Alasan Penerbitan Pasal 10 Ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 108 Tahun 2019 Tentang Penerbitan Kartu Keluarga Perkawinan Tidak Tercatat

Rina Lusianingrum, Nurlita and Dr. Rachmi Sulistyarini, S.H., M.H and Fitri Hidayat, S.H., M.H (2023) Alasan Penerbitan Pasal 10 Ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 108 Tahun 2019 Tentang Penerbitan Kartu Keluarga Perkawinan Tidak Tercatat. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-undang Perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia menyatakan bahwa setiap perkawinan harus dicatatkan secara hukum agar mendapatkan terciptanya jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum terutama bagi istri dan anak dari diterbitnya buku nikah/kutipan akta perkawinan. Kemudian terbit Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 108 Tahun 2019 Pasal 10 ayat (2) yang menyatakan bahwa penerbitan kartu keluarga baru dapat menggunakan SPTJM perkawinan tidak tercatat, yang semula persyaratan penerbitan kartu keluarga baru perkawinan tidak tercatat yaitu dengan adanya buku nikah/kutipan akta perkawinan. Maka dalam hal ini menimbulkan kekaburan norma karena yang peraturan yang awalnya mensyaratkan penerbitan kartu keluarga yaitu menggunakan buku nikah/kutipan akta perkawinan kemudian berubah dengan menggunakan SPTJM perkawinan tidak tercatat. Berdasarkan hal tersebut, skripsi ini mengangkat rumusan masalah yaitu apa alasan penerbitan pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 108 Tahun 2019 tentang penerbitan kartu keluarga perkawinan tidak tercatat? Kemudian penulisan ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan historis. Pendekatan perundang-undangan melihat pada peraturan perundang-undangan yang relevan dengan isu hukum yang sedang dikaji serta pendekatan sejarah digunakan untuk menelusuri aturan hukum yang dibuat di masa lampau yang masih berkaitan dengan masa kini menggunakan teknik analisis bahan hukum yaitu penafsiran sistematis. Dari hasil penelitian dengan metode di atas, penulis memperoleh hasil bahwa alasan penerbitan pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 108 Tahun 2019 tentang perkawinan tidak tercatat adalah pembuatan kartu keluarga (KK) baru bagi perkawinan tidak tercatat dalam dokumen kependudukan dan sistem administrasi di Indonesia adalah untuk terciptanya tertib administrasi dengan mencatat segala peristiwa kependudukan seseorang serta memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada istri dan anak. Dalam hal ini tugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil adalah bertanggungjawab untuk memberikan identitas kependudukan, menerbitkan dokumen kependudukan, dan mendokumentasikan setiap peristiwa kependudukan yang terjadi pada semua warga negara Indonesia, termasuk warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri, seperti kelahiran, kematian, pernikahan, perceraian, perpindahan, adopsi, dan pengakuan anak. Dalam hal ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tidak menyatakan perkawinannya adalah sah atau tidak, tetapi mencatat terjadinya setiap peristiwa, yang didasarkan pada laporan dari penduduk. Serta hasil dalam pencatatan perkawinan adalah akta kawin, sedangkan kartu keluarga bukan merupakan bukti pencatatan perkawinan melainkan adalah pendataan untuk menunjukkan status hubungan dengan keluarga.

English Abstract

Marriage according to Article 1 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage is to form a happy and eternal family (household) based on God Almighty by the inner and outer bond between a man and a woman as husband and wife. In Indonesian legislation, it is stated that every marriage must be legally registered in order to obtain the creation of legal certainty and legal protection, especially for wives and children from the issuance of marriage books / marriage certificate quotations. Then issued Regulation of the Minister of Home Affairs Number 108 of 2019 Article 10 paragraph (2) which states that the issuance of a new family card can use the SPTJM of an unrecorded marriage, which originally required the issuance of a new family card for an unrecorded marriage, namely a marriage book / marriage certificate. So, in this case, it creates norm ambiguity because the regulation that initially requires the issuance of a family card, namely using a marriage book/excerpt of a marriage certificate, then changes by using an SPTJM of an unrecorded marriage. Based on the foregoing, this thesis raises the formulation of the problem, namely what are the reasons for the issuance of article 10 paragraph (2) of the Regulation of the Minister of Home Affairs Number 108 of 2019 concerning the issuance of family cards for unrecorded marriages? Then this writing uses a type of normative juridical research with a statutory approach method and a historical approach. The statutory approach looks at laws and regulations that are relevant to the legal issues being studied and the historical approach is used to trace legal rules made in the past that are still related to the present using legal material analysis techniques, namely systematic interpretation. From the results of the research using the above methods, the author obtained the results that the reason for the issuance of article 10 paragraph (2) of the Regulation of the Minister of Home Affairs Number 108 of 2019 concerning unregistered marriages is the making of new family cards (KK) for unregistered marriages in population documents and the administrative system in Indonesia is to create administrative order by recording all events of a person's population and providing guarantees of legal certainty and legal protection to wives and children. In this case, the task of the Population and Civil Registration Office is to be responsible for providing population identity, issuing population documents, and documenting every population event that occurs to all Indonesian citizens, including Indonesian citizens living abroad, such as birth, death, marriage, divorce, movement, adoption, and child recognition. In this case, the Population and Civil Registration Office does not state whether the marriage is valid or not, but records the occurrence of each event, which is based on reports from residents. And the result of marriage registration is a marriage certificate, while the family card is not proof of marriage registration but is data collection to show the status of relationships with families.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: 052301
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Annisti Nurul F
Date Deposited: 25 Jan 2024 01:12
Last Modified: 25 Jan 2024 01:12
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/213551
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
Nurlita Rina Lusianingrum.pdf
Restricted to Registered users only

Download (2MB)

Actions (login required)

View Item View Item