DitaFatoni, Muhammad (2017) Eksistensi Kerahasiaan Bank Terkait Dengan Tindakan Diskresi Kepolisian Dalam Tindak Pidana Penipuan (Analisis Yuridis Pasal 42 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Bank dalam pembangunan ekonomi nasional memiliki tujuan penting dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, eksistensi bank tidak terlepas dari kepercayaan masyarakat terhadap bank dalam memberikan jaminan rasa aman terhadap masyarakat yang menyimpan uang atau bentuk lainya kepada bank dengan menjaga kerahasiaan data masyarakat yang menjadi nasabah bank bersangkutan. Bank di Indonesia dalam menjaga kerahasiaannya bersifat nisbi, maksudnya menjaga kerahasiaan bank mutlak menjadi kewajiban bank, tetapi pada hal-hal tertentu bank dapat memberikan informasi mengenai rahasia data nasabah sebagaimana termaktub dalam Pasal Pasal 41 sampai dengan 44 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yakni alasan bidang perpajakan, piutang bank yang sudah diserahakn kepada badan urusan piutang dan lelang, masalah pidana, masalah perdata, pembagian informasi dengan bank lain. Permasalahan pengecualian rahasia bank yakni pada Pasal 42 tersebut bahwa untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana dapat diberikan pengecualian kepada polisi, jaksa atau hakim atas izin Pimpinan Bank Indonesia. Akibatnya aparat penegak hukum khususnya kepolisian yang berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan di tahap awal proses pencarian barang bukti atau pelaku seperti dalam tindak pidana penipuan yang dilakukan nasabah, mengakibatkan tidak dapat bekerja secara cepat dan efisien, sebab harus mendapatkan izin dari Bank Indonesia. Permasalahan kedua, permintaan keterbukaan informasi rahasia bank salah satunya dilakukan oleh Kepala Kepolisian RI, akibatnya kasus yang terjadi di daerah harus melalui tahap koordinasi dengan Kepolisian pusat untuk dapat memohon keterbukaan informasi rahasia bank. Oleh karena itu, Pasal 42 menunjukan pengecualian rahasia bank dalam perkara pidana sebagai jaminan perlindungan terhadap korban dapat dibuka informasinya, tetapi kekurangan dalam pengaturan tersebut yakni inefektifitas prosedural permohonan rahasia bank, sehingga perlu dilakukan reformulasi Pasal 42 tersebut sebagai bentuk upaya preventif sedangkan upaya represif yang dapat dilakukan yakni diskresi kepolisian dalam membuka informasi rahasia bank terhadap kasus tindak pidana penipuan yang menjadi fokus kajian penulis. Diskresi kepolisian apabila dipandang kaku maka bertentangan dengan Pasal 42 tetapi apabila hukum dipandang tidak kaku terlebih untuk penegakan hukum dan perlindungan korban maka diskresi kepolisian dapat dibenarkan, sehingga wujud dari diskresi Kepolisian yakni kepolisian dapat mengajukan pembuatan nota kesepamahan atau dikenal dengan istilah Memorandum of Understanding (MOU) antara Kepolisan, Kejaksaan atau Mahkamah Agung dan Bank Indonesia terkait pengkhususan untuk kepentingan perkara pidana agar pembukaan informasi rahasia bank yang tercantum dalam Pasal 42 tersebut dibuat prosedur yang sesederhana mungkin.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | SKR/FH/2017/32/051703147 |
Subjects: | 300 Social sciences > 345 Criminal law > 345.02 Criminal offenses > 345.026 3 Specific crimes and classes of crime (Fraud) |
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | Sugiantoro |
Date Deposited: | 17 Apr 2017 08:47 |
Last Modified: | 22 Oct 2021 10:02 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/112935 |
Preview |
Text
SKRIPSI_M.Dita_Fatoni_135010112111001.pdf Download (2MB) | Preview |
Actions (login required)
View Item |