Fenomena Spasial Permukiman Suku Bajo Di Pesisir Wuring Kota Maumere

Gobang, Ambrosius Alfonso Korasony Sevili (2017) Fenomena Spasial Permukiman Suku Bajo Di Pesisir Wuring Kota Maumere. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Keberadaan tepi laut atau pesisir pantai merupakan ruang yang relatif dominan bagi permukiman perairan di Indonesia. Dari sekian banyak permukiman perairan di Indonesia, salah satu di antaranya adalah kawasan bermukim Suku Bajo di kampung Wuring, Kelurahan Wolomarang Kecamatan Alok Barat Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur. Permukiman kampung di Wuring memiliki kekhasan yaitu dibangun di atas air yang menyatu dengan daratan. Kajian spasial permukiman Suku Bajo di pesisir Wuring Kota Maumere untuk menjelaskan cirikhas permukiman masyarakat tersebut yang merupakan kampung awal peradaban masyarakat muslim dan menjadi pusat penyebaran agama Islam di Kabupaten Sikka. Latar belakang sejarah menjadi tinjauan untuk mengkaji proses terbentuknya permukiman Suku Bajo ini yang dilandasi juga oleh aspek fisik ruang dan sosial budaya masyarakat setempat. Proses terbentuknya permukiman masyarakat Suku Bajo di kampung Wuring sampai saat ini, tidak lepas dari kondisi geografis dan lingkungan alam yang dilatarbelakangi oleh kegiatan keseharian warga sebagai nelayan atau pelaut. Meski demikian, masyarakat di kawasan ini juga menginginkan perubahan yang bersifat positif pada lingkungan permukimannya. Proses perubahan terlihat pada beberapa bangunan yang berkembang atau mengalami modernisasi juga pembangunan hunian yang mulai bergeser ke arah daratan. Penelitian ini menggunakan metode analisa deskriptif kualitatif dan bersifat naturalistik yaitu berusaha menjelaskan dan menginterpretasi catatan budaya Suku Bajo, berupa dokumen historis, peta lokasi, maupun wujud fisik bangunan rumah masyarakat Suku Bajo dan objek lainnya yang ada di lapangan. Metode fenomenologi digunakan dalam penelitian ini, karena pertimbangan utamanya terkait dengan masalah utama dalam penelitian yaitu berhubungan dengan makna dalam masyarakat. Paradigma rasionalistik dan naturalistik mendukung pengetahuan yang berhubungan dengan makna khususnya yang berasal dari masyarakat. Fenomenologi adalah penelitian tentang makna pengalaman berbagi tentang suatu fenomena. Target utamanya adalah memahami makna hubungan konkrit yang menjelaskan pengalaman orisinal dari situasi spesifik. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis fenomena spasial yang terbentuk berupa sistem spasial hunian dan aspekaspek yang melandasi pembentukan tatanan (setting) spasial permukiman Suku Bajo pada kawasan kampung Wuring. Penelitian ini sebagai suatu upaya untuk mengidentifikasi kondisi awal hingga terbentuknya permukiman kampung yang didalamnya meliputi pokok pemikiran tentang perencanaan dari fungsi, bentuk, ragam bentuk dan perkembangannya terkait dengan kejadian yang melatarbelakangi terbentuknya tatanan spasial permukiman tersebut. Hasil penelitian memberikan gambaran tentang fenomena spasial hunian masyarakat Suku Bajo di pesisir Wuring Kota Maumere ini yaitu konsep tatanan spasial yang dapat dilihat dari pola pemanfatan ruang yang dilihat secara spasial vertikal dan spasial horisontal serta aksis denah hunian yang telah mengalami perkembangan karena dilandasi oleh aspek sosial budaya dan ekonomi. Fenomena spasial yang berkembang ini terlihat pada bentuk hunian panggung tunggal, panggung tumbuh dan panggung diaruma. Pada konsep sistem spasial hunian yaitu tentang organisasi ruang, orientasi ruang dan hirarki ruang dalam lingkup mikro hunian juga mengalami perkembangan yang berdampak terhadap ruang messo lingkungan. Organisasi ruang hunian yang terbentuk adalah organisasi linier dari depan ke belakang yang terdiri dari beberapa ruang utama yaitu paselo (teras depan), bundaang (ruang tamu), buliang (ruang keluarga), tingnga (ruang tidur), dapurang (dapur) dan tatambe (teras belakang). Orientasi ruang secara messo lingkungan menunjukan pada sebuah ruang yaitu ruang laut, pada jalur sirkulasi yaitu jalan serta pada sumbu imajiner yaitu deretan rumah yang bersusun rapi di depan dan di samping. Adapula orientasi ruang dalam yaitu ada ruang tertentu khususnya ruang tidur (tingnga) tersusun secara linear atau berorientasi pada sebuah ruang yaitu ruang tidur di belakang selalu sejajar dengan ruang tidur di depannya serta arah hadapnya pada ruang bundaang dan buliang di depannya. Hirarki ruang menunjukan bahwa ruang-ruang dalam hunian Suku Bajo dibagi dalam 2 (dua) bagian besar yaitu bundaang (ruang depan) yang bersifat semi publik dan buliang (ruang belakang) yang bersifat semi privat yang harus ada dalam rumah-rumah suku Bajo karena keduanya memberikan makna hirarki pada setiap upacara atau ritual adat yang dilakukan dalam rumah dengan adanya batas tegas yang memisahkan kedua ruang ini yaitu berupa dinding masif dengan akses pintu yang terletak di tengah. Hal ini merupakan fenomena spasial yang hirarkis dalam rumah-rumah suku Bajo, sehingga oleh masyarakat Suku Bajo disebut dengan ma’bunda-ang (yang berada di depan) dan ma’buli-ang (yang berada di belakang). Untuk itu dapat disimpulkan bahwa secara umum ada fenomena spasial hunian Suku Bajo yaitu adanya proses perkembangan tatanan ruang dalam (mikro) berupa fenomena ma’bunda-ma’buli serta fenomena rumah tumbuh dan fenomena rumah panggung diaruma yang berdampak pada tatanan messo lingkungan permukiman yang berkembang ke arah lautan. Selain itu adanya aspek-aspek non fisik sebagai aspek meruang dari masyarakat Suku Bajo yang melandasi pembentukan tatanan spasial permukiman pada kawasan kampung Wuring, yaitu oleh aktivitas masyarakat dalam suatu rona lingkungan (setting) berupa pemanfaatan ruang mikro hunian dan messo lingkungan dalam aktivitas, waktu melakukan aktivitas, jenis aktivitas (sosial, budaya, ekonomi) dan pelaku aktivitas yaitu kelompok pria dan wanita dewasa dan anak-anak serta oleh faktor sosial budaya lainnya yang melandasi pembentukan fenomena spasial permukiman masyarakat Suku Bajo di pesisir Wuring antara lain karena faktor internal meliputi tingkat pendidikan, pendapatan, bertambah atau berkurangnya jumlah anggota keluarga serta faktor eksternal meliputi lingkungan alam, pengaruh budaya lain dan intervensi pemerintah.

English Abstract

The existance of seaside or coastal areas are relatively dominant space for water settlements in Indonesia. Of much water settlements in Indonesia, one of them is the Bajo tribal settlement area in Wuring village, Wolomarang village, Alok Barat district, Sikka district, East Nusa Tenggara province. Wuring area has a uniqueness that is built on water that blends with the mainland. Spatial study of Bajo tribal settlements on the coast of Wuring Maumere City to explain the characteristic of the settlements of the community, which is the beginning of civilization of the Muslim community and became the center of spreading Moslem of in Sikka District. Historical background becomes a review to review the process of formation of settlement of Bajo Tribe is based also by physical aspect of space and social culture of local community. The process of the formation of Bajo tribal communities in the village of Wuring to date, is not separated from the geographical conditions and the natural environment backed by the daily activities of citizens as fishermen or sailors. However, people in the region also want a positive change in their neighborhoods. The process of change is seen in some buildings that are developing or experiencing modernization as well as residential development that began to shift towards the mainland. This research uses descriptive qualitative and naturalistic descriptive method that is trying to explain and interpret the cultural record of Bajo Tribe, in the form of historical document, location map, and physical form of Bajo Tribe house building and other objects in the field. Phenomenological method used in this study, because the main consideration associated with the main problem in research that is related to the meaning in society. The rationalistic and naturalistic paradigms support knowledge relating to the particular meaning that comes from society. Phenomenology is the study of the meaning of sharing experiences about a phenomenon. The main target is to understand the meaning of a concrete relationship that describes the original experience of a specific situation. The purpose of this research is to analyze spatial phenomenon that formed in the form of spatial system of residence and the aspects underlying the establishment of spatial settlement arrangement of Bajo Tribe in Wuring kampung area. This research as an effort to identify the initial condition until the formation of Wuring area settlement which includes the main thoughts about the planning of the function, shape, variety of forms and its development related to the events behind the formation of the spatial order of the settlement. The results of this study provide an overview of the spatial phenomenon of Bajo tribal people on the coast of Wuring area in Maumere City is the concept of spatial order that can be seen from the pattern of space utilization seen spatially vertical and spatial horizontal and axis dah residential that has undergone development as based on socio-cultural aspects and economy. This growing spatial phenomenon is seen in the form of single stage shelters, stage grown and diaruma stage. In the concept of spatial system occupancy is about the organization of space, space orientation and space hierarchy within the scope of micro occupancy also experienced developments that affect the environment messo space. The organization of residential space that is formed a linear organization from front to back which consists of several main spaces namely paselo (front porch), bundaang (living room), buliang (family room), tingnga (bedroom), dapurang (kitchen) and tatambe (back porch). Spatial orientation in the environment shows in a space that is space of the sea, on the path of circulation that is the road and on the imaginary axis is a row of houses neatly arranged in front and side. There is also the orientation of space in which there is a certain space, especially the bedroom (tingnga) arranged in a linear or oriented to a space that is behind the bedroom is always parallel to the bedroom in front of him and his face on the space bundaang and buliang in front of him. The hierarchy of space shows that the spaces within the Bajo residence are divided into 2 (two) large parts of semi-public bamboo (spaces) and semi (semi-private) backyard which must be present in the houses of the Bajo tribe as both gives a hierarchical meaning to every ceremony or ritual custom done in the house with the firm boundary that separates these two spaces is a massive wall with door access located in the middle. This is a hierarchical spatial phenomena in houses Bajo, so that by the Bajau community called the ma'bunda-ang (located in front) and ma'buli-ang (that was in the back). Therefore it can be concluded that in general there is a phenomenon of spatial occupancy of the Bajo namely the fabric of space in the development process (micro) form ma'buli-ma'bunda phenomenon and the phenomenon of panggung tumbuh and panggung diaruma phenomenon which affects the order of neighborhoods thrive messo toward the ocean. Besides the aspects of non-physical as spacing-aspects of society Bajo underlying the establishment of the order of spatial settlement in the area of the village Wuring, namely by the activity of the community in an environmental setting in the form of the use of micro space occupancy and messo environment in activity, while doing activity, activity type (social, culture, economy) and activity actors that is group of adult men and women and children as well as by other socio-cultural factors underlying the formation of spatial phenomenon of Bajo tribe community in coastal Wuring, among others, because internal factors include education level , income, increase or decrease in the number of family members as well as external factors include the natural environment, other cultural influences and government intervention.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/728.37/GOB/f/2017/041706574
Uncontrolled Keywords: RCHITECT - DESIGNED HOUSE, INTERIOR DECORATION, INDONESIA - MAUNERE, HUMAN SETTLEMENTS
Subjects: 700 The Arts > 728 Residential and related buildings > 728.3 Specific kinds of conventional housing > 728.37 Separate houses
Divisions: S2/S3 > Magister Arsitektur Lingkungan Binaan, Fakultas Teknik
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 14 Aug 2017 07:00
Last Modified: 19 Oct 2020 06:08
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/1264
[thumbnail of BAGIAN DEPAN.pdf] Text
BAGIAN DEPAN.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (832kB)
[thumbnail of 11 BAB I - Tesis.pdf] Text
11 BAB I - Tesis.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (56kB)
[thumbnail of 12 BAB II - Tesis.pdf] Text
12 BAB II - Tesis.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)
[thumbnail of 13 BAB III - Tesis.pdf] Text
13 BAB III - Tesis.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (966kB)
[thumbnail of 14 BAB IV - Tesis.pdf] Text
14 BAB IV - Tesis.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (40MB)
[thumbnail of 15 BAB V - Tesis.pdf] Text
15 BAB V - Tesis.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (24kB)
[thumbnail of DAFTAR PUSTAKA.pdf] Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (43kB)

Actions (login required)

View Item View Item