Wardana, Ananta Yudha Ali and Dr. Nurini Aprilianda, S.H., M.Hum and Mufatikhatul Farikhah, S.H., M.H (2023) Implementasi Restorative Justice Pada Tahap Penuntutan Tindak Pidana Di Kejaksaan Negeri Batu. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Restorative Justice muncul sebagai alternatif dalam penyelesaian perkara pidana. Sistem peradilan pidana yang berlaku saat ini belum mengakomodir hak hak dari korban yang mana korban merupakan pihak yang terdampak dari adanya tindak pidana tersebut. Selain itu sistem pidana hanya berfokus dalam menghukum pelaku. Restorative Justice dapat dilakukan dalam tahap penuntutan oleh Kejaksaan Negeri. Kejaksaan Negeri Batu menjadi kejaksaan Negeri di Malang Raya yang terakhir dalam melaksanakan penghentian penuntutan tindak pidana berdasarkan Restorative Justice dibandingkan Kejaksaan Negeri Kota Malang dan Kejaksaan Negeri Malang. Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini mengangkat rumusan masalah yaitu Bagaimana penerapan Restorative Justice di Kejaksaan Negeri Batu dan Apa kendala penerapan Restorative Justice di Kejaksaan Negeri Batu ?. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode sosio legal dengan melakukan pendekatan sosiologis. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara yang mana dianalisis melalui metode deskriptif analitis yakni menganalisis data hasil wawancara di lapangan lalu dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini sehingga akan diperoleh hasil yang akurat. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memperolah jawaban atas rumusan masalah Untuk penerapan Penghentian Penuntutan melalui Restorative Justice di Kejaksaan Negeri Batu tidak sesuai dengan PERJA No. 15 Tahun 2020 karena dalam praktiknya, ketika telah tercapai kesepakatan perdamaian antara para pihak. Hasil perdamaian dilaporkan kepada Jampidum untuk disetujui. Berbeda dengan di dalam PERJA bahwa hasil perdamaian disampaikan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi. Kemudian untuk perkara yang berhasil dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice di Kejaksaan Negeri Batu sendiri telah ada 3 perkara yang dihentikan penuntutannya. Untuk perkara yang tidak berhasil dilakukan Penghentian penuntutan melalui Restorative Justice, hal itu terjadi karena para pihak dalam perkara tidak sepakat untuk melakukan perdamaian hal itu menjadi kendala karena perdamaian sebagai syarat untuk dilakukan Penghentian penuntutan melalui Restorative Justice. Kemudian Kendala lain dalam pelaksanaan penghentian penuntutan melalui Restorative Justice. Meskipun tersangka serta korban telah menyetujui perdamaian, akan tetapi Jampidum juga dapat tidak menyutujui perdamaian tersebut. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia No. 15 tahun 2020, yang mana menyebutkan bahwasannya perdamaian tidak bisa dilakukan meskipun korban dan tersangka yang sudah sepakat untuk berdamai, akan tetapi kepala kejaksaan Tinggi dapat menolak penghentian penuntutan melalui Restorative Justice sehingga tetap dilimpahkan ke pengadilan. Kendala pelaksanaan penghentian penuntutan melalui Restorative Justice terakhir adalah aturan mengenai Restorative Justice hanya sebatas peraturan internal setiap institusi penegak hukum.
English Abstract
Restorative Justice emerged as an alternative in resolving criminal cases. The current criminal justice system does not yet accommodate the rights of victims where the victim is the party affected by the criminal act. Apart from that, the criminal system only focuses on punishing the perpetrator. Restorative Justice can be carried out at the prosecution stage by the District Attorney. The Batu District Prosecutor's Office was the last district attorney in Malang to implement the termination of criminal prosecution based on Restorative Justice compared to the Malang City District Attorney and the Malang District Prosecutor's Office. Based on the description above, this research raises a problem formulation, namely: How is Restorative Justice implemented in the Batu District Prosecutor's Office and what are the obstacles to the implementation of Restorative Justice in the Batu District Prosecutor's Office? The method used in this research is using socio-legal methods by taking a sociological approach. The data collection technique uses interview techniques which are analyzed using descriptive analytical methods, namely analyzing data from interviews in the field and then linking them to applicable laws and regulations which are in accordance with the problems in this research so that accurate results will be obtained. From the results of the research that has been carried out, the author obtains an answer to the problem formulation. The implementation of Termination of Prosecution through Restorative Justice in the Batu District Prosecutor's Office is not in accordance with PERJA No. 15 of 2020 because in practice, when a peace agreement has been reached between the parties. The peace results are reported to Jampidum for approval. This is different from PERJA where the results of the peace settlement are conveyed to the Head of the High Prosecutor's Office. Then, for cases where prosecution was successfully terminated based on Restorative Justice at the Batu District Prosecutor's Office, there were 3 cases whose prosecution was terminated. For cases where the prosecution was not successful through Restorative Justice, this happened because the parties in the case did not agree to make peace, this became an obstacle because peace was a condition for stopping the prosecution through Restorative Justice. Then there are other obstacles in implementing the termination of prosecution through Restorative Justice. Even though the suspect and victim have agreed to peace, Jampidum may also not agree to the peace. This is in accordance with the Republic of Indonesia Prosecutor's Regulation No. 15 of 2020, which states that peace cannot be made even if the victim and suspect have agreed to make peace, but the head of the High Prosecutor's Office can refuse to stop the prosecution through Restorative Justice so that it remains referred to court. The final obstacle to implementing the termination of prosecutions through Restorative Justice is that the regulations regarding Restorative Justice are only limited to the internal regulations of each law enforcement institution.
| Item Type: | Thesis (Sarjana) |
|---|---|
| Identification Number: | 052301 |
| Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
| Depositing User: | Samuri |
| Date Deposited: | 11 Jan 2024 06:46 |
| Last Modified: | 11 Jan 2024 06:46 |
| URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/208365 |
![[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO]](http://repository.ub.ac.id/style/images/fileicons/text.png) |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
Ananta Yudha Ali Wardana.pdf Restricted to Registered users only until 31 December 2025. Download (3MB) |
Actions (login required)
 |
View Item |