Sistem Kemitraan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kredit Koperasi Primer Untuk Anggota (Kasus Di Desa Rapak Lambur, Kec. Tenggarong, Kab. Kutai Kartanegara)

Karisma (2012) Sistem Kemitraan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kredit Koperasi Primer Untuk Anggota (Kasus Di Desa Rapak Lambur, Kec. Tenggarong, Kab. Kutai Kartanegara). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Pembangunan agribisnis kelapa sawit merupakan industri yang diyakini bisa membantu pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Hal ini dikarenakan industri kelapa sawit merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui, dan merupakan tanaman yang paling produktif dengan produksi minyak per Ha paling tinggi dari seluruh tanaman penghasil minyak nabati lainnya (Pahan et al, 2005). Agrbisnis kelapa sawit adalah salah satu dari sedikit industri yang merupakan keunggulan kompetitif Indonesia untuk bersaing ditingkat global. Program pengembangan dan pembangunan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan skala besar sangat menguntungkan bagi berbagai aspek, baik ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Ditinjau dari aspek ekonomi, perkebunan kelapa sawit dapat mendukung industri dalam negeri berbasis produk berbahan dasar kelapa sawit. Selain itu, dengan terbangunnya banyak sentra ekonomi di wilayah baru akan mendukung pembangunan ekonomi regional. Ditinjau dari aspek sosial, terjadi penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar dan memperkecil kesenjangan pendapatan petani dengan pengusaha perkebunan. Dari aspek lingkungan, adanya pengembangan dan pembangunan perkebunan kelapa sawit di lahan yang telah lama terbuka dan tidak produktif akan merehalibitasi lahan kritis. Kebijakan pengembangan kelapa sawit perlu diarahkan pada pengembangan usaha kelapa sawit rakyat, agar terjadi keseimbangan arus modal yang selama ini banyak dikuasai pihak swasta dan pemerintah. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (1999) sebelum tahun 1979, hanya pemerintah dan perusahaan besar swasta saja yang memiliki perkebunan kelapa sawit. Sejak saat itu pemerintah memfokuskan pada pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat melalui kemitraan dengan perkebunan besar. Penerapan pola kemitraan yang dicetuskan oleh pemerintah tidak selamanya memberikan keuntungan. Berdasarkan penelitian WALHI tahun 2005, di Ngabang, Pontianak oleh Daliman (WALHI) menyimpulkan bahwa penghasilan petani plasma tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik, hal ini disebabkan oleh produktivitas kebun milik petani plasma yang rendah karena perkebunan inti yang bermitra dengan petani menggunakan input teknologi yang tidak dikuasai petani dan kurangnya pembinaan dari pemerintah dan perusahaan inti. Melihat kondisi diatas maka perlu adanya pengkajian sistem kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit pola Kredit Koperasi Primer untuk Anggota. Perumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1). Bagaimana proses terjadinya kemitraan antara petani kelapa sawit dengan PT. Malaya Sawit Katulistiwa. 2). Bagaimana mekanisme pembentukan kemitraan dengan pola koperasi kredit primer anggota (KKPA) antara Petani kelapa sawit dan PT. Malaya Sawit Katulistiwa. 3). Bagaimana kendala dalam proses pelaksanaan program kemitraan pola KKPA antara Petani dengan PT. Malaya Sawit Katulistiwa. Tujuan dari penelitian ini, adalah: 1). Mengetahui dan mendeskripsikan proses terjadinya kemitraan antara petani kelapa sawit dengan PT. Malaya Sawit Katulistiwa. 2). Mendeskripsikan mekanisme pembentukan kemitraan dengan pola Koperasi Kredit Primer untuk Anggota (KKPA) antara Petani kelapa sawit dan PT. Malaya Sawit Katulistiwa. 3). Mendeskripsikan kendala dalam proses pelaksanaan program kemitraan pola KKPA antara Petani dengan PT. Malaya Sawit Katulistiwa. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif (description research). Daerah penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu di Desa Rapak Lambur, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara. Penentuan lokasi ini didasarkan pada kondisi wilayah yang mendukung untuk pengembangan kelapa sawit maka Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara menjadikan wilayah ini sebagai desa yang mengikuti kegiatan pengembangan kelapa sawit dalam mendukung program pemerintah Gerakan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Kutai Kartanegara (GERBANG DAYAKU II) melalui Dinas Perkebunan. Informan ditentukan secara sengaja (purposive) sebagai bagian dari non-probability sampling, didasarkan pada pertimbangan responden yang menjadi sampel adalah responden yang dianggap bisa memberikan informasi mengenai objek penelitian yang dipilih. Informan merupakan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam observasi partisipasi yang meliputi Pihak PT. Malaya Sawit Katulistiwa, Pihak KUD Tunas Jaya, Pihak Petani peserta Kemitraan Pola KKPA di Desa Rapak Lambur, serta Pihak Kantor Desa Rapak Lambur. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan adalah Analisis Deskriptif Kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka didapat hasil sebagai berikut : 1). Kemitraan Pola KKPA usaha perkebunan kelapa sawit yang dilaksanakan antara PT. Malaya Sawit Katulistiwa dan Petani di Desa Rapak Lambur berlangsung karena diawali terjadinya konflik atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang diperoleh PT. Malaya Sawit Katulistiwa dengan lahan milik penduduk di Desa Rapak Lambur. Sebagai solusi terbaik maka dikeluarkan Surat keputusan No. 521/6115/Prod;/EK tanggal 26 September 2003 oleh Gubernur Kalimantan Timur agar dilakukan penginvetarisasi kembali HGU Lahan milik perusahaan perkebunan di wilayah Kalimantan Timur. Melalui Bupati Kuta Kartanegara di Intruksikan agar dibentuk pola kemitraan dengan hubungan Pola KKPA antara penduduk di Desa Rapak Lambur yang bersengketa dengan PT. Malaya Sawit Katulistiwa. Adapun dasar dari pelaksanaan KKPA di Desa Rapak Lambur adalah Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian No. 73/Kpts/OT.210/2/98 dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil No. 01/SKB/M/11/1998 tentang pengembangan Koperasi Unit Desa di bidang usaha pekebunan dengan pola kemitraan melalui pemanfaatan kredit kepada koperasi primer untuk anggota. 2). Mekanisme pembentukan kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit di Desa Rapak Lambur meliputi Tahapan Persiapan yang terdiri atas masa kontruksi, masa pembangunan fisik kebun, masa penyerahan kebun hingga pelunasan kebun. Dengan sumber dana pembangunan kebun diperoleh melalui pinjaman kredit dari Bank BPD Kaltim sebagai Bank pelaksana yang ditunjuk oleh PT. Permodalan Nasional Madani (PNM) yang merupakan pengelola penyaluran angsuran Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia melalui Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/5/PKR Tanggal 11 februari tahun 2000. Untuk kemudian diteruskan kepada PT. Malaya Sawit Katulistiwa sebagai pihak inti untuk pembangunan kebun plasma milik petani, dan dana pembangunan kebun tersebut akan dikembalikan melalui KUD Tunas Jaya secara kredit dengan pemotongan hasil produksi kebun plasma petani. 3). Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kemitraan pola KKPA di Desa Rapak Lambur antara PT. Malaya Sawit Katulistiwa yaitu adanya penjualan hasil panen tandan buah segar (TBS) plasma kepada pihak luar sperti tengkulak atau cukong, tumpang tindihnya wewenang pengelolaan kebun plasma milik petani antara pihak inti dengan pihak KUD setelah kebun diserahkan kepada KUD. Kurang intensifnya pembinaan terhadap petani plasma sehingga menyebabkan hasil kebun plasma menjadi tidak seragam tiap-tiap kavling, hal ini juga akibat tidak adanya jadwal tetap pembinaan dan pendampingan petani plasma. Adapun saran-saran yang dapat peneliti sampaikan adalah: 1). Pemerintah daerah harus tetap terlibat dan memantau perkembangan jalannya hubungan kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit, sehingga dapat mencegah pelanggaran-pelanggaran perjanjian antara kedua belah pihak yang bermitra. Sehingga tujuan kemitraan KKPA yang saling menguntungkan dapat tercapai. 2). Pihak Inti dan Pihak Petani Plasma sebaiknya tetap berpedoman terhadap butir-butir perjanjian yang ditetapkan bersama pada awal pembentukan kemitraan sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya konflik dalam hubungan kemi

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FP/2012/287/051204008
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 630 Agriculture and related technologies
Divisions: Fakultas Pertanian > Agroekoteknologi
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 02 Nov 2012 14:59
Last Modified: 21 Oct 2021 06:41
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/129084
[thumbnail of 051204008.pdf]
Preview
Text
051204008.pdf

Download (4MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item