TIPOLOGI DESA BERDASARKAN INDIKATOR KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN TUBAN (Studi Kasus di Kecamatan Grabagan, Kecamatan Palang, Kecamatan Plumpang, Kecamatan Semanding dan Kecamatan Widang)

IzzatulUlyak, Annisa (2016) TIPOLOGI DESA BERDASARKAN INDIKATOR KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN TUBAN (Studi Kasus di Kecamatan Grabagan, Kecamatan Palang, Kecamatan Plumpang, Kecamatan Semanding dan Kecamatan Widang). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Pangan merupakan suatu kebutuhan pokok yang penting bagi manusia. Pemenuhan kebutuhan pangan ini merupakan salah satu sumber energi manusia dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, setiap individu rakyat Indonesia memiliki hak asasi untuk pemenuhannya dalam menjaga stabilitas ketahanan pangan. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia ditegaskan dalam Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002. Pemenuhan kebutuhan pangan di suatu wilayah menjadi tanggung jawab pemerintah seperti yang telah diamahkan pada Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012. Berdasarkan data FSVA yang diterbitkan oleh Dewan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian dan World Food Programme (2015), Kabupaten Tuban merupakan salah satu wilayah yang masuk dalam wilayah tahan pangan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketahanan pangan di Kabupaten Tuban belum tentu dapat tercermin pada tingkat desa di Kabupaten Tuban bagian timur. Dengan mengetahui kondisi pangan di tingkat desa secara faktual maka perlu dilakukan pengklasifikasian desa berdasarkan indikator ketahanan pangan, sehingga desa-desa masuk dalam tipologi desa sesuai dengan ketahanan pangan. Adapun tujuan pertama dari penelitian ini adalah mendeskripsikan desa berdasarkan kondisi indikator ketahanan pangan di Kecamatan Grabagan, Kecamatan Palang, Kecamatan Plumpang, Kecamatan Semanding dan Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban; sedangkan tujuan kedua yaitu mengelompokkan (mengklasterkan) desa berdasarkan indikator ketahanan pangan di Kecamatan Grabagan, Kecamatan Palang, Kecamatan Plumpang, Kecamatan Semanding dan Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban. Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data cross section tahun 2015, dengan mengadopsi indikator ketahanan pangan rumusan Food Insecurity and Vulnarability Atlas of Indonesia (FSVA) 2009. Indikator ketahanan pangan yang digunakan adalah sebagai berikut: konsumsi normatif per kapita (X1), persentase KK miskin (X2), persentase rumah tangga tidak akses listrik (X3), persentase buruh (tani dan swasta) (X4), persentase rumah tangga berumah bambu (X5), persentase penduduk tidak tamat SD (X6), rasio penduduk terlayani Posyandu (X7), persentase balita kurang gizi (X8), persentase penduduk buta huruf (X9), Angka Kematian Bayi (AKB) (X10), dan persentase penduduk tidak akses air bersih (X11). Metode analisis data yang digunakan adalah analisis indikator ketahanan pangan untuk mengetahui kondisi ketahanan pangan di wilayah penelitian dan analisis klaster untuk mengetahui berapa tipologi yang akan terbentuk. Berdasarkan penilaian indikator ketahanan pangan, maka dapat dilihat secara keseluruhan kondisi desa-desa yang masuk pada setiap indikator di 81 desa penelitian adalah sebagai berikut a) konsumsi normatif pangan dalam kategori tahan pangan; b) persentase RT miskin masuk dalam kategori rawan pangan; c) persentase penduduk tidak akses listrik tertinggi masuk dalam kategori cukup tahan pangan; d) presentase buruh masuk dalam kategori sangat tahan pangan; e) RT berumah bambu masuk dalam kategori cukup tahan pangan; f) persentase penduduk tidak tamat SD masuk dalam kategori sangat tahan pangan; g) rasio penduduk terlayani tenaga Posyandu masuk dalam kategori cukup tahan pangan; h) balita stunting masuk dalam kategori sangat tahan pangan; i) penduduk buta huruf masuk dalam daerah sangat tahan pangan; j) angka kematian bayi dalam kategori sangat tahan pangan; dan k) persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses air bersih masuk dalam kategori daerah sangat tahan pangan. Berdasarkan hasil analisis klaster, desa-desa yang berada di Kecamatan Grabagan, Kecamatan Palang, Kecamatan Plumpang, Kecamatan Semanding dan Kecamatan Widang dapat klasifikasikan menjadi tiga tipologi yaitu: tipologi 1 terdapat 50 desa yang tersebar di Kecamatan Grabagan, Kecamatan Palang, Kecamatan Plumpang, Kecamatan Semanding dan Kecamatan Widang. Indikator penciri utama pada klaster satu adalah rasio konsumsi normatif pangan per kapita, rasio penduduk terlayani Posyandu dan balita stunting, dengan rata-rata rasio konsumsi normatif pangan per kapita 0,62 yang masuk kategori tahan pangan, rasio penduduk terlayani Posyandu sebesar 0,13 yang masuk kategori sangat tahan pangan dan balita stunting dengan rata-rata 1,08 yang masuk sangat tahan pangan; tipologi 2 terdapat 11 desa yang masuk dalam tipologi ini yang tersebar di Kecamatan Palang, Kecamatan Plumpang, Kecamatan Semanding dan Kecamatan Widang. Indikator penciri utama pada klaster kedua ini adalah penduduk tidak tamat SD dan penduduk tidak akses air bersih, dengan rata-rata penduduk tidak tamat sekolah dasar sebesar 51% yang masuk dalam kategori sangat rawan pangan dan penduduk tidak akses bersih 0,9% masuk dalam kategori sangat tahan pangan; dan tipologi 3 pada klaster ketiga ini beranggotakan 20 desa yang tersebar di di Kecamatan Palang, Kecamatan Plumpang, Kecamatan Semanding dan Kecamatan Widang. Indikator yang menjadi penciri utama pada klaster ini adalah presentase rumah tangga miskin dengan rata-rata 37,16% yang masuk dalam kategori sangat rawan pangan, presentase penduduk tidak akses listrik dengan rata-rata 39,05% yang masuk dalam kategori agak rawan pangan, presentase buruh (tani dan swasta) dengan rata-rata 4,89% yang masuk dalam kategori sangat tahan pangan, rumah tangga berumah bambu dengan rata-rata 36,58% yang masuk dalam kategori sangat tahan pangan, presentase buta huruf dengan rata-rata 4,47% yang masuk dalam kategori sangat tahan pangan dan Angka Kematian Bayi dengan rata-rata 0,94 yang masuk dalam kategori sangat tahan pangan. Berdasarkan hasil analisis maka saran yang diajukan sehubungan dengan hasil penelitian diantaranya adalah 1) untuk mengantisipasi terjadinya kerawanan pangan sehingga dapat tercapai ketahanan pangan pada tingkat desa, maka hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a) untuk desa-desa dalam tipologi 1, dengan meningkatkan ketersediaan pangan melalui toko klontong, meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan Posyandu baik kuantitas maupun kualitas, dan untuk mengurangi presentase balita stunting dapat dilakukan penyuluhan pada ibu hamil untuk menambah wawasan mengenai gizi pada balita; b) untuk desa-desa dalam tipologi 2, untuk mengurangi presentase penduduk tidak tamat SD dapat dilakukan dengan pemberian bantuan pendidikan oleh pemerintah bagi masyarakat yang tidak mampu, dan perbaikan dalam penggunaan air bersih dengan tidak mengkonsumsi air secara berlebihan dan tidak proposional serta bantuan perluasan saluran PDAM untuk masyarakat kurang mampu; c) untuk desa-desa dalam tipologi 3, dengan memperluas saluran listrik bagi rumah tangga yang belum mengakses listrik, untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dapat pula dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitarnya (contohnya membuat kerajinan bata kapur dan memanfaatkan kayu hutan untuk dijual di daerah Kecamatan Plumpang), melakukan penyuluhan dan pelatihan melek huruf bagi penduduk buta huruf, melakukan pendekatan terhadap masyarakat dengan memberikan pengetahuan mengenai gizi untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dan angka kematian bayi. Contohnya melalui sosialisasi dan penyampaian pesan gizi secara praktis akan dapat membentuk suatu keseimbangan antara gaya hidup dengan pola konsumsi masyarakat; 2) bagi peneliti selanjutnya yang menggunakan analisis klaster dalam penelitiannya dapat pula menggunakan metode analisis klaster lainnya seperti metode hierarki: single linkage, complete linkage, dan ward’s method, serta metode non hierarki yang bisa membantu pengklasteran didalamnya.

English Abstract

Food is a basic need that is essential for humans. Food needs this is one source of human energy in improving the quality of human resources. Therefore, each individual Indonesian people have rights to fulfillment in maintaining the stability of food security. Development of food security in Indonesia affirmed in the Food Act No. 18 of 2012 and Government Regulation No. 68 of 2002. Food needs in a region are the responsibility of the government as it has mandated the Food Act No. 18 of 2012. Based on FSVA data published by the Food Security Council, the Ministry of Agriculture and the World Food Programme (2015), Tuban is one of the areas included in the food secure. The conditions show that food security in Tuban not necessarily be reflected in the level of Tuban village in the eastern part. Because the food situation is factually then need to map food security and food insecurity provincial, city / district to the village. By knowing the food situation at the village level in fact it is necessary to classify the village based on indicators of food security, and villages are included in accordance with the village typology of food security. The first objective of this study is to describe the village based on indicators of food security conditions in the Grabagan Sub-district, Palang Sub-district, Plumpang Sub-district, Semanding Sub-district, and Widang Sub-district; while the second objective is to group village based on indicators of food security in Grabagan Sub-district, Palang Sub-district, Plumpang Sub-district, Semanding Sub-district, and Widang Sub-district. The research method of determining indicators of food security using cross section data in 2015, by adopting the formulation of indicators Food Insecurity and Vulnerability Atlas of Indonesia (FSVA) 2009. The food security indicators that are used are as follows: normative per capita consumption (X1), the percentage of poor households (X2), the percentage of households no access to electricity (X3), the percentage of workers (peasants and private) (X4), the percentage of households settle bamboo (X5), the percentage of people do not complete primary school (X6), the ratio of population served Posyandu (X7), the percentage of malnourished children (X8), the percentage of the population is illiterate (X9), Infant Mortality Rate (IMR) (X10), and the percentage of the population does not access to clean water (X11). Under the conditions of food security indicators, then obtained the highest average in the 81 study villages. The highest average for each indicator is as follows: a) normative consumption of food that are in the Plumpang Sub-district precisely Kedungsoko village; b) the percentage of poor households in the Plumpang Sub-district, is Trutup Village; c) the percentage of the population is not the highest electricity access in Semanding Sub-district is Bunut Village; d) the highest percentage of workers in the Semanding Sub-district, is Karang Village; e) household of bamboo houses in the Palang Sub-district is Cangkring Village; f) the percentage of the population do not complete primary school in the Palang Sub-district the Wangun Village; g) the population served by the number of Posyandu are normative power in the Plumpang Sub-district is Sambungrejo Village; h) of malnourished children are in the Semanding Sub-district the Ngino Village; i) illiterates in Semanding Sub-district the Bejagung Village; j) The highest average infant mortality rates were in the Widang Sub-district the Village Bunut; and k) The percentage of households that have no access to clean water in the Palang Sub-district is the Pliwetan village. From the results of cluster analysis in the villages located in the District Grabagan, District Cross, District Plumpang, District Semanding and District Widang can ditipologikan into three, namely: a) typology 1 there are 50 villages, with indicators penciri main cluster of consumption is normative food per capita, the ratio of population served the Posyandu and toddler stunting; b) typology 2 there are 11 villages, with a primary identifier indicator in this second cluster is not completed primary school population and the population does not access clean; and typology 3 there are 20 villages, with indicators that have become the primary identifier is a household below the poverty line, people do not access to electricity, labor (farm and private), households whose homes from bamboo, illiteracy and infant mortality rate. Based on analysis of the suggestions made in connection with the results of which are 1) to anticipate the occurrence of food insecurity in order to achieve food security at the village level, the thing to do is as follows: a) increase the availability of food in the village which had a deficit in the food group by means importing food group from the village surplus food group. in addition, it can also be done by expanding agricultural land in order to improve peoples lives; b) improving access to food such as infrastructure, distribution channels, channel marketing, the stability of food prices, food expenditure, and so on; c) approach to society by providing knowledge about nutrition to reduce the rate of population growth and infant mortality; 2) for the next researcher who wants to use cluster analysis in research can also use methods such as other hierarchy cluster analysis of methods: single linkage, complete linkage and Wards method, and the method of non-hierarchical clustering can help it; 3) for research on food security that will be done next need re-checking of the source of the data obtained. In addition to secondary data, can also use the primary data. To better see how conditions in the field.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FP/2016/917/051612416
Subjects: 300 Social sciences > 338 Production > 338.1 Agriculture
Divisions: Fakultas Pertanian > Agribisnis
Depositing User: Sugiantoro
Date Deposited: 01 Dec 2016 14:15
Last Modified: 21 Oct 2021 13:48
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/131920
[thumbnail of SKRIPSI_FULL_Annisa_Izzatul_Ulya.pdf]
Preview
Text
SKRIPSI_FULL_Annisa_Izzatul_Ulya.pdf

Download (6MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item