Pengaruh Ketinggian Lahan dan Pola Tanam Terhadap Kepadatan Populasi Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae) Pada Tanaman Ubi Kayu di Kabupaten Buleleng dan Karangasem.

Mumtazah, Sabrina and Akhmad Rizali, S.P., M.Si., Ph.D. (2024) Pengaruh Ketinggian Lahan dan Pola Tanam Terhadap Kepadatan Populasi Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae) Pada Tanaman Ubi Kayu di Kabupaten Buleleng dan Karangasem. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Ubi kayu merupakan sumber karbohidrat ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Produksi ubi kayu di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 14.951.350 ton dengan luas panen sebesar 549.226 ha. Sedangkan, produksi ubi kayu di indonesia pada tahun 2021 mencapai 15.730.971 ton dengan luas panen sebesar 631.161 ha. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa produksi ubi kayu di Indonesia mengalami penurunan. Pada Provinsi Bali, produksi ubi kayu pada tahun 2022 mencapai 118.387 ton dengan luas panen sebesar 6.582 ha. Terdapat dua kabupaten dengan produksi ubi kayu tertinggi yaitu Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Buleleng. Salah satu penyebab menurunnya produksi ubi kayu adalah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Salah satu hama penting pada tanaman ubi kayu adalah kutu putih. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan persebaran kutu putih salah satunya yaitu kondisi habitat organisme seperti ketinggian lahan. Selain itu, teknik budidaya seperti penggunaan pola tanam juga dapat mempengaruhi populasi kutu putih. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengkaji keanekaragaman kutu putih serta pengaruh dan interaksi ketinggian lahan dan pola tanam terhadap populasi kutu putih pada tanaman ubi kayu di Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Karangasem di Provinsi Bali. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui persebaran OPTK A2 pada Provinsi Bali. Penelitian dilakukan pada tiga lokasi yang berbeda. Kegiatan pemantauan dan pengambilan sampel dilakukan pada dua kabupaten di Provinsi Bali yaitu Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Karangasem. Sedangkan, kegiatan mounting dan identifikasi dilakukan di Laboratorium Karantina Tumbuhan BKP Kelas I Denpasar. Penelitian dilakukan pada bulan September hingga Desember 2023. Penelitian ini meliputi empat tahapan yaitu pemantauan dan pengambilan sampel pada enam titik lokasi pengamatan, preparasi berupa pembuatan asam fuchsin dan larutan essig yang akan digunakan pada kegiatan mounting kutu putih, mounting kutu putih, serta identifikasi morfologi. Pemantauan dan pengambilan sampel dilakukan pada dua kabupaten di Provinsi Bali, yaitu buleleng dan karangasem. Pada setiap kabupaten diambil tiga titik lokasi pengamatan dan setiap titik lokasi pengamatan diwakili oleh sepuluh tanaman. Masing-masing tanaman diwakili oleh tiga helai daun yaitu satu helai daun bagian atas, satu helai daun bagian tengah, dan satu helai daun bagian bawah. Pengambilan sampel dilakukan dua kali pengulangan pada bulan yang berbeda yaitu bulan September dan Oktober. Pengambilan sampel menggunakan metode subjektif sampel. Selanjutnya, dilakukan mounting kutu putih dengan membersihkan kutikula kutu putih dari lapisan lemak dan mengeluarkan isi tubuh kutu putih untuk mempermudah identifikasi pada kutu putih. Kegiatan identifikasi dilakukan di Laboratorium Karantina Tumbuhan BKP Kelas I Denpasar dengan mengamati morfologi kutu putih dari kaca preparat menggunakan mikroskop stereo merek nikon SMZ 25. Selanjutnya, hasil pengamatan morfologi tersebut akan disesuaikan dengan kunci identifikasi morfologi berdasarkan literatur. Data yang dianalisis merupakan data populasi kutu putih pada kabupaten karangasem dan buleleng dengan menggunakan perangkat lunak R statistic versi 4.3.2 (R Core Team, 2023). Terdapat beberapa package yang digunakan, yaitu agricolae, vegan, vegdata, aov1R, aovbay, readxl, dan ggplot2. Hasil yang didapatkan yaitu Populasi kutu putih tertinggi didapatkan pada ketinggian 30-50 mdpl dengan jumlah spesies yang ditemukan yaitu lima dan jumlah individu yang ditemukan yaitu 590. Spesies kutu putih yang didapatkan yaitu Ferrisia virgata, Paracoccus marginatus, Phenacoccus solenopsis, Planococcus citri, Pseudococcus longispinus. Spesies kutu putih yang paling banyak ditemukan yaitu Ps. longispinus dengan jumlah sebanyak 396 individu, sedangkan populasi spesies kutu putih yang paling sedikit ditemukan yaitu Ph. solenopsis dengan jumlah sebanyak 8 individu. Spesies kutu putih OPTK A2 yang ditemukan yaitu Ph. solenopsis. Ketinggian lahan serta interaksi antara ketinggian dan pola tanam berpengaruh signifikan terhadap terhadap populasi kutu putih Ps. longispinus dan P. marginatus. Hal tersebut dikarenakan interaksi ketinggian lahan dan pola tanam saling mempengaruhi suhu lingkungan, suhu lingkungan yang rendah dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan kutu putih.

English Abstract

Cassava is the third source of carbohydrates in Indonesia after rice and corn. Cassava production in Indonesia in 2022 reach 14,951,350 tons with a harvest area of 549,226 ha. Meanwhile, cassava production in Indonesia in 2021 reach 15,730,971 tons with a harvest area of 631,161 ha. Based on this, it is known that cassava production in Indonesia has decreased. In Bali Province, cassava production in 2022 reach 118,387 tonnes with a harvest area of 6,582 ha. There are two districts with the highest cassava production, namely Karangasem Regency and Buleleng Regency. One of the causes of the decline in cassava production is plant pest organisms. The important pests on cassava plants is mealybugs. One of the factors that influence the number and distribution of mealybugs is the condition of the organism's habitat, such as the height of the land. Apart from that, cultivation techniques such as the use of planting patterns can also influence mealybug populations. This research aims to study and assess the diversity of mealybugs as well as the influence and interaction of land height and planting patterns on mealybug populations on cassava plants in Buleleng Regency and Karangasem Regency in Bali Province. Apart from that, this research also aims to determine the distribution of quarantine plant pest organisms A2 in Bali Province. The research was conducted at three different locations. Monitoring and sampling activities were carried out in two districts in Bali Province, Buleleng Regency and Karangasem Regency. Meanwhile, mounting and identification activities were carried out at the Class I Plant Quarantine Laboratory in Denpasar. The research was conducted from September to December 2023. This research included four stages, monitoring and sampling at six observation locations, preparation in the form of making fuchsin acid and essig solution which used in mounting mealybugs, mounting mealybugs, and morphological identification. Monitoring and sampling were carried out in two districts in Bali Province, Buleleng and Karangasem. In each district three observation locations were taken and each observation location point was represented by ten plants. Each plant is represented by three leaves, one upper leaf, one middle leaf and one lower leaf. Sampling was carried out twice in different months, namely September and October. Sampling uses a subjective sampling method. Next, mealybug mounting is carried out by cleaning the mealybug cuticle from the fat layer and removing the contents of the mealybug body to make it easier to identify mealybugs. Identification activities were carried out at the Denpasar Class I Plant Quarantine Laboratory by observing the morphology of mealybugs from glass preparations using a Nikon SMZ 25 brand stereo microscope. Next, the results of these morphological observations will be adjusted to the morphological identification key based on the literature. The data analyzed was mealybug population data in Karangasem and Buleleng districts using R statistical software version 4.3.2 (R Core Team, 2023). There are several packages used, namely agricolae, vegan, vegdata, aov1R, aovbay, readxl, and ggplot2. iv The results obtained were that the highest population of mealybugs was found at an altitude of 30-50 MASL with the number of species found being five and the number of individuals found being 590. The mealybug species obtained were Ferrisia virgata, Paracoccus marginatus, Phenacoccus solenopsis, Planococcus citri, Pseudococcus longispinus. The most commonly found mealybug species is Ps. longispinus with a total of 396 individuals, while the smallest population of mealybug species found was Ph. solenopsis with a total of 8 individuals. The OPTK A2 mealybug species found was Ph. solenopsis. The height of the land and the interaction between height and planting pattern have a significant effect on the population of Ps. longispinus and P. marginatus. This is because the interaction of land height and planting patterns mutually influence environmental temperature, low environmental temperatures can support the growth and development of mealybugs.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: 0524040258
Divisions: Fakultas Pertanian > Agroekoteknologi
Depositing User: Unnamed user with username nova
Date Deposited: 20 May 2024 06:31
Last Modified: 20 May 2024 06:31
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/219113
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
Sabrina Mumtazah.pdf
Restricted to Registered users only

Download (3MB)

Actions (login required)

View Item View Item