Kajian Pendapatan Usahatani Monokultur Cabai Keriting Dan Tumpangsari Jagung Dengan Cabai Rawit Pada Lahan Kering Di Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar

Duani, Iga Tyanita (2018) Kajian Pendapatan Usahatani Monokultur Cabai Keriting Dan Tumpangsari Jagung Dengan Cabai Rawit Pada Lahan Kering Di Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Pertanian merupakan sektor yang menjadi andalan dan tumpuan kehidupan masyarakat Indonesia karena Indonesia merupakan negara agraris sehingga akibatnya banyak masyarakat Indonesia yang berprofesi menjadi petani. Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang menjadi lumbung pangan utama nasional. Daerah penyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur, kabupaten Blitar salah satu daerah di Jawa Timur yang berkontribusi terhadap PDRB Jawa Timur dalam sektor pertanian. Komoditas unggulan dari Kabupaten Blitar adalah padi dan jagung. Tahun demi tahun luas lahan semakin berkurang mengingat pertumbuhan penduduk tidak dapat dihindari. Hal ini yang memaksa petani untuk lebih selektif dalam memanfaatkan lahan secara optimal dan efisien supaya pertanian tetap menjadi sektor yang memiliki potensi lebih bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kecamatan Binangun salah satu daerah di Kabupaten Blitar yang mengembangkan sektor pertanian dengan memanfaatkan lahan yang terbatas untuk usahatani berbagai macam tanaman dengan menggunakan sistem pola tanam yang bermacam-macam guna meningkatkan pendapatan petani. Komoditas pangan yang paling banyak dibudidayakan di Kecamatan Binangun adalah jagung, sedangkan untuk komoditas hortikultura yang banyak dibudiyakan adalah cabai rawit dan cabai keriting. Sistem pola tanam yang diterapkan untuk usahatani jagung ditumpangsari dengan cabai rawit dan untuk usahatani cabai keriting menggunakan sistem pola tanam monokultur. Lahan pertanian di daerah setempat adalah lahan kering dimana berusahatani pada lahan kering tidak sepenuhnya mudah karena pada lahan kering sistem irigasinya hanya mengandalkan dari curah hujan. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi hasil panen dari usahatani yang kemudian berpengaruh terhadap besar pendapatan yang diperoleh petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis tingkat pendapatan petani dalam usahatani tumpangsari jagung dengan cabai rawit dan monokultur cabai keriting pada lahan kering di Kecamatan Binangun, menganalisis tingkat kelayakan R/C rasio usahatani tumpangsari jagung dengan cabai rawit dan monokultur cabai keriting pada lahan kering di Kecamatan Binangun serta mendeskripsikan dan menganalisis alasan petani memilih berusahatani tumpangsari jagung dengan cabai rawit atau monokultur cabai keriting pada lahan kering pada lahan kering di Kecamatan Binangun. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam pada penelitian ini yaitu menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer deiperoleh dari wawancara langsung dengan petani, melakukan observasi dan didukung dokumentasi, sedangkan data sekunder diperoleh dari sumber-sumber terkait, literatur yang relevan, hasil penelitian terdahulu, dan instansi-instansi terkait dengan penelitian ini. Pada metode pengolahan dan analisis data menggunakan bantuan kalkulator atau menggunakan aplikasi Microsoft Excel serta disajikan dalam bentuk tabulasi dan diuraikan secara deskriptif, untuk menganalisis data menggunakan analisis usahatani, analisis uji beda rata-rata dua sampel bebas ii (independent sample t-test) dan analisis kelayakan usahatani, sedangkan untuk analisis alasan petani memilih usahatani menggunakan analsis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dari penelitian antara lain: 1. Rata-rata pendapatan usahatani monokultur cabai keriting lebih tinggi dibanding usahatani tumpangsari jagung dengan cabai rawit. Rata-rata pendapatan usahatani monokultur cabai keriting sebesar Rp 54.179.546,67 per rata-rata luasan lahan 0,3568 Ha, sedangkan pendapatan rata-rata usahatani tumpangsari jagung dengan cabai rawit sebesar 36.026.190,00 per luasan rata-rata 0,3493 Ha. Rata-rata pendapatan per luasan hektar usahatani monokultur cabai keriting sebesar Rp 160.310.138,90 dan rata-rata pendapatan usahatani tumpangsari jagung dengan cabai rawit sebesar Rp 105.837.220,40. Secara statistik, terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata pendapatan usahatani monokultur cabai keriting dengan rata-rata pendapatan usahatani tumpangsari jagung dan cabai rawit dimana pendapatan monokultur cabai keriting lebih tinggi dibanding pendapatan usahatani tumpangsari jagung dengan cabai rawit per luasan yang sama yaitu per hektar. 2. Nilai R/C ratio untuk usahatani monokultur cabai keriting adalah 5,06 dan nilai R/C ratio untuk usahatani tumpangsari jagung dengan cabai rawit sebesar 5,14 yang berarti usahatani monokultur cabai keriting dan tumpangsari jagung dengan cabai rawit sama-sama layak diusahatanikan. 3. Rata-rata alasan petani memilih usahatani monokultur cabai keriting atau tumpangsari jagung dengan cabai rawit jika dilihat dari variabel adanya pasar untuk hasil usahatani, teknologi yang senantiasa berkembang, tersedianya saprodi secara lokal, adanya perangsang produksi bagi petani, dan tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu adalah sebagaii berikut : - Alasan rata-rata petani responden memilih usahatani monokultur cabai keriting antara lain: permintaan produksi cabai keriting yang tinggi, lebih menguntungkan daripada usahatani yang lain, untuk penyediaan benih cabai keriting mudah diperoleh, selain itu dengan berusahatani monokultur cabai keriting dapat mempererat tali persaudaraan dengan petani atau pedagang lain, akses jalan antara lahan ke pedagang/ rumah petani/ pasar/ pengepul/ tengkulak relatif mudah dan pengangkutan cabai keriting dapat diangkut dengan mudah yaitu dengan kendaraan roda 2 atau hanya dijinjing. - Alasan rata-rata petani tumpangsari jagung dengan cabai rawit antara lain : permintaan produksi tanaman tersebut relatif tinggi, usahatani tumpangsari jagung dengan cabai rawit dapat memperbaiki kondisi tanah yang rusak, ketersediaan tenaga kerja, pupuk dan pestisida untuk usahatani tumpangsari jagung dan cabai rawit relatif mudah diperoleh, ada rasa kepuasan tersendiri yang dirasakan dalam berusahatani tumpangsari jagung dan cabai rawit, dan akses jalan antara lahan ke pedagang/ rumah petani/ pasar/ tengkulak relatif mudah karena jalan sudah di aspal.

English Abstract

Agriculture is a sector that became the mainstay and the foundation of the life of Indonesian people because Indonesia is an agrarian country so that many Indonesian people who work as farmers. East Java is one of the provinces that become the main national food barn. For the contributor of Gross Regional Domestic Product (GRDP) of East Java, Blitar district is one of the areas in East Java that contribute to East Java GRDP in agriculture sector. Leading commodities from Blitar Regency are rice and corn. However, year after year the land area decreases as population growth can not be avoided. This forces the farmers to be more selective in utilizing the land optimally and efficiently so that agriculture remains a sector that has more potential for all Indonesians. Binangun District is one of the areas in Blitar Regency that develops agriculture sector by utilizing limited land for various crop farming using various cropping pattern system to increase farmer's income. The most cultivated food commodities in Binangun District are corn, while for horticultural commodities which are widely cultivated are chili peppers and curly red chili. The system of cropping pattern applied for corn farming is cultivated with chili pepper and for curly red chili farming using monoculture cropping system. Farmland in the local area is dry land where farming on dry land is not entirely easy because on dry land the irrigation system only relies on rainfall. This condition will certainly affect the yield of farming which then affect the large income earned by farmers. This study aims to identify and analyze the income level of farmers in maize intercropping farms with chili pepper and monoculture curly red chili on dry land in Binangun District, to analyze the feasibility of R/C ratio of maize intercropping with chili pepper and monoculture of curly red chili on dry land in Binangun District as well as describing and analyzing the reasons for farmers choosing to farm with intercropping with chili pepper or monoculture of curly red chili on dry land in Binangun District. Data collection method used in this research is using primary data and secondary data. Primary data were obtained from direct interviews with farmers, observation and documentation support, while secondary data were obtained from relevant sources, relevant literature, previous research results, and agencies concerned with the study. The method used in this research is to process the data using the help of calculator or using Microsoft Excel application and presented in tabulation form and described descriptively, to analyze the data using farming analysis, analysis of difference test average (indipendent sample t-test) and feasibility analysis of farming, while for the analysis of reasons farmers choose farming using descriptive analysis with quantitative approach. iv Results of research among others: 1. The average income of monoculture curly red chili is higher than intercropping farm corn with chili pepper. The average income of monoculture curly red chili is Rp 54,179,546.67 per average land area 0,3568 Ha, where as the average income of intercropping corn with chili pepper is Rp 36.026.190,00 per average area 0,3493 Ha. The average income per hectare for monoculture of curly red chili is Rp 160.310.138,90 and the average income per hectare for intercropping of corn with chili pepper is Rp 105.837.220,40. Statistically, there is a significant difference between the average income of monoculture curly red chili with the average income of intercropping corn and chili pepper where the yield of monoculture curly red chili is higher than the income intercropping of corn and chili pepper per area equal per hectare. 2. R/C ratio for monoculture of curly red chili is 5,06 and R/C ratio for intercropping of corn with chili pepper is 5,14 which mean monoculture of curly red chili and intercropping of corn with chili pepper are equally feasible to be cultivated. 3. Average farmers reason for choosing monoculture of curly red chili or intercropping of corn with chili pepper when viewed from the variable of market for farming product, technology that always grow, availability of saprodi locally, existence of production incentive for farmers, and the availability of smooth transportation and continuous is as follows: - The reason of the average farmer of the respondent chooses the monoculture of curly red chilli among others: high demand of curly red chili, more profitable than other farming, for the supply of curly red chili seeds easily obtained, besides with monoculture curly chili monoculture can strengthen the ropes with farmers or other traders, the access road between the land to the trader/farmhouse/market/collectors/wholesalers is relatively easy and the transport of curly chilies can be transported easily with 2-wheeled vehicle or just carrying. - The reason for the average of farmers intercropping corn with chili pepper, among others: the demand for crop production is relatively high, farming intercropping of corn with chili pepper can improve the condition of damaged soil, availability of labor, fertilizers and pesticides for farming intercropping corn and chili pepper relatively easy is obtained, there is a sense of individual satisfaction felt in the intercropping of corn and chili pepper, and the access road between the land to traders / farmers / market / middleman is relatively easy because the road is on the asphalt.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FP/2018/48/051802134
Uncontrolled Keywords: -
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 630 Agriculture and related technologies > 630.92 Farmers
Divisions: Fakultas Pertanian > Sosial Ekonomi Pertanian
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 24 May 2018 00:55
Last Modified: 20 Oct 2021 02:06
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/10943
[thumbnail of 4. BAB III.pdf]
Preview
Text
4. BAB III.pdf

Download (249kB) | Preview
[thumbnail of 5. BAB IV.pdf]
Preview
Text
5. BAB IV.pdf

Download (309kB) | Preview
[thumbnail of 8. DAFTAR PUSTAKA.pdf]
Preview
Text
8. DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (105kB) | Preview
[thumbnail of 6. BAB V.pdf]
Preview
Text
6. BAB V.pdf

Download (710kB) | Preview
[thumbnail of 9.Lampiran.pdf]
Preview
Text
9.Lampiran.pdf

Download (2MB) | Preview
[thumbnail of 7. BAB VI.pdf]
Preview
Text
7. BAB VI.pdf

Download (89kB) | Preview
[thumbnail of 1. Bagian Depan.pdf]
Preview
Text
1. Bagian Depan.pdf

Download (944kB) | Preview
[thumbnail of 2. BAB I.pdf]
Preview
Text
2. BAB I.pdf

Download (176kB) | Preview
[thumbnail of 3. BAB II.pdf]
Preview
Text
3. BAB II.pdf

Download (426kB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item