Struktur Pendapatan dan Pola Konsumsi Rumah Tangga di Dusun Rawan Pangan : Dusun Cangkring dan Batelok, Desa Curahtatal, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Situbondo

Wahyuningsih, Tutik (2010) Struktur Pendapatan dan Pola Konsumsi Rumah Tangga di Dusun Rawan Pangan : Dusun Cangkring dan Batelok, Desa Curahtatal, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Situbondo. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Fakta di empat propinsi penelitian dengan status tahan pangan terjamin masih ditemukan proporsi rumah tangga rawan pangan berkisar 22-30 persen. (Rachman, 2004). Kemiskinan pendapatan ( income poverty) dianggap sebagai sumber utama terjadinya kerawanan pangan atau food insecurity (Puspoyo, 2006). Pendapatan rendah identik dengan rumah tangga yang mengandalkan sumber pendapatan dari sektor pertanian (Saliem dkk, 2006). Struktur pendapatan rumah tangga terbagi dalam tiga komponen, yaitu on-farm , off-farm dan non-farm (Adnyana dan Rita, 2000). Pendapatan rumah tangga mempengaruhi daya beli (Saliem dkk, 2006). Perubahan konsumsi cenderung mengikuti tingkat pendapatan (Anonim, 2000). Semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga proporsi pengeluaran pangan cenderung berkurang, sebaliknya pengeluaran non pangan meningkat (Mintoro dan Hardono, 1995). Indikator rumah tangga berketahanan pangan rendah yaitu proporsi pengeluaran pangan lebih dari 60 persen total pendapatan rumah tangga (Maxwell D et al , 2000 dalam Rachman, 2004). Dusun Cangkring dan Batelok mewakili dusun rawan pangan di Jawa Timur. Dusun ini terletak di Desa Curahtatal, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Situbondo yang memiliki indeks komposit rawan pangan tertinggi yaitu 0,7 berdasarkan peta ketahanan pangan tahun 2007. Rumah tangga rawan pangan terdapat pada semua tingkat pendapatan baik pendapatan rendah, sedang maupun tinggi. Namun jika dibandingkan antar kelompok pendapatan, persentase rumah tangga rawan pangan semakin kecil dengan semakin tingginya tingkat pendapatan. Fakta tersebut menunjukkan kondisi ketahanan pangan antar kelompok pendapatan yang sangat timpang. Menurut data Susenas tahun 1999, 2002 dan 2005, proporsi rumah tangga rawan pangan berdasarkan perbedaan sumber mata pencaharian menunjukkan adanya proporsi rumah tangga rawan pangan yang bekerja di sektor pertanian lebih tinggi daripada di sektor non pertanian. Secara agregat nasional maupun regional propinsi, disagregasi rumah tangga menurut kelas pendapatan memperlihatkan pangsa pendapatan usaha pertanian semakin menurun dengan semakin tingginya pendapatan rumah tangga. Sedangkan pangsa pendapatan dari upah atau gaji, usaha non pertanian cenderung meningkat dengan semakin tingginya kelas pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga salah satunya dialokasikan untuk memenuhi pola konsumsi yaitu pengeluaran pangan dan non pangan. Berdasarkan pengelompokan besarnya pendapatan, hanya golongan pendapatan tinggi yang pangsa pengeluaran pangan di bawah 50 persen. Berdasarkan tingkat pendapatan, alokasi pengeluaran pangan penduduk berpendapatan rendah di daerah desa terbesar untuk pangan pokok yang terutama padi-padian. Perumusan masalah penelitian ini 1)Bagaimana struktur pendapatan rumah tangga di dusun rawan pangan (Cangkring dan Batelok) menurut tingkat pendapatan rumah tangga, 2) Bagaimana pola konsumsi rumah tangga di dusun rawan pangan (Cangkring dan Batelok) menurut tingkat pendapatan dan kaitannya dengan ragam struktur pendapatan. Tujuan dari penelitian ini 1) Menganalisis struktur pendapatan rumah tangga di dusun rawan pangan menurut tingkat pendapatan 2) Menganalisis pola konsumsi rumah tangga di dusun rawan pangan menurut tingkat pendapatan dan kaitannya dengan ragam struktur pendapatan. Penelitian tentang struktur pendapatan di dusun rawan pangan (Cangkring dan Batelok) ini diharapkan dapat mengkaji potensi sektor dan sub sektor di dusun rawan pangan dalam upaya peningkatan pendapatan rumah tangga. Harapan selanjutnya, peningkatan pendapatan tersebut dapat memperbaiki pola konsumsi rumah tangga terutama pada kelompok berpendapatan rendah . Metode analisis data yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan statistik sederhana. Rumah tangga dibagi menjadi tiga kelompok yaitu berpendapatan tinggi, menengah dan rendah untuk mengetahui proporsi pendapatan yang dominan pada masing-masing kelas. Selain itu untuk mengetahui karakteristik pengeluaran pangan dan non pangan pada tiga kelas pendapatan tersebut. Masing-masing kelompok didefinisikan sebagai berikut: (1) pendapatan rendah yaitu pendapatan ≤ sdx 5,0− ; (2) pendapatan menengah masuk pada selang sdx 5,0− < pendapatan ≤ sdx 5,0+ (3) pendapatan tinggi pada selang pendapatan ≥ sdx 5,0+ . Penggunaan 0,5 standar deviasi karena sampel pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kelas yaitu tinggi, menengah dan rendah. Asumsinya adalah peluang data untuk menyebar pada setiap kelas pendapatan yaitu sekitar 33 persen atau 0,33. Nilai z ketika peluang peubah acak x sebesar 0,33 adalah sekitar 0,5. Hasil analisis menunjukkan bahwa proporsi pendapatan on-farm kelas pendapatan tinggi, menengah dan rendah berturut-turut 84,65 persen, 78,34 persen dan 87,19 persen. Hal ini berbeda dengan penelitian Saliem, dkk (2006) yang menyatakan bahwa proporsi pendapatan on-farm semakin kecil dengan semakin tingginya kelas pendapatan. Pada penelitian di dusun rawan pangan tidak terdapat pola yang linier antara proporsi pendapatan on-farm dan kelas pendapatan. Pendapatan on-farm kelas menengah cenderung lebih kecil diduga karena lebih bervariasinya sumber pendapatan rumah tangga. Beberapa rumah tangga pada kelas pendapatan ini memiliki lebih dari dua sumber pendapatan, sehingga alokasi waktu untuk on-farm lebih kecil. Perbedaan hasil tersebut bisa disebabkan juga oleh cakupan wilayah penelitian. Penelitian Saliem, dkk (2006) dilakukan pada tingkat propinsi terdiri dari wilayah desa dan kota. Sedangkan penelitian ini dilakukan di dusun rawan pangan yang memiliki akses yang terbatas pada sumber pendapatan selain on-farm . Tiga proporsi pendapatan usahatani terbesar di semua kelas pendapatan berasal dari usahatani jagung, tembakau dan padi. Rata-rata pendapatan terbesar kelas pendapatan tinggi berasal dari usahatani padi. Rata-rata pendapatan terbesar kelas pendapatan menengah dan rendah berasal dari usahatani jagung. Proporsi pendapatan off-farm semakin besar dengan semakin rendahnya tingkat pendapatan sejalan dengan penelitian Hendra (2002). Hal ini karena

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FP/2010/279/051003924
Subjects: 300 Social sciences > 338 Production > 338.1 Agriculture
Divisions: Fakultas Pertanian > Agribisnis
Depositing User: Unnamed user with email repository.ub@ub.ac.id
Date Deposited: 17 Jan 2011 13:34
Last Modified: 18 Apr 2022 01:23
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/128510
[thumbnail of 051003924.pdf]
Preview
Text
051003924.pdf

Download (4MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item