Abdillah, Sukma Puspita Aziz (2017) Perjanjian Kawin Yang Dibuat Setelah Perkawinan (Studi Normatif Penetapan Pengadilan Negeri Nomor: 459/Pdt/P/2007/PN.Jkt.Tmr pasca berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 69/PUU-XII/2015). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan limitasi pembuatan perjanjian perkawinan berdasarkan UU Perkawinan yang menyebutkan bahwa perjanjian kawin harus dilaksanakan pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkam, Namun pada perkembangannya adanya Penetapam Pengadilan Negeri Nomor 459/Pdt/P/2007/PN.Jkt.Tmr tentang pembuatan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung yang mengabulkan permohonan pasangan suami isteri karena alasan tidak bertentangan dengan hukum, agama dan kesusilaan, kealpaan dan ketidaktahuan aturan hukum serta adanya risiko yang mungkin timbul dikarenakan pekerjaan suami dan isteri memiliki konsekuensi dan tanggung jawab pada harta bersama. Ketentuan tentang waktu pembuatan perjanjian kawin dalam UU Perkawinan yang secara tegas mengatur sebelum dan pada saat perkawinan, pembuatan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nmor 69/PUU-XII/2015 atas permohonan pengujian materiil terhadap Pasal 29 UU Perkawinan karena pemohon merasa hak dasar asasi manusianya sebagai Warga Negara Indonesia telah dirampas karena adanya limitasi waktu pembuatan perjanjian kawin. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan pengujian materiil Pasal 29 tersebut dengan pertimbangan bahwa frasa “sejak perkawinan dilangsungkan” dalam pasal 29 ayat (3), dan frasa “selama perkawinan berlangsung” dalam Pasal 29 ayat (4) telah membatasi 2 orang individu untuk melakukan atau kapan akan melakukan “perjanjian”, sehingga bertentangan dengan Pasal 28E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 secara bersyarat sepanjang dimaknai termasuk pula selama dalam ikatan perkawinan. Artinya tafsir Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 29 UU Perkawinan membolehkan pembuatan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung atau selama ikatan perkawinan berlangsung yaitu “Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan”. Berdasarkan hal tersebut di atas, skripsi ini mengangkat rumusan masalah: (1) Bagaimanakah kepastian hukum perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan dalam Penetapan Pengadilan Negeri Nomor 459/Pdt/P/2007/PN.Jkt.Tmr dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XII/2015? dan (2) Apakah akibat hukum yang ditimbulkan dari perjanjian kawin terhadap harta suami istri pasca berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XII/2015 Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) yang mengacu pada penggunaan bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan peneliti adalah dengan studi xv kepustakaan (library research) dan dengan menggunakan teknik analisis hukum argumentasi hukum yaitu melakukan pengkajian terhadap ratio decidenci atau reasoning terhadap kasus dan pertimbangan putusan Dari hasil penelitian dengan metode di atas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan hukum yang ada bahwa perkembangan hukum dalam masyarakat tentang pembuatan perjanjian kawin tidak hanya dibuat pada saat atau sebelum perkawinan tetapi juga setelah perkawinan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya Penetapan Pengadilan Negeri No.459/Pdt/P/2007?PN.Jkt.Tmr. Namun setelah adanya Putusan MK No. 69/PUU-XII/2015, perjanjian kawin dapat dibuat setelah perkawinan dan sah selama dalam ikatan perkawinan sehingga telah memberikan kepastian hukum terhadap perjanjian kawin dan memberikan kebebasan bagi pasangan suami isteri untuk menentukan kapan membuat perjanjian kawin serta isi perjanjian kawin dengan pembatasan selama dalam ikatan perkawinan. Sedangkan akibat hukum dari pembuatan perjanjian kawin setelah perkawinan terhadap harta, hutang piutang serta kesepakatan lain setelah disahkannya perjanjian kawin terpisah menjadi milik masing-masing pihak. Sedangkan harta, utang piutang dan kesepakatan lain sebelum perjanjian disahkan tetap menjadi harta bersama serta bagi pihak ketiga akan terikat setelah perjanjian disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan atau Notaris. Sehingga menurut penulis perlu dilakukan perlunya pengaturan lebih lanjut mengenai peran Notaris dan Pegawai Pencatat Perkawinan, dalam hal membuat perjanjian kawin sebelum atau pada saat perkawinan tetapi juga setelah berlangsungnya perkawinan sesuai dengan amanat putusan MK.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | SKR/FH/2017/112/051704785 |
Subjects: | 300 Social sciences > 340 Law |
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | Yusuf Dwi N. |
Date Deposited: | 20 Jun 2017 14:01 |
Last Modified: | 05 Jul 2022 07:48 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/112912 |
![]() |
Text
SUKMA PUSPITA AZIZ ABDILLAH.pdf Download (2MB) |
Actions (login required)
![]() |
View Item |