PuspitaSariMumpuni (2006) Pelanggaran Wilayah Udara Indonesia Oleh Pesawat F-18 AS Ditinjau Konvensi Chicago 1944 Dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas tentang masalah kasus pelanggaran wilayah udara oleh F-18 AS yang terjadi di Pulau Bawean ditinjau dari Konvensi Chicago 1944 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992, karena berkaitan dengan kedaulatan negara Indonesia yang wajib ditegakkan dan dijaga dari setiap gangguan dan ancaman pihak asing. Penulis berusaha pula untuk memberikan pemikiran mengenai antisipasi yang sekiranya dapat digunakan untuk menangkal kemungkinan terjadinya pelanggaran yang serupa karena kondisi wilayah udara yang demikian luas sehingga rawan dengan bentuk-bentuk pelanggaran wilayah udara Indonesia oleh negara asing. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang mengkaji tentang pelanggaran wilayah udara Indonesia yang dilakukan oleh F-18 AS di atas wilayah udara perairan Pulau Bawean. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengkaji dan menganalisa peraturan yang ditetapkan secara yuridis terhadap kasus yang ada. Kemudian seluruh bahan hukum yang ada baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier dianalisa secara deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian terhadap sumber hukum yang ada penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa pesawat F-18 milik AS telah melanggar ketentuan Konvensi Chicago 1944 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Adapun pelanggaran yang telah dilakukan oleh pesawat F-18 ini antara lain : 1) Penerbangan yang dilakukan oleh pesawat F-18 Hornet AS telah memasuki wilayah udara kepulauan Indonesia dan dilakukan tanpa ijin dan persetujuan dari Negara Indonesia, 2) Tidak menaati ketentuan ICAO untuk melapor keberadaannya kepada ATC setempat, 3) Pesawat F-18 telah melakukan manuver yang dapat dikategorikan manuver latihan perang-perangan sehingga mengganggu jalur, penerbangan sipil yang berada di wilayah penerbangan sipil internasional lainnya, dan 4) Adanya perbedaan pendapat mengenai pemberlakuan hukum internasional mengenai pelayaran dan penerbangan di suatu wilayah perairan suatu negara. Antisipasi yang dapat diupayakan oleh pemerintah Indonesia antara lain : 1) Mengadakan konsultasi informal secara bilateral dengan negara Amerika dan dengan negara lain, 2) Melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam hak lintas alur laut kepulauan, 3) Meningkatkan kemampuan Pertahanan Udara dengan melengkapi unsur-unsur Pertahanan Udara, 4) Meningkatkan sistem pengawasan berupa Maritime Air Surveillance untuk mencakup wilayah perairan dan kepulauan Indonesia yang sangat luas, 5) Perlu adanya koordinasi yang baik dan teratur di antara instansi terkait dan 6) Pemerintah bersama-sama dengan DPR diharapkan dapat melanjutkan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992. Menyikapi fakta-fakta tersebut di atas, maka perlu kiranya dilakukan penataan ulang ruang Indonesia, pengelolaan ruang udara nasional secara profesional dan menyeluruh, pembangunan sistem keamanan perbatasan yang memadai dan solid, peningkatan kemampuan TNI AU dan adanya konfirmasi secara bilateral dengan negara lain mengenai alur laut kepulauan Indonesia.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | SKR/FH/2006/187/050602856 |
Subjects: | 300 Social sciences > 340 Law |
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | Unnamed user with email repository.ub@ub.ac.id |
Date Deposited: | 15 Jun 2009 10:05 |
Last Modified: | 28 Oct 2021 02:54 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/109683 |
Preview |
Text
050602856.pdf Download (2MB) | Preview |
Actions (login required)
View Item |