Peluang Dan Strategi Pengembangan Budidaya Tambak Bagi Masyarakat Perbatasan Di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur

Liufeto, Franchy Christian (2019) Peluang Dan Strategi Pengembangan Budidaya Tambak Bagi Masyarakat Perbatasan Di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Aktifitas budidaya tambak di Kabupaten Malaka belum menjadi prioritas pemerintah daerah Kabupaten Malaka padahal Malaka diketahui merupakan daerah produktif budidaya tambak di propinsi NTT dengan budidaya tambak sebagai program unggulan daerah. Untuk mendukung pelaksanaan pembangunan budidaya tambak di Malaka maka upaya yang dilakukan adalah mengevaluasi kesesuaian dan daya dukung lingkungan perairan pesisir yang ada, mengetahui tingkat kualitas tanah dan air, melakukan survai permintaan pasar, dukungan stakeholder dan prioritas pilihan budidaya serta strategi yang perlu dikembangkan untuk mendukung upaya pengembangan budidaya tambak di NTT yang terletak di kawasan perbatasan antar negara. Peluang pengembangan budidaya tambak dilakukan dengan menganalisis kualitas tanah, kualitas air, kesesuaian lahan untuk budidaya tambak sistem semi intensif-intensif dan tradisional-tradisional plus serta melakukan pendugaan daya dukung lingkungan berdasarkan kapasitas asimilasi perairan Desa Weoe, Baderai dan Weseben di sepanjang pesisir kecamatan Wewiku Kabupaten Malaka sebagai langkah antisipasi terhadap potensi limbah organik yang mungkin timbul dari hasil budidaya. Survei permintaan pasar region Timor dan persepsi stakeholder dianalisis secara deskriptif. Penentuan prioritas pengembangan budidaya tambak berbasis komoditas pilihan dilakukan analisis Hierarki Proses, sedangkan penentuan strategi pengembangan untuk budidaya tambak dilakukan dengan analisis SWOT. Hasil analisis kesesuaian lahan menunjukkan bahwa luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya tambak di kecamatan Wewiku dengan menggunakan teknologi budidaya intensif/semi intensif dengan kategori sangat sesuai sebesar 1.534,49 ha, sesuai 3.004,59 ha dan tidak sesuai sebesar 2.801,80 ha sedangkan jika upaya pengembangan menerapkan teknologi tradisional/tradisional plus maka luas lahan untuk kategori sangat sesuai mencapai 2.637,27 ha, sesuai sebesar 2.913,02 ha sedangkan yang tidak sesuai mencapai 1.790,60 ha. Kualitas lahan di kecamatan Wewiku memenuhi syarat untuk dilakukan pengembangan budidaya tambak dimana sejumlah 82 persen paramater kualitas air memenuhi syarat untuk dilakukan pengembangan budidaya tambak sedangkan 18 persen parameter kualitas air yaitu amoniak dan salinitas perlu mendapat perhatian terutama terkait dengan akses air laut yang lebih dari 3,5 km untuk stasiun Tuatolu dan Uluklubuk dengan mengandalkan saluran air alam dan tidak dimanfaatkannya sumber air tawar yang ada. Analisis daya dukung lingkungan perairan pesisir di kecamatan Wewiku menunjukkan bahwa volume total air yang tersedia di perairan pesisir (Vtot ) Kecamatan Wewiku mencapai 213.473.290 m3 dengan waktu tinggal (retention time) volume masa air per siklus pasang surut selama 4 jam, dengan laju viii pengenceran (flushing time) 2,3 hari. Penentuan alokasi lahan optimal untuk pengembangan budidaya tambak di wilayah pesisir kecamatan Wewiku di dasarkan pada kapasitas asimilasi perairan terhadap limbah organik sebesar sebesar 1.635.704,43 kg /hari sebagai faktor pembatas daya dukung lingkungan. Berdasarkan daya tampung limbah organik dan kapasitas ketersediaan oksigen di perairan maka luas lahan yang dapat dikembangkan untuk budidaya tambak tanpa melampaui kapasitas daya dukung lingkungan adalah sebesar 826,36 ha untuk teknologi budidaya intensif, sedangkan untuk semi intensif dan tradisional plus sebesar masing-masing 1.415 ha dan 3.352,54 ha. Hasil survei permintaan pasar regional Timor terhadap bandeng dan udang menunjukkan bahwa permintaan akan udang merata terjadi di seluruh wilayah region Timor Barat meliputi wilayah Kupang, SoE, Kefa, Atambua hingga ke Timor Leste dibandingkan bandeng yang hanya diminati pasar lokal Malaka. Permintaan pasar region Timor khususnya Timor Barat terhadap udang lebih besar dibandingkan dengan permintaan udang ke Timor Leste ditandai dengan mulai menurunnya distribusi udang ke Timor Leste pada tahun 2010 sebesar 17,26 ton menjadi 1,13 pada tahun 2014. Arus perdagangan udang lintas batas ke pasar Timor Leste dalam kurun waktu tahun 2010-2014 hanya mencapai 40,7 ton dengan rata-rata 8,38 ton sementara perdagangan bandeng ke Timor Leste hanya mencapai 7,29 ton dengan rata-rata 1,57 ton/tahun. Angka konsumsi udang penduduk Timor Barat sebesar 0,098 kg/kapita/tahun, angka distribusi udang ke Timor Leste terhitung sebesar 0,007 kg/kapita/tahun sementara angka konsumsi bandeng hanya untuk penduduk lokal Malaka sebesar 3,375 kg/kapita/tahun. Prediksi permintaan udang di pasar regional Timor dan Timor Leste berdasarkan proyeksi pertumbuhan penduduk menunjukkan bahwa akan terus terjadi kekurangan suplai udang yang hanya mengandalkan produksi alam berturut turut pada tahun 2016 sebesar 327,81 ton, menjadi 438,94 ton, 578,11 ton, 753,11 ton, 937,81 ton, 3617,8 ton pada tahun 2017, 2018, 2019, 2020, 2025 sedangkan permintaan bandeng di pasar lokal Malaka sepanjang tahun 2016-2020 dan 2025 mencapai sebesar 594 ton, 601 ton, 608 ton, 615,5 ton, 666,68 ton, 787,3 ton . Upaya pengembangan budidaya tambak mendapat dukungan dari seluruh stakeholder dimana 35% responden memberikan presepsi netral bagi pengembangan budidaya tambak, sedangkan 60,56% dan 4,22% diantaranya memberi persepsi baik dan sangat baik. Harapan agar permintaan mayoritas pasar terhadap spesies yang paling familiar mengalami peningkatan, harga pada mayoritas pasar stabil cenderung meningkat, produksi tambak di Malaka meningkat (mayoritas responden 93 % memberikan persepsi yang netral terhadap spesies yang paling familiar yaitu bandeng bahkan 7% lainnya memberikan persepsi yang buruk terhadap upaya pengembangan budidaya tambak dengan spesies utama bandeng). Pendapat responden bahwa merupakan tanggungjawab lebih dari pemerintah pusat/daerah agar budidaya tambak menghasilkan minimum dampak bagi lingkungan sedangkan responden memberikan persepsi netral terhadap pernyataan bahwa tanggung jawab ini hanya dibebankan sepenuhnya kepada perusahaan. Responden setuju bahwa menjadi tanggungjawab pemerintah dan perusahaan agar meyakinkan budidaya tambak secara ekonomi dapat menguntungkan, mengembangkan lingkungan yang layak untuk pengembangan ix industri budidaya tambak, bertanggungjawab mengembangkan teknologi budidaya baru, mendukung penelitian dan pengembangan budidaya. Budidaya tambak diperbatasan dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lebih banyak kesempatan kerja, memberikan persepsi yang baik terhadap pernyataan bahwa budidaya tambak yang dapat merevitalisasi masyarakat pantai dan mendorong permintaan makanan laut seafood. Para responden memberikan persepsi yang lebih baik bahwa budidaya tambak merupakan jawaban mengurangi defisit perdagangan makanan laut serta melindungi spesies yang hampir punah, setuju dan memberikan persepsi yang baik bahwa budidaya tambak dapat mengurangi tekanan penangkapan pada sumberdaya perikanan pada beberapa kasus khususnya crustacea, meningkatkan penyediaan spesies penting dalam tata niaga dan rekreasi, sangat setuju bahwa budidaya tambak dapat mengurangi kemiskinan. Responden memberikan persepsi baik bahwa akan lebih efisien membudidayakan bandeng dan udang daripada mengambilnya dari alam dan memberikan persepsi yang sangat baik terhadap penggunaan hatcheri untuk meningkatkan stok udang dan bandeng. Komoditas prioritas pengembangan budidaya tambak di Kabupaten Malaka adalah udang yang memperoleh nilai bobot 0,734 dibandingkan bandeng dengan bobot hanya sebesar 0,266. Prioritas kriteria berturut-turut teknologi budidaya dengan nilai bobot 0,742, kesesuaian daya dukung lingkungan 0,739, kelayakan usaha budidaya 0,737, permintaan pasar 0,730, persepsi masyarakat 0,730 dan kelembagaan budidaya 0,727 dengan sasaran prioritas pengembangan budidaya tambak untuk peningkatan pendapatan asli daerah dengan bobot 0,771, penurunan kemiskinan 0,756, perluasan lapangan pekerjaan 0,756, peningkatan penyediaan distribusi komoditas 0,667 dan pemanfaatan lahan tambak 0,655. Strategi pengembangan budidaya tambak di Malaka dapat dilakukan dengan cara Mengembangkan strategi utama yaitu Pertama, mempersiapkan infrastruktur lahan di kawasan tambak Weseben yang memiliki daya dukung lahan tertinggi untuk penerapan budidaya udang semi intensif. Kedua, membangun kembali struktur kelembagaan budaya Tulun malu (bekerja sama – saling tolong menolong) untuk mendukung pengembangan aktifitas budidaya tambak. Ketiga, Kelembagaan pengelola budidaya, dalam hal ini Dinas Kelautan Perikanan setempat bersama kelompok pembudidaya maupun pelibatan pihak swasta untuk kerjasama operasional, menargetkan budidaya udang skala semi intensif yang tidak melebihi kapasitas daya dukung lingkungan untuk memenuhi kebutuhan pasar region Timor. Keempat, menargetkan budidaya udang sistem semi intensif yang dapat meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perikanan budidaya, mengentaskan kemiskinan dan menyerap tenaga kerja. Kelima, menyusun rencana zonasi dan peraturan daerah rencana zonasi pemanfaatan ruang pesisir untuk prioritas pengembangan budidaya tambak pada kecamatan Wewiku diikuti kecamatan Kobalima dan Malaka Tengah. Keenam, melaksanakan pengembangan budidaya udang untuk mendukung konsep pengelolaan perikanan udang yang berkelanjutan di Malaka. Ketujuh, membenahi saluran alam yang ada untuk mengurangi peluang terjadinya sedimentasi dan pendangkalan serta meningkatnya kadar amonia untuk mendukung penerapan teknologi budidaya semi intensif. Kedelapan, mengembangkan budidaya udang x yang memiliki nilai jual yang tinggi dengan harga pakan yang terjangkau untuk mengatasi kemiskinan di perbatasan. Kesembilan, menciptakan budidaya udang yang tidak beresiko bagi lingkungan. Kesepuluh, melaksanakan diklat dan magang cara budidaya ikan (udang) yang baik meliputi persiapan lahan dan kosnstruksi tambak, pembenihan, pembesaran, pemeliharaan, penanganan penyakit, pengelolaan pakan, air dan teknologi hingga pelatihan produk nilai tambah dengan bahan baku udang dan bandeng untuk peningkatan kesejahteraan. Sedangkan strategi pendukung dilakukan dengan Pertama, menjalankan program revitalisasi tambak dengan komoditas utama udang windu yang berasal dari perairan Malaka untuk tujuan restocking udang windu asal Malaka dari kepunahan selain untuk mendukung keamanan pangan. Kedua, menjamin ketersediaan dan distribusi udang untuk memenuhi permintaan pasar lokal, regional dan internasional. Ketiga, menghasilkan kesepakatan dan aturan budidaya yang tegas terhadap pelangaran limbah dan air, kontrol penyakit dan penggunaan antibiotik. Keempat, meningkatkan peran penelitian dan pengembangan. Kelima, melakukan pelatihan produk nilai tambah baik udang maupun bandeng untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Keenam, membangun business plan yang dapat menjamin pemasaran dan penyerapan produk budidaya untuk peningkatan kesejahteraan pelaku budidaya atau masyarakat. Ketujuh, membentuk lembaga bisnis dan lembaga non bisnis untuk mendukung pengembangan budidaya udang.

English Abstract

Aquaculture activities in Malaka Regency have not been a priority for the local government of the Malacca Regency even though Malacca is known to be a productive area for aquaculture in NTT province with aquaculture as a regional superior program. To support the development of pond aquaculture in Malacca, the effort is to evaluate the suitability and carrying capacity of the existing coastal waters, know the level of soil and water quality, conduct market demand surveys, support stakeholders and prioritize cultivation options and strategies that need to be developed to support efforts development of aquaculture ponds in NTT located in border areas between countries. Opportunities for developing aquaculture are carried out by analyzing soil quality, water quality, land suitability for semi-intensive and traditional semitraditional fishponds and estimating environmental carrying capacity based on assimilation capacity of Weoe, Baderai and Weseben Villages along the Wewiku District's coastal district Malacca as an anticipation step against the potential of organic waste that may arise from the results of cultivation. Survey of market demand for the Timor region and stakeholder perceptions were analyzed descriptively. The determination of priority for the development of selected commodity-based ponds is carried out by Process Hierarchy analysis, while the determination of the development strategy for aquaculture is carried out by SWOT analysis. The results of land suitability analysis show that the land area that can be used for the development of pond culture in Wewiku sub-district using intensive / semi-intensive cultivation technology with a very suitable category of 1,534.49 ha, according to 3,004.59 ha and incompatible with 2,801.80 ha while if the development efforts apply traditional / traditional plus technology, the land area for the very appropriate category reaches 2,637.27 ha, according to the amount of 2,913.02 ha while the non-compliant reaches 1,790.60 ha. The quality of land in Wewiku sub-district fulfills the requirements to develop pond culture where 82 percent of water quality parameters meet the requirements for aquaculture development while 18 percent of water quality parameters namely ammonia and salinity need attention, especially related to more than 3 seawater access, 5 km for the Tuatolu and Uluklubuk stations by relying on natural water channels and not utilizing existing freshwater sources. Analysis of carrying capacity of coastal waters in Wewiku sub-district shows that the total volume of water available in the coastal waters (Vtot) of Wewiku District reaches 213,473,290 m3 with a retention time of 4 hours of water volume per tidal cycle, with a dilution rate (flushing time) 2.3 days. Determination of optimal land allocation for the development of aquaculture in the coastal area of Wewiku sub-district is based on the assimilation capacity of xii waters for organic waste amounting to 1,635,704.43 kg / day as a limiting factor for environmental carrying capacity. Based on the capacity of organic waste and the capacity of oxygen availability in the waters, the land area that can be developed for aquaculture without exceeding the carrying capacity of the environment is 826.36 ha for intensive cultivation technology, while for semi intensive and traditional pluses of 1,415 ha and 3,352.54 ha. The survey results of Timor regional market demand for milkfish and shrimp show that demand for shrimp is evenly distributed throughout the West Timor region, covering Kupang, SoE, Kefa, Atambua to Timor Leste compared to milkfish which is only in demand by the local Malacca market. Market demand for the Timor region, especially West Timor for shrimp, is greater than the demand for shrimp to Timor Leste, marked by a decline in the distribution of shrimp to Timor Leste in 2010 of 17.26 tons to 1.13 in 2014. The flow of crossborder shrimp trade to the market Timor Leste in the period of 2010-2014 only reached 40.7 tons with an average of 8.38 tons while the trade of milkfish into Timor Leste only reached 7.29 tons with an average of 1.57 tons / year. The number of West Timorese shrimp consumption is 0.098 kg / capita / year, the distribution rate of shrimp to Timor Leste is calculated as 0.007 kg / capita / year while the milkfish consumption rate is only for the local population of Malacca at 3.375 kg / capita / year. Prediction of shrimp demand in the Timor regional market and Timor Leste based on population growth projections shows that there will continue to be a shortage of shrimp supply that only relies on natural production in a row in 2016 of 327.81 tons, to 438.94 tons, 578.11 tons, 753 , 11 tons, 937.81 tons, 3617.8 tons in 2017, 2018, 2019, 2020, 2025 while the demand for milkfish in the Malacca local market throughout 2016-2020 and 2025 reached 594 tons, 601 tons, 608 tons, 615 , 5 tons, 666.68 tons, 787.3 tons. Efforts to develop pond aquaculture received support from all stakeholders where 35% of respondents gave a neutral perception for the development of pond culture, while 60.56% and 4.22% of them gave good and very good perceptions. The hope that the demand for the majority of the market for the most familiar species has increased, prices in the majority of stable markets have tended to increase, pond production in Malacca has increased (majority of respondents 93% have a neutral perception of the most familiar species, milkfish even 7% have a poor perception towards efforts to develop pond culture with the main species of milkfish). The opinion of the respondents is that it is more a responsibility of the central / regional government so that aquaculture farms produce a minimum impact on the environment while the respondent gives a neutral perception of the statement that this responsibility is only fully borne by the company. Respondents agreed that it was the responsibility of the government and the company to ensure that economic aquaculture could be profitable, develop a viable environment for developing aquaculture industries, responsible for developing new aquaculture technologies, supporting cultivation research and development. Borders of aquaculture can help stimulate economic growth and create more employment opportunities, provide a good perception of the claim that aquaculture can revitalize coastal communities and encourage seafood seafood demand. Respondents gave a better perception that aquaculture is the answer to reducing xiii the sea food trade deficit and protecting endangered species, agreeing and giving a good perception that aquaculture can reduce fishing pressures in fisheries resources in some cases especially crustaceans, increasing the supply of important species in trade and recreation systems, strongly agree that aquaculture can reduce poverty. Respondents gave a good perception that it would be more efficient to cultivate milkfish and shrimp rather than take them from nature and provide a very good perception of the use of hatcheries to increase the stock of shrimp and milkfish. The priority commodity for developing aquaculture in Malaka Regency is shrimp which has a weight value of 0.734 compared to milkfish with a weight of only 0.266. Priority of successive criteria for aquaculture technology with a weight value of 0.742, suitability of environmental carrying capacity 0.739, feasibility of cultivation business 0.737, market demand 0.730, public perception 0.730 and cultivation institutions 0.727 with priority targets for pond aquaculture development to increase regional income with a weight of 0.771, decrease poverty 0.756, expansion of employment 0.756, increase in supply of commodity distribution 0.667 and utilization of farm land 0.655. The strategy for developing pond aquaculture in Malacca can be done by developing the main strategy, namely First, preparing land infrastructure in the Weseben pond area which has the highest land carrying capacity for the application of semi-intensive shrimp farming. Second, rebuilding the institutional structure of Tulun culture (working together - helping each other) to support the development of pond aquaculture activities. Third, cultivation management institutions, in collaboration with the local Marine Fisheries Agency and groups of farmers, target semi-intensive scale shrimp farming that does not exceed the carrying capacity of the environment to meet the market needs of the Timor region. Fourth, targeting semi-intensive shrimp farming systems that can increase the Gross Regional Domestic Product (GRDP) of aquaculture, alleviate poverty and absorb labor. Fifth, draw up a zonation plan and regional regulations on zoning plans for coastal space utilization to prioritize the development of pond culture in Wewiku sub-district followed by Kobalima and Central Malacca subdistricts. Sixth, carry out the development of shrimp farming to support the concept of sustainable shrimp fisheries management in Malacca. Seventh, fixing existing natural channels to reduce the chances of sedimentation and siltation and increasing ammonia levels to support the application of semi-intensive cultivation technology. Eighth, developing shrimp farming that has a high selling value at affordable feed prices to overcome border poverty. Ninth, creating shrimp farming that is not at risk for the environment. Tenth, implementing training and apprenticeship on how to cultivate fish (shrimp) that are good include land preparation and pond construction, hatchery, enlargement, maintenance, disease handling, feed management, water and technology to training value-added products with raw materials of shrimp and milkfish to improve welfare . While the supporting strategy was carried out with the First, running a farm revitalization program with the main commodities of tiger shrimp originating from Malacca waters for the purpose of restocking black tiger prawns from extinction in addition to supporting food security. Second, ensuring the availability and distribution of xiv shrimp to meet the demands of local, regional and international markets. Third, produce strict cultivation agreements and rules for waste and water violations, control of diseases and use of antibiotics. Fourth, increasing the role of research and development. Fifth, conduct training on value-added products for both shrimp and milkfish to increase people's income. Sixth, build a business plan that can guarantee the marketing and absorption of aquaculture products to improve the welfare of aquaculture or community actors. Seventh, establish business institutions and non-business institutions to support the development of shrimp farming.

Other obstract

-

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DIS/551.482/LIU/p/2019/061904222
Uncontrolled Keywords: PONDS
Subjects: 500 Natural sciences and mathematics > 551 Geology, hydrology, meteorology > 551.4 Geomorphology and hydrosphere > 551.48 Hydrology > 551.482 Lakes and inland seas
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 19 Feb 2021 05:12
Last Modified: 19 Feb 2021 05:12
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/183458
[thumbnail of Franchy Christian Liufeto.pdf] Text
Franchy Christian Liufeto.pdf

Download (3MB)

Actions (login required)

View Item View Item