Peranan Pemerintah Dalam Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Industri Kerajinan Marmer (Studi Kasus di Desa Gamping Kecamatan Campurdarat Kabupaten Tulungagung),

Dewi, Berlina Puspa (2010) Peranan Pemerintah Dalam Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Industri Kerajinan Marmer (Studi Kasus di Desa Gamping Kecamatan Campurdarat Kabupaten Tulungagung),. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Pembangunan didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara radar dan terencana yang ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nationbuilding). Dalam rangka mempercepat pembangunan, membangun kemandirian, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh wilayah dengan cara memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengatur dan mengelola seluruh potensi sumber daya agar tercipta kegiatan ekonomi yang produktif, maka oleh pemerintah diterbitkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Kewenangan Keuangan Pusat dan Daerah, kemudian kedua Undang-undang tersebut disempurnakan dengan terbitnya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004. Oleh karena itu peran serta dari Pemerintah Daerah dalam membina dan mengembangkan industri kecil sangatlah diperlukan agar usaha industri kecil ini dapat berkembang lebih pesat. Kabupaten Tulungagung yang pada umumnya didominasi oleh struktur batuan yang beraneka ragam membuat daerah ini kaya akan potensi bahan galian gol C (batu gamping, marmer dan fosfat) mengakibatkan daerah ini berkembang menjadi sentra industri kerajinan batu marmer. Sentra industri ini tepatnya berada di Kecamatan Campurdarat Kabupaten Tulungagung dan pembuatan kerajinan marmer ini banyak dijumpai di sepanjang jalan menuju obyek wisata pantai popoh. Industri marmer ini merupakan primadona Kabupaten Tulungagung yang sudah banyak dikenal pembeli dari mancanegara. Akan tetapi akibat krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia pada tahun 1997 membawa dampak terhadap pengrajin marmer di Kecamatan Campurdarat Kabupaten Tulungagung, khususnya Desa Gamping. Banyak pengrajin yang tidak mampu menjalankan usahanya karena berbagai permasalahan yang mengakibatkan banyak dari mereka yang menutup usahanya atau gulung tikar. Keadaan yang pasang surut membuat usaha tidak berjalan lancar sehingga sebagian pemilik usaha menutup usahanya. Hal inilah yang menuntut Pemerintah Kabupaten Tulungagung khususnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tulungagung untuk berperan aktif dalam memberdayakan industri marmer, mengingat kontribusi yang diberikan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dengan fokus penelitian yaitu apa raja Peran Pemerintah Kabupaten Tulungagung dalam mengembangkan industri marmer. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam memberdayakan dan mengembangkan industri marmer, Pemerintah Kabupaten Tulungagung telah berupaya dengan menyediakan modal usaha, fasilitasi teknologi, dan pembinaan sumber daya manusia. Penyediaan modal disini maksudnya pihak Disperindag Kabupaten Tulungagung mempunyai kewenangan memberikan rekomendasi dan bantuan modal yang telah dianggarkan bagi para pengrajin yang akan mengajukan kredit. Pada fasilitasi teknologi dan pembinaan SDM, Disperindag Kabupaten Tulungagung mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi para pengrajin marner, namun tidak dapat rutin diadakan karena harus bergantian dengan industri kecil yang lainnya. Bantuan pemasaran disini Disperindag Kabupaten Tulungagung mengikutsertakan para pengrajin dalam acara pameran-pameran, mengingat pemasaran masih menjadi kendala. Selain itu hasil penelitian melihat perkembangan industri marmer dari beberapa hal yaitu: jumlah pengrajin yang sedikit demi sedikit mengalami peningkatan, sedangkan jumlah tenaga yang terserap mengalami penurunan tidak seperti jumlah pengrajin yang terus meningkat, untuk tingkat pendapatan yang diperoleh dari pengrajin dan buruh yang bekerja sangat bergantung pada permintaan akan kerajinan manner, apabila dilihat dari segi pemasaran hasil usaha dan modal usaha tetap menjadi kendala bagi industri kecil. Oleh sebab itu dengan sulitnya pemasaran produk kerajinan marmer, Bupati Tulungagung meminta pengrajin untuk melakukan inovasi produk agar mampu bersaing dan memenuhi selera pasar. Di sisi lain penelitian juga menunjukkan adanya beberapa faktor-faktor pendukung dan penghambat yang dialami oleh Pemerintah Kabupaten Tulungagung dalam mengembangkan industri manner. Adanya pembangunan dan otonomi daerah telah memberikan kesempatan pada Pemerintah Daerah untuk memiliki peran yang lebih dalam mengembangkan industri marmer dan dalam perannya untuk memberdayakan industri tersebut terdapat suatu kebijakan yang disebut dengan RIPPIK (Rencana Induk Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil dan Kerajinan), sedangkan yang menjadi faktor penghambat adalah kurangnya tenaga teknis yang tersedia dan minimnya dana yang dianggarkan untuk dapat mengadakan kegiatan seperti pendidikan dan pelatihan.

English Abstract

The development can be defined as a set of exertions to realize the expected and planned growth and change by a nation state to arrive at the modernity in the nation-building framework. Considering the demands of development acceleration, self-support building, and the distribution of development and the output throughout the locals by giving a chance for the locals to produce a productive economical activity, the government issues Act No.2 of 1999 on The Local Government and Act No. 25 of 1999 on the Balance Between Central and Local Finance Authorities. Both Acts seem amended with the issue of Act No.32 of 2004 and Act No.33 of 2004. Therefore, the local government has an important role in planning and developing small industries. Tulungagung Regency seems geographically dominated by the structure of various stones. Indeed, this regency has been enriched by mining material class C (limestone, phosphate-clan marble). This industrial center precisely remains at Campurdarat Subdistrict, Tulungagung Regency. The marble handcraft can be seen along the road toward the Popoh Beach Tourist Resort. This marble industry must be the primary business of Tulungagung Regency as widely known by the foreigner. The economic crisis affects Indonesian in 1997, bringing with the great impact on the marble artisans at Campurdarat Subdistrict, Tulungagung Regency, especially in Gamping Village. Many artisans fail to keep with the business due to some problems, only resulting in the bankruptcy or the closed enterprise. This unstable trend really provides the difficult choice to the entrepreneurs. Therefore, the government of Tulungagung Regency, through its Industry and Trade Official of Tulungagung Regency, takes an active action to empower the marble industry, taking account its contribution so far. Research employs qualitative method with descriptive approach to focus on the role played by the government of Tulungagung Regency in developing marble industry. The results of research show that in the process to develop and to empower the marble industry, the government of Tulungagung Regency works hard to provide business capital, technology facility, and the planning of human resource. The capital provision will be administered by the Industry and Trade Official of Tulungagung Regency with its authority to recommend and helped with give some capital to the artisans for credit application . Taking account the technological facility and the planning of human resource, the Industry and Trade Official of Tulungagung Regency conducts a session of education and training for the marble artisans but with less periodical frequency because of the shared usage with other small industries. The marketing aid given by the Industry and Trade Official of Tulungagung Regency involves inviting the artisans to the show events. Results of research also find some development indicators at marble industry. The previously small number of artisans starts to grow. The number of the absorbed workers into employment declines, while the number of artisans increases. The income received by the artisans and the workers relies on the demand of marble handcraft, especially seen from the marketing and the capital aspects in the small industries. Therefore, regarding to the difficulty of marketing for the marble handcraft products, the Reagent of Tulungagung requires the artisans to innovate the product to compete and to meet the market taste. Research also examines the supporting and constraining factors faced by the government of Tulungagung Regency in developing the marble industry. The local’s development and autonomy give a chance for the local government to have deep engagement to develop the marble industry and to improve its role to empower this industry. A policy called as RIPPIK (Rencana Induk Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil dan Kerajinan) may exist as the result. The constraining factor concerns with the lack of technical worker and the limited fund to be budgeted for the supporting activities such as the education and training

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FIA/2010/63/051000379
Subjects: 300 Social sciences > 351 Public administration
Divisions: Fakultas Ilmu Administrasi > Ilmu Administrasi Publik / Negara
Depositing User: Budi Wahyono Wahyono
Date Deposited: 04 Nov 2015 10:03
Last Modified: 17 Nov 2021 06:41
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/114673
[thumbnail of 051000379.pdf]
Preview
Text
051000379.pdf

Download (3MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item