Dominique, Eleanor Ester and Alfons Zakaria, S.H., LL.M. (2024) Urgensi Pengaturan Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Jenazah Di Indonesia. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Dalam hukum pidana Indonesia masih terdapat kekosongan hukum terkait persetubuhan terhadap jenazah, yang diatur dalam hukum pidana Indonesia hanya tindakan-tindakan seperti menggali, memindahkan, dan mengangkut jenazah belum ada satupun pengaturan yang tegas mengecam tindak pidana persetubuhan terhadap jenazah padahal kasusnya sudah banyak terjadi di Indonesia. Persetubuhan terhadap jenazah melanggar norma kesusilaan dengan mencemari tubuh dan kehormatan jenazah bahkan kehormatan keluarga jenazah pun ikut terdampak. Perlu adanya jaminan perlindungan dan kepastian hukum melalui upaya penguatan substansi hukum, harmonisasi struktur hukum, dan pembangunan budaya hukum. Persetubuhan terhadap jenazah yang didahului dengan tindak pidana lain dapat diterapkan pasal tertentu, tetapi akan menjadi tanda tanya besar ketika persetubuhan terhadap jenazah terjadi tanpa didahului tindak pidana lain karena tidak ada satu pun aturan yang mampu menjeratnya. Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana memang terdapat satu pasal yang mengecam perbuatan tidak beradab terhadap jenazah tepatnya pada Pasal 271 KUHP Baru, tetapi terdapat permasalahan pada frasa “memperlakukan jenazah secara tidak berdadab” yang bersifat multitafsir dan tidak memenuhi asas lex scripta, lex certa, dan lex stricta. Penelitian ini berangkat dari permasalahan yang harus dipecahkan yaitu apa urgensi pengaturan tindak pidana persetubuhan terhadap jenazah pada hukum pidana Indonesia? dan juga bagaimana formulasi pengaturan yang tepat untuk penegakan hukum kasus persetubuhan terhadap jenazah di Indonesia? Jenis penelitian ini yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, pendekatan komparatif (Singapura dan Georgia), dan pendekatan konseptual. Teknik analisis bahan hukumnya menggunakan interpretasi gramatikal, interpretasi komparatif, dan interpretasi futuristis. Urgensi pengaturan tindak pidana persetubuhan terhadap jenazah adalah orang yang meninggal dunia sekalipun berhak mendapatkan perlindungan atas tubuh dan kehormatan dirinya, didukung dengan konsep KUHP baru yang mulai mengakomodir dan memperhatikan hak-hak jenazah untuk diperlakukan secara manusiawi. Persetubuhan terhadap jenazah menciderai nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila terkhususnya pada sila ke-1, sila ke-2, dan sila ke-5. Perlu adanya kepastian hukum dan upaya penanggulangan yang sifatnya Pre-emtif, Preventif, dan Represif untuk dapat mengatasi persoalan kekosongan hukum di tengah maraknya kasus persetubuhan terhadap jenazah di Indonesia. Formulasi pengaturan cukup diintegrasikan pada buku kedua KUHP pada Bab XV tentang Tindak Pidana Kesusilaan atau pada undang-undang terpisah. Rumusan pengaturan persetubuhan terhadap jenazah disusun dengan bahasa Indonesia yang jelas dan tegas agar tidak multitafsir. Pengaturan dikonsepkan mencakup semua jenis kelamin tidak cenderung menjerat salah satu jenis kelamin saja. Pada formulasi pengaturan perlu menjelaskan lebih lanjut terkait definisi dan penjabaran lebih rinci pada akhir undang-undang agar dapat memberikan pemahaman yang lebih baik. Sistem perumusan sanksi pidana tunggal dan pada kisaran bobot sanksi golongan berat menyesuaikan konsep Tim Penyusun KUHP baru. Adopsi sistem dua jalur juga diperlukan untuk pelaku dengan disabilitas mental atau disabilitas intelektual, memungkinkan untuk pengurangan pidana dan/atau rehabilitasi.
English Abstract
In Indonesian criminal law there is still a legal vacuum related to necrophilia, which is regulated in Indonesian criminal law only actions such as excavating, moving and transporting corpses, there is not a single regulation that explicitly condemns necrophilia even though the case has become rampant in Indonesia. Necrophilia violates the norms of decency by defiling the body and honor of the corpse and even the honor of the corpse's family is also affected. It is necessary to guarantee protection and legal certainty through efforts to strengthen legal substance, harmonize legal structures, and develop legal culture. Necrophilia preceded by other criminal acts can be applied to certain articles, but it will be a big question mark when necrophilia occurs without preceding other criminal acts because there is no single regulation that can ensnare it. Since the enactment of Renewal Indonesian Criminal Code Number 1 of 2023, there is indeed one article that condemns the uncivilized act against the corpse precisely in Article 271 of the New Criminal Code, but there are problems with the phrase "treating the corpse in an uncivilized manner" which is multi-interpretive and does not meet the principles of lex scripta, lex certa, and lex stricta. This research departs from the problems that must be solved, namely what is the urgency of regulating the criminal act of necrophilia in the reform of Indonesian criminal law? and also how is the appropriate regulatory formulation for law enforcement of necrophilia cases in Indonesia? This type of research is juridical with a statutory approach, case approach, comparative approach (Singapore and Georgia), and conceptual approach. The legal material analysis technique uses grammatical interpretation, comparative interpretation, and futuristic interpretation. The urgency of regulating the criminal act of necrophilia is that even people who die are entitled to protection of their bodies and honor, supported by the concept of the new Criminal Code which begins to accommodate and pay attention to the rights of corpses to be treated humanely. Necrophilia violates the values contained in Pancasila, especially the 1st, 2nd, and 5th precepts. There is a need for legal certainty and countermeasures that are Pre-emtif, Preventive, and Repressive in order to overcome the problem of legal vacuum in the midst of the rampant cases of Necrophilia in Indonesia. The formulation of regulation is sufficiently integrated in the second book of the Renewal Indonesian Criminal Code in Chapter XV on Criminal Offenses of Decency or in the other regulation. The formulation of the regulation of intercourse with a corpse is formulated in clear and firm Indonesian language to avoid multiple interpretations. The regulation is conceptualized to cover all genders and does not tend to ensnare only one gender. The formulation of the regulation needs to explain further related to the definition and more detailed elaboration at the end of the Criminal Code in order to provide a better understanding. The system of formulating a single criminal sanction and on the range of heavy sanction weight adjusts the concept of the Drafting Team of the Indonesian New Criminal Code. Adoption of a double-track system is also required for perpetrators with mental disabilities or intellectual disabilities, allowing for reduction of punishment and/or rehabilitation.
| Item Type: | Thesis (Sarjana) |
|---|---|
| Identification Number: | 0524010058 |
| Uncontrolled Keywords: | Hukum Pidana Indonesia, Persetubuhan, Nekrofilia, Jenazah. |
| Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
| Depositing User: | Unnamed user with username nova |
| Date Deposited: | 29 Apr 2024 04:16 |
| Last Modified: | 29 Apr 2024 04:16 |
| URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/218682 |
![[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO]](http://repository.ub.ac.id/style/images/fileicons/text.png) |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
Eleanor Ester Dominique.pdf Restricted to Registered users only Download (3MB) |
Actions (login required)
 |
View Item |