Nugroho, Taufik Rizal Dwi Adi and Prof.Dr.lr. Djoko Kestiono,, MS and Prof.Dr.lr. Budi Setiawan,, MS and Dr. tr. Bambang AIi Nugroho,, MS.DAA,IPM,ASEAN Eng (2021) Instrumen Kebijakan Upgrading Value Chain Sapi Madura Untuk Mewujudkan Kelompok Ternak Berkelanjutan. Doktor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk mengembangkan sapi lokal untuk mengurangi impor sapi atau daging sapi dan menunjang swasembada daging sapi. Sapi lokal layak untuk dikembangkan karena memiliki beberapa kelebihan antara lain, kemampuan beradaptasi yang tinggi dengan lingkungan, tahan terhadap penyakit, mudah dikembangbiakkan, mampu menerima kualitas makanan yang rendah. Sapi lokal Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan salah satunya adalah sapi Madura. Sapi madura dalam aspek agribisnis, skala usahanya masih termasuk kategori skala mikro dengan kepemilikan sapi berkisar antara 1-3 ekor. Lembaga pemasaran perantara yang disebut blantik sangat mendominasi pemasaran sapi di Jawa Timur khususnya di Pulau Madura. Peternak sebagai salah satu aktor dalam Value Chain sapi Madura menerima bagian keuntungan yang paling rendah. Fasilitas pendukung pemasaran ternak hidup khususnya antar pulau kurang memadai. Kelompok ternak belum mampu memberikan manfaat yang lebih kepada anggotanya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka strategi apa yang harus dilakukan oleh kelompok peternak sapi Madura untuk bisa melakukan upgrading value chain sehingga kelompok peternak tersebut mampu tumbuh dan berkembang dengan baik secara berkelanjutan dan mampu memberikan kesejahteraan bagi anggotanya. Penelitian ini bertujuan untuk: 1. menganalisis tatakelola struktur Value Chain pada agribisnis sapi Madura; 2. Menganalisis upgrading value chain sapi Madura; 3. Menganalisis komponen-komponen Sustainable Livelihood Framework pada kelompok peternak sapi potong madura serta menilai Livelihood Assets pada kelompok peternak sapi potong Madura; dan 4. merumuskan instrumen kebijakan upgading value chain Agribisnis Sapi potong Madura untuk mewujudkan kelompok ternak berkelanjutan. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive. Penelitian ini dilakukan di empat Kabupaten di pulau Madura, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep. Responden dalam penelitian ini ditentukan secara purposive. Dalam penelitian ini responden dikelompokkan menjadi 2, yaitu kelompok peternak sapi potong, dan kelompok yang ada hubungannya dengan agribisnis sapi madura, seperti dinas, pedagang, paguyupan sapi dan lain-lain. Metode analisis dalam penelitian ini, untuk menjawab tujuan pertama dan kedua dilakukan dengan menggunakan analisis Value Chain, sedangkan untuk menjawab tujuan ketiga menggunakan Sustainable Livelihood Approach, dan dari 2 analisis tersebut akan digunakan untuk menjawab tujuan ke empat. Dalam analisis Value Chain ada beberapa analisis yang akan dilakukan; 1. Tata Kelola: Koordinasi, Regulasi dan Kendali; 2. Analisis Biaya dan Marjin; 3. Upgrading Value Chain. Analisis sustainable livelihood pada kelompok ternak akan menggunakan Sustainable Livelihood Framework dari Departemen of International Development (DFID UK). Hasil penelitian sebagai berikut: Proses inti dalam Value Chain Sapi Madura relatif sederhana, karena di Madura belum ada industri yang mengolah viii daging sapi, sehingga sapi Madura hanya mengalami perubahan nilai dari sapi hidup menjadi daging sapi segar untuk sampai kepada konsumennya. Proses inti dalam value chain sapi madura terdiri dari, proses input produksi, proses produksi, proses pemasaran, proses pengolahan, proses konsumsi. Para aktor yang terlibat dalam Value Chain sapi Madura sebagai berikut: Penyedia Input Produksi, Peternak (Kelompok Ternak), Pedagang Kecil, Pedagang Medium, Pedagang Besar, Jagal dan konsumen. Keadaan permintaan dan penawaran pada Value Chain sapi madura bervariasi sepanjang tahun dan juga sangat bervariasi antara berbagai pasar yang berbeda, mempengaruhi tata kelola Value Chain sapi madura dan kekuatan para pelakunya. Aktor-aktor yang banyak berperan dalam tata kelola Value Chain sapi Madura adalah peternak, pedagang dan jagal. Tata kelola Value Chain sapi Madura cenderung dikategorikan sebagai tipe Tata Kelola Pasar. Peternak sebagai aktor utama dalam Value Chain sapi madura dari tngkat pengetahuan yang rendah serta kesadaran yang rendah pula belum memiliki orientasi memelihara sapi Madura sebagai suatu bisnis yang menguntungkan, masih sekedar sebagai simpanan atau tabungan saja. Peternak masih sangat rendah dalam hal memperoleh informasi harga sapi, kualitas sapi, maupun informasi perkembangan teknologi budidaya sapi. Analisis biaya dalam usaha ternak sapi madura yang terbesar adalah biaya pembelian sapi bakalan dan biaya untuk pakan. Peternak harus mengelola biaya tersebut dengan efektif dan efisien untuk bisa memperoleh keuntungan yang maksimal. Analisis upgrading value chain, peternak harus melakukan upgrading pada proses, peternak harus melakukan efisiensi pada proses pemeliharaan sapi madura, selama ini para peternak hanya memelihara sekitar 3 ekor sapi, dengan jumlah tersebut peternak dalam berproduksi belum masuk pada skala ekonomis sehingga tidak efisien. Upgrading pada produk, peternak sapi madura yang memeliharan sapi sebagai sebuah pekerjaan sampingan serta sebagai simpanan atau tabungan dalam memelihara sapi ternaknya masih sekedarnya saja, belum dipelihara secara intensif sehingga bisa memberikan hasil seperti yang diharapkan. Upgrading fungsional, peternak fokus memilih memelihara sapi madura untuk proses penggemukan. Hasil penilaian Livelihood Assets pada kelompok ternak sapi Madura secara umum, dari ke enam Assets yang dimiliki oleh kelompok ternak di Madura masih rendah. Social Capital nilainya 5,22; Physical Capital 4,42; Human Capital 4,37; Entrepreneurship Capital 3,88; Natural Capital 2,88 dan Financial Capital 2,06. Dalam rangka untuk memperbaiki peran aktor peternak dalam tata kelola value chain sapi madura maka peternak harus melakukan: Peternak harus lebih berorientasi bisnis dalam pengembangan usaha tani ternak sapi madura, tidak hanya sekedar sebagai simpanan atau tabungan saja. Efisiensi di dalam biaya pembelian sapi bakalan dan biaya pakan. Penggunaan timbangan sebagai alat pengukuran standart bobot sapi ketika proses jual beli. Peternak harus lebih membuka diri terhadap arus informasi terutama informasi harga, informasi standar mutu produk dan informasi terkait dengan perkembangan teknologi budidaya ternak sapi. Upgrading value chain sapi madura, peternak harus melakukan: Upgrading pada proses, peternak harus melakukan efisiensi dalam pemeliharaan sapi sehingga bisa mendapakan skala ekonomis dalam usaha ternak sapinya. Upgrading pada produk, pemilihan bakalan sapi yang baik serta pemberian pakan yang intensif baik secara kuantitas maupun kualitas pakan. Upgrading pada fungsional, peternak lebih fokus pada penggemukan sapi madura. ix Strategi berkelanjutan dimana kelompok ternak harus melakukan upaya peningkatan pada livelihood assetsnya: Social capital; kelompok ternak harus membuka diri terhadap arus informasi baik dengan sesama kelompok ternak maupun dengan pedagang atau asosiasi pedagang. Physical capital; pembuatan kandang bersama dan peralatannya sehingga anggota kelompok dalam pengelolaannya ternaknya lebih efisien. Human capital; kelompok ternak harus memotivasi anggotanya untuk bisa mengelola ternaknya sebagai sebuah bisnis. Entrepreneurship capital; pembenahan aspek manajemen di dalam kelompok ternak. Natural capital; pemanfaatan sumber daya air secara efisien dan pembuatan kandang bersama. Financial capital; penggunaan dana desa sebagai alternatif permodalan
English Abstract
Indonesia has great potential to foster local cattle in order to suppress the beef or cattle imports and to support beef self-sufficiency. Local cattle are suitable to be developed because they give many advantages, among others, high adaptability to the environment, resistant to disease, easy to breed, and capability to stand to low food quality. One of Indonesia's local cattle that has the potential to be developed is Madura cattle. From agribusiness perspective, Madura cattle is still considered as a micro scale agribusiness with cattle ownership ranging from 1-3 cows. The middleman agency or usually called blantik dominates cattle marketing in East Java, especially in Madura. The breeder as one of actors in the Madura cattle value chain gets the lowest profit share. Supporting facilities for marketing live cattle, especially inter islands, is in inadequate condition. Farmer groups have not been able to share more benefits to their members. Based on this condition, what strategy should be selected by the Madura cattle farmer group for upgrading the value chain so that it can grows properly in a sustainable manner and be able to provide welfare for its members. This study aims to: 1. Analyze the management of the value chain structure in Madura cattle agribusiness; 2. Analyzing the upgrading value chain of Madura cattle; 3. Analyze components of the Sustainable Livelihood Framework for the Madura beef cattle farmer group and assess the Livelihood Assets for the group; and 4. Formulating an upgading value chain policy instrument for Madura Beef Cattle Agribusiness to create sustainable livestock groups. The research location was purposively determined. This research was conducted in four districts of Madura island, such as Bangkalan Regency, Sampang Regency, Pamekasan Regency and Sumenep Regency. Respondents were determined purposively. In this study, respondents were classified into 2 groups, the first group is the beef cattle farmer group, and the second group is related to the Madura cattle agribusiness, such as agencies, traders, cattle community and others. Based on the analysis method chosen in this study, Value Chain analysis is selected for answering the first and second objectives, while the Sustainable Livelihood Approach is chosen to answer the third objective, and these 2 analyzes will be used to answer the fourth objective. In Value Chain analysis, there are several analyzes to be carried out: 1. Governance: Coordination, Regulation and Control; 2. Cost and Margin Analysis; 3. Value Chain Upgrading. Sustainable livelihood analysis for livestocks will use the Sustainable Livelihood Framework of the Department of International Development (DFID UK). . The study results were as follows: The core process in the Madura Cattle Value Chain is relatively simple, because in Madura there is no industry that processes beef, so Madura cattle only experience a change in value from live cattle to fresh beef to reach consumers. The core process in the Madura cattle value chain consists of the production input, production, marketing, processing, and consumption processes. The actors involved in the Madura cattle Value xi Chain are Production Input Providers, Farmers (Livestock Groups), Small Traders, Medium Traders, Wholesalers, Butchers and consumers.. The supply and demand conditions in term of Madura cattle value chain are vary throughout the year among different markets, affecting governance of the Madura cattle value chain and the strength of the actors. Those who play a major role in the management of the Madura cattle value chain are breeders, traders and butchers. The management of Madura cattle value chain tends to be categorized as a Market Management. Breeders as the main actors in the Madura cattle value chain, from a low level of knowledge and low awareness, also do not have the orientation to raise Madura cattle as a profitable business, but it only considered as saving or investment. Farmers are still very minor in terms of obtaining information on cattle prices, cattle quality, and information relating to developments in cattle cultivation technology. The biggest cost analysis in Madura cattle business is the cost allocated for buying feeder cattle and the feed cost for. Farmers must manage these costs effectively and efficiently in order to get maximum profit. Based on value chain upgrading analysis, breeders have to upgrade the process, breeders must act efficiency in the process of raising Madura cattle. So far, breeders only raise about 3 cattle; with this number, in term of production, breeders have not entered into economies of scale so they are not efficient. On upgrading of products, Madura cattle breeders who raise cattle as a side job as well as savings or investmens are still modest, in raising the cattle; they have not been maintained intensively so that they can provide the expected results. In case of functional upgrading, breeders tend to focus more on the fattening process than raising the Madura cattle. From the results of the Livelihood Assets assessment for Madura cattle farmer groups in general, the six Assets owned by the groups in Madura are still low: Social Capital with a value of 5.22; Physical Capital 4.42; Human Capital 4.37; Entrepreneurship Capital 3.88; Natural Capital 2.88 and Financial Capital 2.06. In order to improve the farmer’s role in the management of Madura cattle value chain, there are several things to do: Farmers must be more business- oriented in developing Madura cattle farming, not just treat it as savings or investments; Efficiency in the cost allocated for purchasing feeder cattle and feed; The use of scales as a standard measuring tool for cattle weight during the buying and selling process; Farmers must be more open-minded to the flow of information, especially those related to price, product quality standards, and the development of cattle farming technology. In term of upgrading the Madura cattle value chain, breeders must perform: Upgrading in the process, breeders must make efficiency in raising the cattle so they can get economies of scale in their cattle business. While in Product upgrading, selection of good feeder cattle and intensive feeding both in quantity and quality of feed must be done. Upgrading on functional, breeders focus more on the fattening of Madura cattle. There must be a sustainable strategy taken by livestock groups in order to increase their livelihood assets: Social capital; livestock groups must be open to the flow of information both with other fellow groups and with other traders or trade associations. Physical capital: making joint pens and equipment so that they can manage their livestock more efficiently. Human capital: farmer groups must motivate their members to be able to manage their livestock as a business. Entrepreneurship capital: Improving management aspects in farmer groups. Natural capital: efficient use of water resources and making pens together. Financial capital: using village budget as an alternative into capital.
Other obstract
-
| Item Type: | Thesis (Doktor) |
|---|---|
| Identification Number: | 0621040007 |
| Subjects: | 300 Social sciences > 338 Production > 338.1 Agriculture |
| Divisions: | S2/S3 > Doktor Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian |
| Depositing User: | Nur Cholis |
| Date Deposited: | 01 Aug 2022 04:31 |
| Last Modified: | 01 Aug 2022 04:31 |
| URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/192917 |
![[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO]](https://repository.ub.ac.id/style/images/fileicons/text.png) |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
Taufik R D A Nugroho.pdf Restricted to Registered users only until 31 December 2023. Download (13MB) |
Actions (login required)
 |
View Item |