. The methods used in the analysis of the integration of markets is Vector Error Corection Model (VECM). As for knowing the value of response due to the shock of the other variables used Impulse Response Function (IRF) and to see the variation of price change is used Variance Decomposition. Condition of rice system in Indonesia, Thailand, Philippiness and Cambodia have an average value of each production growth of 2,11 percent, 2,63 percent, 3,50 percent and 7,76 percent in every year. The average consumption of Indonesia are 1,54 percent and 5,18 percent for Thailand, while the average consumption of Phillippines are 3,98 percent and 12,25 percent of Cambodia. In addition, the condition of rice system in each country also show average growth of imports in Indonesia are 177 percent, Thailand are 61,84 percent, while Phillippines are 2651,17 percent and 27,92 percent of Cambodia. Rice market in Indonesia are high integrated with Filipina in short term (coefficient of VECM 1,33 > 1). It means, if price change happen in rice market at one country will affect price change in another country with high value. Rice market in Indonesia are low integrated with Thailand in short term (coefficient of VECM 0,68 < 1). While rice market in Filipina are low integrated with Cambodia (coefficient of VECM 0,03 < 1) it means, if price change happen in rice market at one country will affect price change in another country with low value. Integration of not only the short term, but also has been a long term integration in the Cambodia’s rice market with low integration level (can be viewed from a long term estimation coefficient -1,18 of less than one). Based on the results of Variance Decomposition analysis, variation of the rice price in Phillipinnes, Indonesia, Cambodia and Thailand derived from Thailand with variations percentage are 47,69 percent, 53,16 percent, 76,06 percent and 57,79 percent. It can be conclude, Rice market in Thailand more can be explain variation in the determination of rice price among the four countries. As any price change that occur in Thailand will affect price changes in Indoneis, Philippines and Cambodia. While for Impulse Response overall it can be said that Thailand’s rice market has a great affect to any price change in the four of another market, it can be seen from the average of respon value are 0,08 percent. This response shows great value compared with responses to shock occuring in Cambodia, Philippines and Indonesia. Based on the results of research, there are some suggestion can be applied: (1) Indonesia should be able to increase of domestic rice production with repaired cultivate of rice,while Thailand, Philippiness and Cambodia should be able to lower the average growth of the consumption with applied food diversification. (2) agricultural system in Indonesia should be supported with the implementation of production, so that farmers will receive incentives in farming. In addition, the Government should be applied policy protection to increasing the value of impulse and variance decomposition come from Thailand. (3) this research only use four country for analized, so in the next research we can hope for use the potensial produsen and eksporter other country, for example Vietnam, China, India and Myanmar.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FP/2013/149/051307123
Subjects: 300 Social sciences > 338 Production > 338.1 Agriculture
Divisions: Fakultas Pertanian > Sosial Ekonomi Pertanian
Depositing User: Hasbi
Date Deposited: 11 Nov 2013 09:46
Last Modified: 20 Oct 2021 02:43
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/129261
[thumbnail of COVER.pdf]
Preview
Text
COVER.pdf

Download (1MB) | Preview
[thumbnail of 129260] Other
129260

Download (0B)
[thumbnail of PERNYATAAN.pdf]
Preview
Text
PERNYATAAN.pdf

Download (1MB) | Preview
[thumbnail of PERSETUJUAN_PENGESAHAN.pdf]
Preview
Text
PERSETUJUAN_PENGESAHAN.pdf

Download (1MB) | Preview
[thumbnail of DAFTAR_ISI,TABEL,GAMBAR,LAMPIRAN.pdf]
Preview
Text
DAFTAR_ISI,TABEL,GAMBAR,LAMPIRAN.pdf

Download (1MB) | Preview
[thumbnail of PERSEMBAHAN.pdf]
Preview
Text
PERSEMBAHAN.pdf

Download (1MB) | Preview
[thumbnail of RINGKASAN,SUMMARY,PENGANTAR,R.HIDUP.pdf]
Preview
Text
RINGKASAN,SUMMARY,PENGANTAR,R.HIDUP.pdf

Download (1MB) | Preview
[thumbnail of SKRIPSI_SEMHAS.pdf]
Preview
Text
SKRIPSI_SEMHAS.pdf

Download (4MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item