Formulasi dan Granulasi Pupuk Hayati Mikoriza Arbuskula (Glomus sp.) pada Berbagai Kombinasi Bahan Pembawa Berupa Batuan Fosfat dan Arang Sekam.

Silalahi, Gabriella Ester and Dr.Ir Budi Prasetya,, MP (2023) Formulasi dan Granulasi Pupuk Hayati Mikoriza Arbuskula (Glomus sp.) pada Berbagai Kombinasi Bahan Pembawa Berupa Batuan Fosfat dan Arang Sekam. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Alih fungsi lahan pada tahun 2018 mencapai 200.000 ha per tahun dari 7,75 juta ha menjadi 7,1 juta ha, yang menyebabkan petani melakukan praktik pertanian intensif dan dapat menyebabkan terjadinya degradasi lahan serta penurunan biodiversitas. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi terjadinya degradasi lahan dan penurunan biodiversitas adalah melakukan pemupukan menggunakan pupuk yang lebih ramah lingkungan seperti pupuk hayati mikoriza. Penggunaan mikoriza arbuskular dalam pupuk hayati dapat meningkatkan serapan unsur hara, khususnya unsur hara P dengan menghasilkan enzim fosfatase, menjaga struktur tanah, melindungi akar dari penyakit, menjaga pH tanah tetap netral, dan menambah daya jelajah akar dalam menyerap air dan unsur hara melalui hifa atau miselium dari jamur mikoriza. Bahan pembawa yang digunakan dalam pupuk hayati adalah batuan fosfat dan arang sekam. Batuan fosfat memiliki unsur P2O5 yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan P di dalam tanah. Arang sekam mudah untuk diperoleh, mampu menjaga kegemburan tanah, meningkatkan kapasitas menyerap air pada tanah dan mampu menyediakan unsur hara fosfor (P), Kalium (K), Magnesium (Mg), dan Silikat (Si). Pupuk hayati dipersiapkan dalam bentuk granular (butiran). . Hasil analisis laboratorium dianalisis keragamannya menggunakan analisa rancangan acak lengkap faktorial (RALF) dan dianalisis lanjut menggunakan analisis keragaman (ANOVA) DMRT dengan taraf 5%, kemudian dilakukan uji korelasi setelah keragaman telah dianalisis. Formulasi bahan pembawa pupuk hayati granul sebagai berikut. Batuan fosfat (A) dengan dosis F1 : 900 g, F2 : 500 g, dan F3 : 100 g. Arang sekam (F) dengan dosis A1 : 100 g, A2 : 500 g, dan A3 : 900 g. Bahan pembawa terdiri dari batuan fosfat dan arang sekam, sedangkan persentase terdiri dari 9 (sembilan) kombinasi A1F1 (1:9), A1F2 (1:5), A1F3 (1:9), A2F1 (5:1), A2F2 (1:1), A2F3 (5:9), A3F1 (9:1), A3F2 (9:5), dan A3F3 (1:1). Pengujian dilakukan dari aspek biologi berupa viabilitas mikoriza. Aspek fisik yang dianlisi meliputi pengujian berat jenis, kadar air, uji yield (uji persentase butir granul 2-5 mm), dan waktu dispersi pupuk. Pengujian aspek kimia meliputi pengujian N-total pupuk, P-total pupuk, K-total pupuk, pH, C-Organik, C/N rasio serta KTK atau kapasitas tukar kation. Standar yang digunakan adalah Permentan No.261 Tahun 2019 mengenai standar pupuk granul organik karena standar pupuk granul hayati belum ditentukan. Hasil menunjukkan bahwa pupuk hayati formulasi A3F3 (9:1) memiliki nilai ratarata tertinggi dengan 30,3 spora. Perlakuan A1F2 (1:5) memiliki hasil terbaik dengan kadar air 11,7% dan persentase ukuran butir granul 2-5 mm 72,7%. Perlakuan A3F3 (9:1) memiliki nilai terbaik dengan N-total, K- total, dan COrganik, yaitu secara berurut 28,09%, 4,635%, dan 5,675%. Uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang sangat kuat antara kadar air terhadap N-total, waktu dispersi terhadap N-total, waktu dispersi terhadap P-total, kadar air terhadap pH pupuk, dan waktu dispersi terhadap viabilitas. Salah satu contoh parameter yang memiliki hubungan keeratan yang sangat rendah adalah kadar air terhadap hasil uji yield pupuk. Pupuk granul yang telah dibuat belum memenuhi standar Kepmentan no.261 Tahun 2019 tentang pupuk granul organik yang berlaku.

English Abstract

Land conversion in 2018 reached 200,000 ha per year from 7.75 million ha to 7.1 million ha, which caused farmers to carry out intensive agricultural practices and could lead to land degradation and decreased biodiversity. One way that can be used to overcome land degradation and decreased biodiversity is to apply fertilization using more environmentally friendly fertilizers such as mycorrhizal biofertilizers. The use of arbuscular mycorrhizae in biological fertilizers can increase nutrient uptake, especially P by producing phosphatase enzymes, maintaining soil structure, protecting roots from disease, keeping soil pH neutral, and increasing the cruising range of roots in absorbing water and nutrients through hyphae or mycelium of mycorrhizal fungi. Carrier materials used in biofertilizers are natural rock phosphate and husk charcoal. Rock phosphate has the element P2O5 which can be used to increase P in the soil. Husk charcoal are easy to obtain, are able to maintain soil friability, increase the capacity to absorb water in the soil and are able to provide the nutrients phosphorus (P), Potassium (K), Magnesium (Mg), and Silicate (Si). Biological fertilizer is prepared in granular form. . The results of the laboratory analysis were analyzed for diversity using completely randomized factorial design analysis (RALF) and further analyzed using DMRT analysis of diversity (ANOVA) with a level of 5%, then a correlation test was carried outafter the diversity had been analyzed. The formulation of the granular biological fertilizer carrier is as follows. Phosphate rock (A) with doses of F1: 900 g, F2: 500g, and F3: 100 g. Husk charcoal (F) with doses A1: 100 g, A2: 500 g, and A3: 900 g. The carrier material consists of phosphate rock and husk charcoal, while the percentage consists of 9 (nine) combinations of A1F1 (1:9), A1F2 (1:5), A1F3 (1:9), A2F1 (5:1), A2F2 (1 :1), A2F3 (5:9), A3F1 (9:1), A3F2 (9:5), and A3F3 (1:1). Testing was carried out from a biological aspect in the form of mycorrhizal viability. The physical aspects analyzed include specific gravity testing, water content, yield testing (percentage test of 2-5 mm granules), and fertilizer dispersion time. Chemical aspect testing includes testing N-total fertilizer, P-total fertilizer, K-total fertilizer, pH, C-Organic, C/N ratio and CEC or cation exchange capacity. The standard used is Minister of Agriculture Regulation No. 261 of 2019 about organic granule fertilizer standards because biological granule fertilizerstandards have not been determined. The results showed that the A3F3 formulation biofertilizer (9:1) had the highest average value with 30.3 spores. The A1F2 (1:5) had the best results with a water content of 11.7% and a percentage of granule size 2-5 mm of 72.7%. Treatment A3F3 (9:1) has the best value with N- total, K-total, and C-Organic, namely 28.09%, 4.635%, and 5.675%. The correlation shows that there is a very strong relationship between water content to N-total, dispersion time to N-total, dispersion time to P-total, water content to fertilizer pH, and dispersion time to viability. One example of a parameter that hasa very low relationship is water content to fertilizer yield test results. The granular fertilizer that has been made does not meet the applicable standards of Minister of Agriculture Decree No. 261 of 2019 about organic granular fertilizer.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: 052304
Divisions: Fakultas Pertanian > Agroekoteknologi
Depositing User: Unnamed user with username chikyta
Date Deposited: 16 Jan 2024 01:20
Last Modified: 16 Jan 2024 01:20
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/210533
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
GABRIELLA ESTER SILALAHI.pdf
Restricted to Registered users only until 31 December 2025.

Download (1MB)

Actions (login required)

View Item View Item