ShantyIkaW (2007) Hubungan kekerabatan pada ubijalar (Ipomoea batatas L.) di beberapa Sentra Penanaman di Malang. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Plasma nutfah tanaman ubijalar yang tumbuh di dunia diperkirakan berjumlah lebih dari 1.000 jenis namun baru 142 jenis yang diidentifikasikan oleh para peneliti (Rans, 2001). Meskipun potensinya cukup besar, tetapi studi genetika sebagai dasar pengembangan kultivar masih terbatas (Tingey et al ., 1992). Keanekaragaman genetik merupakan sumber plasma nuftah yang utama untuk seleksi dan perakitan klon baru. Salah satu cara untuk mengetahui tingkat keanekaragaman genetik dalam suatu populasi adalah dengan memperoleh informasi mengenai hubungan kekerabatan organisme yang bersangkutan. Hubungan kekerabatan antara dua individu dapat diukur berdasarkan kesamaan jumlah karakter. Terdapat 3 jenis penanda yang dapat digunakan untuk membantu memperoleh informasi mengenai hubungan kekerabatan yakni penanda biokimia, penanda molekuler dan penanda morfologi. Penanda biokimia dan molekuler kini menjadi acuan untuk mendapatkan informasi mengenai hubungan kekerabatan secara lebih akurat dan cepat. Marka DNA seperti RFLP, RAPD, SSR, dan AFLP telah banyak digunakan sebagai penciri genotipe tanaman. Salah satu penanda molekuler yang dapat digunakan adalah RAPD (Random Amplified Polymorphism DNA). RAPD tidak dipengaruhi sepenuhnya oleh lingkungan juga lebih mudah dikerjakan dan lebih cepat mendapatkan hasil tanpa membutuhkan keahlian tinggi seperti penggunaan metode penanda molekuler lainnya. Diantara ketiga jenis penanda tersebut, penanda morfologi adalah yang paling sering digunakan untuk keperluan karakterisasi dan bahkan registrasi varietas. Para pemulia tanaman akan mengelompokkan tanaman dengan dasar karakter morfologisnya, namun timbul permasalahan yang diakibatkan oleh penampakan fenotip yang serupa pada galur yang berkerabat dekat. Masalah lain adalah seringkali dijumpai klon dengan nama yang sama di lokasi yang berbeda, akan tetapi belum tentu berkerabat dekat hanya karena fenotipnya sukar untuk dibedakan (Pabendon, 2004). Ubijalar yang tergolong heksaploid memiliki potensi keragaman yang cukup tinggi namun seringkali tidak tergali karena secara fenotip terlihat mirip satu sama lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kekerabatan genetik pada ubijalar di beberapa sentra penanaman di Malang. Hipotesa yang diajukan adalah diduga terdapat hubungan kekerabatan genetik pada ubijalar di beberapa sentra penanaman di Malang. Penelitian dilangsungkan pada bulan Januari-Mei 2007 di Laboratorium Biomolekuler Fakultas MIPA. Alat yang digunakan meliputi PCR (Gene-cycler), sentrifugasi dingin, elektroforesis, oven, tabung eppendorf, thinwall, mikropipet, mikrotip dan bahan-bahan yang digunakan meliputi CTAB, agarose, TrisCl, NaCl, Ammonium asetat, Na asetat, dan sampel daun dari 12 klon ubijalar yang diujikan yakni Mongkrong Putih, Mantang Kuning, Biru Ungu, Biru Mangsi, Ase, i NK, Bestak, Supra, IR Melati, Stemped, Pak Ong dan Shogun. Kedua belas ubijalar yang diujikan tersebut berasal dari 2 sentra penanaman di Pakis dan Gunung Kawi. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan menggunakan dua penanda yakni penanda morfologi dan penanda molekuler berupa teknik RAPD. Hasil yang diperoleh akan diolah dengan program NTSys untuk mendapatkan dendrogram yang menunjukkan hubungan kekerabatan dari 12 klon yang diujikan. Penanda morfologi menghasilkan dendrogram yang menunjukkan pengelompokan 12 klon yang diujikan ke dalam dua kelompok besar. Kelompok pertama dengan nilai kemiripan genetik mencapai 35% terdiri atas klon Mongkrong Putih, Mantang Kuning, Biru Ungu, Biru Mangsi, Ase, Bestak, Supra, IR Melati, Stemped, PakOng dan Shogun sementara kelompok kedua dengan nilai kemiripan genetik 26% terdiri atas klon NK. Penanda molekuler menghasilkan dendrogram yang mengelompokkan 12 klon ke dalam 2 kelompok dengan tingkat kemiripan genetik masing-masing 39% dan 15%. Kelompok pertama terdiri dari Mantang Kuning, Biru Ungu, Ase, Shogun, IR Melati, PakOng, Stemped dan Bestak sementara kelompok kedua terdiri dari Supra. Terdapat 3 klon yang tidak menghasilkan pita DNA hasil amplifikasi, yakni Mongkrong Putih, NK dan Biru Mangsi sehingga untuk ketiga klon tersebut tidak dapat dicari hubungan kekerabatannya dengan klon lainnya. Hal ini dapat terjadi karena ketidaksesuaian susunan basa primer dengan susunan basa pada DNA target. Berdasarkan hasil dengan menggunakan 2 penanda, diperoleh klon Biru Ungu dan Bestak dengan nilai kemiripan genetik mencapai 40% secara morfologi dan 78% secara molekuler. Keduanya memiliki fenotip yang berbeda namun terbukti berkerabat dekat. Klon Mantang Kuning dan Supra memiliki nilai kemiripan genetik mencapai 35% secara morfologi dan 15% secara molekuler. Kedua klon tersebut memiliki fenotip yang berbeda dan terbukti berkerabat jauh.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | SKR/FP/2007/050702236 |
Subjects: | 600 Technology (Applied sciences) > 630 Agriculture and related technologies |
Divisions: | Fakultas Pertanian > Agroekoteknologi |
Depositing User: | Unnamed user with email repository.ub@ub.ac.id |
Date Deposited: | 31 Aug 2007 00:00 |
Last Modified: | 21 Oct 2021 03:50 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/127547 |
Preview |
Text
050702236.pdf Download (3MB) | Preview |
Actions (login required)
![]() |
View Item |