Helen, Lydia (2018) Pola Tumpangsari Tanaman Kacang Merah (Vigna Angularis) Pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum L.) Varietas Granola. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman umbi yang kaya akan karbohidrat dan dapat digunakan sebagai bahan makanan pengganti makanan pokok. Kentang merupakan salah satu makanan pokok dunia karena berada pada peringkat ke tiga tanaman yang dikonsumsi masyarakat dunia setelah beras dan gandum (International Potato Center, 2013). Produksi kentang diIndonesia dari tahun 2011 sampai 2014 meningkat dari 955.488 ton ha-1 hingga 1.347.845 ton ha-1 namun menurun dari tahun 2014 ke 2015 menjadi 1.219.270 ton ha-1 (Badan Pusat Statistik, 2016). Sasaran produksi kentang pada tahun 2015-2019 terus mengalami peningkatan (Kementrian Pertanian Republik Indonesia, 2015). Salah satu cara untuk meningkatkan produksi kentang yaitu dengan memperhatikan pola tanam. Pola tanam tumpangsari merupakan salah satu pola tanam dengan memanfaatkan lahan seefisien mungkin dengan menanam tanaman budidaya lebih dari satu jenis tanaman dalam suatu lahan. Untuk meningkatkan produksi pada pola tanam tumpangsari, diperlukan pengaturan pertanaman yang baik, yaitu dengan mengatur jarak tanam atau populasi tanaman per satuan luas, dan pemilihan waktu tanam serta varietas tanaman yang tepat (Zamroni, 2003). Tumpang sari tanaman kacang merah pada kentang berguna memanfaatkan lahan semaksimal mungkin dan meningkatkan produksi pada tanaman kentang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan pada tanaman kentang (S. tuberosum L.) yang ditanam secara tumpangsari dengan tanaman kacang merah (V. angularis) dan mengetahui populasi dan waktu tanam kacang merah yang tepat dengan sistem tumpangsari dengan tanaman kentang untuk mendapatkan produksi kedua tanaman yang optimal. Hipotesis penelitian ini ialah penanaman kacang merah 4 minggu setelah tanam dengan populasi tinggi pada tanaman kentang akan menghasilkan produksi kedua tanaman yang tinggi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2018. Di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur. Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi, timbangan analitik, leaf area meter (LAM), oven dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi bibit kentang (S. tuberosum L.) varietas Granola G2, benih kacang merah varietas Lokal, pupuk kandang ayam, pupuk urea (45% N), pupuk SP-36 (36% P2O5), pupuk KCL (60% K2O), Fungisida Kloratonil 75% untuk menanggulangi jamur Phytophtora infestans, insektisida Klorpifirifos 200g/l dan Karbofuran 3%. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ialah Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan kontrol (Orthogonal Kontras) yang terdiri dari Petak utama dan Anak petak dengan 3 ulangan yaitu: K : Kontrol (Monokultur) ; Petak Utama : Saat tanam Tumpangsari Kacang Merah (S) : S1 : Bersamaan tanam, S2 : 2 minggu setelah tanam, S3 : 4 minggu setelah tanam; Anak Petak : Jarak Tanam Kacang Merah (P) : P1 : 70 cm x 90 cm, P2 : 70 cm x 60 cm, P3 : 70 cm x 30 cm.Pelaksanaan percobaan yaitu melakukan persiapan bibit, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan panen. Penelitian menggunakan pengamatan destruktif, pengamatan panen, analisis pertumbuhan tanaman, dan NKL (Nisbah Kesetaraan Lahan). Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) dengan taraf 5% yang ii bertujuan untuk mengetahui pengaruh nyata antar perlakuan. Apabila terdapat pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) dengan taraf 5%. Hasil uji Ortogonal kontras menunjukkan perlakuan tumpangsari menghasilkan nilai pertumbuhan dan hasil tanaman kentang yang lebih rendah dibandingkan perlakuan monokultur. Bobot umbi segar tanaman kentang pada perlakuan tumpangsari rata-rata menurun hingga 344,12 g tan-1 dibanding perlakuan monokultur. Tumpangsari kacang merah dengan jarak tanam yang semakin rapat pada jarak 70 x 30 cm akan menurunkan bobot umbi tan-1 hingga 286,79 g per tanaman. Interaksi perlakuan saat tanam dan jarak tanam kacang merah menghasilkan nilai jumlah umbi tertinggi pada perlakuan 2 MST dengan jarak 70 x 60 cm menghasilkan 15 umbi tan-1 dan terendah pada perlakuan bersamaan tanam dengan jarak 70 x 30 cm menghasilkan 7 umbi tan-1. Perlakuan bersamaan tanam dan jarak tanam kacang merah 70 x 30 cm menghasilkan nilai pertumbuhan dan hasil panen kentang lebih rendah dibanding perlakuan yang lain. Hasil panen kacang merah tertinggi didapat dari perlakuan bersamaan tanam dan jarak tanam 70 x 30 cm. Produktivitas lahan tumpangsari lebih tinggi dari pada monokultur karena pada semua perlakuan menunjukan nilai NKL > 1. Nilai NKL tertinggi didapat pada perlakuan bersamaan tanam dan jarak tanam 70 x 60 cm dengan nilai 1,96.
English Abstract
Potato (Solanum tuberosum L.) is a tuber plant which is rich of carbohydrates and can be used as staple food replacement. The potato is one of the global staple foods because it is the third most consumed staple food in the world after rice and wheat (International Potato Center, 2013). Potato production in Indonesia increased from 955,488 ton/ha in 2011 to 1,347,845 ton/ha in 2014 but decreased between 2014 and 2015 to 1,219,270 ton/ha (Badan Pusat Statistik, 2016). Target of potato production is always increasing in 2015-2019 (Kementrian Pertanian Republik Indonesia, 2015). Among ways to increase the production of potatoes is the use of patterns of cultivation. The intercropping pattern is one of cropping patterns by utilizing the land as efficient as possible by planting more than one type of plant in a farm. To increase the production of intercropping pattern, a good planting arrangement is needed, by setting up trunks or plant population per unit area, and the selection of planting time and proper plant varieties (Zamroni, 2003). Red bean crop intercropping on potato land utilizing the land the most usefully and increasing the production of the potatoes. This research purpose to observes the growth on plants of potato (S. tuberosum L.) grown in intercropping with red bean plant (V. angularis) and to observes the population and the right planting time of red bean intercropping system with potato plants to get the optimal both plant production. The hypothesis of this research is that planting beans 4 weeks after planting with a high population on potato plant will produce a high crop production for both of the plants. The research was conducted in February to June 2018 in Sumber Brantas village, Bumiaji, Batu city. Tools which are used in the research are meter rope stationery, analytic scales, ovens and cameras. The materials were used in the research are potatoes seed (S. tuberosum L.) varieties of Granola G4, seed red bean (V. angularis) varietes of Local, chicken manure, nitrogen fertilizer (in the form of urea: 45% N), phosphorus (in the form of SP-36:36% P2O5), potassium (KCL form: 60% K2O), fungicide (Kloratonil) 75% to get rid of Phytophtora infestans fungus, insecticides Klorpifirifos 200 g/l and Karbofuran 3% to cope with pests at the time of the attack. This research used Split Plot Design with control (Orthogonal contrast) consisting of 2 factor:and 3 repeat K: control (Monoculture); Factor I: Red Bean Intercropping Planting Time (S): S1: planting Together, S2: 2 weeks after planting, S3: 4 weeks after planting; Factor II: Red Bean Plant With Plant Spacing (P): P1: 70 cm x 90 cm, P2: 70 cm x 60 cm, P3: 70 cm x 30 cm. In the experiment implementation consist of seed preparation, land preparation, planting, maintenance, and the harvest. This research has destructive observation, plant growth analysis, yield observation, and LER (Land Equivalent Ratio). The data analyzed using the analysis range (F test) on 5% level that aims to find out the real influence between treatments. If there is any real influence, it will be continued with the Duncan Multiple Range Test (DMRT) on 5% level. Orthogonal contrast test shows intercropping treatment resulted in lower growth and yield of potato crops than monoculture treatment. The weight of fresh potato tubers in the intercropping treatment on average decreased to 344,12 g per iv plant compared to monoculture treatment. Intercropping of red beans with increasingly dense spacing with a distance of 70 x 30 cm will reduce the weight of tuber to 286,79 g of tub per plant. Treatment interaction at planting time and plant spacing of red beans resulted in the highest number of tuber values at 2 WAP treatment with plant spacing 70 x 60 cm is yielded 15 tub per plant and the lowest at planting together with plant spacing 70 x 30 cm is yielded 7 tuber per plant. The concurrent treatment of planting and plant spacing of red beans 70 x 30 cm resulted in lower growth rates and potato yields than other treatments. The highest yield of red beans was obtained from planting together and plant spacing 70 x 30 cm. Intercropping land productivity is higher than monoculture because at all treatments showed the value of LER> 1. The highest LER value was obtained at planting together and plant spacing of 70 x 60 cm with a value of 1.96.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | SKR/FP/2018/646/051810108 |
Uncontrolled Keywords: | Tumpang Sari, Kentang, Kacang Merah |
Subjects: | 600 Technology (Applied sciences) > 631 Specific techniques; apparatus, equipment materials > 631.5 Cultivation and harvesting > 631.58 Special methods of cultivation |
Divisions: | Fakultas Pertanian > Agroekoteknologi |
Depositing User: | Nur Cholis |
Date Deposited: | 05 Oct 2018 06:02 |
Last Modified: | 20 Oct 2021 10:30 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/12383 |
Preview |
Text
LYDIA HELEN.pdf Download (3MB) | Preview |
Actions (login required)
View Item |