NI’MATIN, ULFA and Dr. Uma Khumairoh, S.P., M.Sc and Kartika Yurlisa, S.P., M.Sc (2023) Pengaruh Perbedaan Interval Waktu Tanam Buncis (Phaseolus Vulgaris L.) Tipe Tegak Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea Mays L.) Pada Pola Tanam Tumpangsari. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Jagung menempati posisi kedua sebagai tanaman pangan terpenting setelah padi di Indonesia. Budidaya jagung dengan pola tanam monokultur pada lahan yang relatif sempit dinilai masih kurang efektif, terutama untuk petani kecil. Penanaman tumpangsari jagung dan tanaman kacang-kacangan dinilai lebih menguntungkan daripada penanaman monokultur, karena dalam pola tanam tumpangsari dapat meningkatkan produktivitas lahan per satuan luas dan waktu. Dalam penanaman tumpangsari, waktu tanam mempunyai peranan penting karena dapat menimbulkan potensi terjadinya kompetisi antara tanaman utama dan sela, seperti faktor unsur hara, air, ruang dan kesuburan tanah. Tumpangsari antara jagung manis dan buncis sering menyebabkan ternaunginya tanaman buncis oleh tanaman jagung manis. Untuk mengurangi kompetisi antara tanaman jagung manis dan buncis, maka waktu tanam buncis harus diatur, sehingga pertumbuhan dan hasil jagung manis dan buncis menjadi optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbedaan interval waktu tanam buncis tipe tegak terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis pada pola tanam tumpangsari. Hipotesis dari penelitian ini adalah interval waktu tanam buncis yang ditanam 10 hari sebelum tanam jagung manis pada pola tanam tumpangsari memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan dengan pola tanam monokultur. Penelitian dilaksanakan di Desa Bangkok, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur pada Februari – Juni 2023. Alat yang digunakan pada penelitian adalah tugal, penyemprotan, meteran, refraktometer, timbangan digital, LAM, kamera dan oven. Sementara itu, bahan yang digunakan pada penelitian adalah benih jagung manis varietas Talenta, benih buncis varietas Gipsy-1, fungisida sistemik berbahan aktif Dimethomorph 500 SC, pupuk daun, insektisida berbahan aktif Imidakloprid 30 WP, pupuk untuk tanaman jagung manis (pupuk kandang ayam 10 ton ha-1, pupuk Urea 450 kg ha-1, pupuk SP 36 100 kg ha-1 dan pupuk KCL 100 kg ha-1), dan pupuk untuk tanaman buncis (pupuk kandang ayam 15 ton ha-1, pupuk Fertiphos 250 kg ha-1, pupuk KCL 250 kg ha-1, pupuk ZA 200 kg ha-1). Penelitian menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor, dengan pengelompokan berdasarkan waktu tanam buncis. Adapun perlakuan yang diteliti adalah menggunakan 4 ulangan dan 6 perlakuan, yaitu monokultur jagung manis, buncis ditanam -20 HST jagung manis, buncis ditanam -10 HST jagung manis, buncis dan jagung manis (ditanam bersamaan), buncis ditanam +10 HST jagung manis, dan buncis ditanam +20 HST jagung manis. Data hasil pengamatan dari masing-masing perlakuan diolah menggunakan uji ANOVA dengan uji taraf 5%. Jika setiap perlakuan berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola tanam tumpangsari lebih baik dari pada monokultur. Perlakuan tumpangsari terbaik terdapat pada perlakuan waktu tanam buncis 10 hari sebelum tanam jagung manis. Diketahui bahwa perlakuan ini berpengaruh positif pada hasil tanaman jagung manis, yaitu padaii ii parameter panjang tanaman sebesar 245 cm tan-1, jumlah daun sebanyak 13 helai tan-1, panjang tongkol sebesar 24,50 cm tan-1, diameter tongkol sebesar 5,15 cm tan-1, jumlah baris biji sebanyak 15,50 baris tongkol-1, hasil panen sebesar 23,07 ton ha-1 dan berat basah brangkasan sebesar 34,36 ton ha-1. Dari data nilai BC Rasio juga menunjukkan bahwa nilai tertinggi terdapat pada perlakuan buncis ditanam 10 hari sebelum tanam jagung manis dengan nilai sebesar 1,04. Hal ini dapat disimpulkan bahwa bahwa pola tanam secara tumpangsari dengan interval waktu tanam buncis ditanam 10 hari sebelum tanam jagung manis layak dilanjutkan atau efisien karena keuntungan yang diperoleh lebih besar dari pada jumlah biaya produksi.
English Abstract
Corn takes the second position as the most important food crop after rice in Indonesia. Even so, cultivating with a monoculture cropping pattern on relatively narrow land is considered to be ineffective, especially for small farmers. Intercropping of corn and legumes is considered more profitable than monoculture, because intercropping can increase land productivity per unit area and time. In intercropping, planting time has an important role because it can lead potential competitions between the main crop and intercrops, such as factors of nutrients, water, space, and soil fertility. Overlapping between sweet corn and chickpea often results in the shading between them. To reduce the competition between sweet corn and chickpea, planting time for chickpea must be adjusted so that the growth and yield of sweet corn and chickpea can be optimal. This study aimed to study the effect of different planting time intervals of the upright type of chickpea on the growth and yield of sweet corn in the intercropping pattern. The hypothesis of this study is the planting time interval for chickpea planted 10 days before planting for sweet corn in the intercropping pattern has a better effect compared to the monoculture planting pattern. The research was conducted in Bangkok Village, Gurah District, Kediri Regency, East Java from February – June 2023. The tools used in the research were planting hammers, sprayers, meters, refractometer, digital scales, LAM, cameras and ovens. Meanwhile, the materials used were sweet corn seeds of the Talenta variety, chickpea seeds of the Gipsy-1 variety, systemic fungicide with the active ingredient Dimethomorph 500 SC, foliar fertilizer, insecticide with the active ingredient Imidacloprid 30 WP, fertilizer for sweet corn (chicken manure 10 tons ha-1, Urea 450 kg ha-1, SP 36 fertilizer 100 kg ha-1 and KCL fertilizer 100 kg ha-1), fertilizer for chickpea (chicken manure 15 tons ha-1, Fertiphos fertilizer 250 kg ha-1, KCL fertilizer 250 kg ha-1 and ZA fertilizer 200 kg ha-1). The study used a one-factor Randomized Block Design (RBD) method, with grouping based on the time of planting of chickpea. The treatment tried was using 4 replications and 6 treatments, namely sweet corn monoculture, chickpea planted -20 DAP sweet corn, chickpea planted -10 DAP sweet corn, chickpea and sweet corn planted together, chickpea planted +10 DAP sweet corn, and chickpea planted +20 DAP sweet corn. Observational data from each treatment were processed using the ANOVA test with a 5% level test. If each treatment has a significant effect, it is continued with the Honestly Significant Difference (HSD) test with a level of 5%. The research results show that the intercropping pattern is better than monoculture. The best intercropping treatment is found in the treatment when planting beans - 10 HST for sweet corn. It is known that this treatment has a positive effect on the yield of sweet corn, namely the length of the plant is 245 cm tan-1, the number of leaves is 13 tons-1, the cob length is 24.50 cm tan-1, the cob diameter is 5.15 cm tan-1, the number of seed rows was 15.50 rows cob-1, the yield was 23.07 tons ha-1 and the fresh weight of stover was 34.36 tons ha-1. From the BC Ratio value data it also shows that the highest value is found in the treatmentiv iv of chickpea planted 10 days before planting sweet corn with a value of 1.04. It can be concluded that the intercropping cropping pattern with pea planting time intervals of chickpea planted 10 days before planting sweet corn is feasible or efficient because the profits obtained are greater than the total production costs.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | 052304 |
Divisions: | Fakultas Pertanian > Budidaya Pertanian |
Depositing User: | Annisti Nurul F |
Date Deposited: | 11 Jan 2024 07:17 |
Last Modified: | 11 Jan 2024 07:17 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/208377 |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
Ulfa Ni'matin.pdf Restricted to Registered users only until 31 December 2025. Download (2MB) |
Actions (login required)
View Item |