Panggung Drama Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah: Perspektif Dramaturgi Kritis Berbasis Filsafat Erving Goffman dan Hannah Arendt.

Ikbal, Muhammad and Prof. Dr. Unti Ludigdo,, Ak and Dr. Rosidi,, Ak and Assoc. Prof. Dr. Wuryan Andayani,, Ak (2023) Panggung Drama Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah: Perspektif Dramaturgi Kritis Berbasis Filsafat Erving Goffman dan Hannah Arendt. Doktor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Fokus utama penelitian ini adalah mengeksplorasi pengertian barang dan jasa pemerintah kegiatan pengadaan dengan menggunakan pendekatan dramaturgi kritis. Seperti yang ditekankan oleh dramaturgi pada peran aktor dalam dua sisi yaitu depan dan belakang panggung, pendekatan dramaturgi kritis digunakan sebagai mekanisme penting untuk menganalisis perilaku aktor dalam melakukan penipuan di panggung belakang. Penelitian ini menggunakan paradigma interpretatif sebagai landasannya, yang didalamnya dramaturgi dimodifikasi menjadi dramaturgi kritis yang mengungkap temuan ganda. Pengungkapan penipuan perilaku memerlukan metode khusus dalam pengumpulan data karena pelanggaran tidak mungkin terjadi dideteksi menggunakan metode umum seperti wawancara dan observasi. Penelitian ini menggunakan observasi partisipan yang diperluas, yang merupakan augmentasi partisipan pengamatan. Penelitian ini berhasil mengungkap alur cerita yang belum pernah terjadi diprediksi sebelumnya, khususnya perilaku curang di back stage barang dan pengadaan jasa. Elaborasi temuan ini menimbulkan dua pertanyaan: Mengapa demikian? korupsi dan penipuan masih terjadi meski hukum sudah ditegakkan? dan Cara mencegah dan menghilangkan tindakan tidak jujur ​​tersebut? Ranah teori kritis menjawab pertanyaan pertama dengan menyatakan bahwa, dengan menggunakan pemikiran Arendt, korupsi masih mengakar dan terus berlanjut karena korupsi adalah suatu hal yang biasa, suatu kejahatan yang berulang karena dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dan lumrah yang pelakunya mendapat manfaat darinya. Penelitian ini juga menemukan pelaku kejahatan ini adalah orang-orang hedonis yang suka memamerkan kekayaannya kepada rekan-rekannya. Orang yang merasa bahwa mereka menjadi miskin setelah melihat kekayaannya berakhir dengan melakukan kejahatan sendiri. Kedua Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan menggunakan pemikiran Buya Hamka yaitu kesopanan (qona’ah, an Kata Arab yang secara sederhana diterjemahkan sebagai rasa berkecukupan) dapat menghalangi seseorang untuk melakukannya melakukan penipuan. Berdasarkan temuan di atas, penelitian ini mengupgrade teori kecurangan menjadi teori segi delapan penipuan dan berkontribusi terhadap perubahan konsep kontrol dengan menambahkan qona’ah sebagai salah satu komponennya.

English Abstract

The main focus of this research is to explore senses from government goods and services procurement activities using a critical dramaturgy approach. As dramaturgy emphasizes on actor’s role in two sides, i.e. front and back of the stage, the critical dramaturgy approach is used as a critical mechanism for analyzing actor’s behavior of committing frauds at the back stage. This research uses interpretive paradigm as the basis, in which dramaturgy is modified into critical dramaturgy that discover multiple findings. The disclosure of fraudulent behaviors requires special methods in data collection as the misconduct cannot be detected using mainstream methods such as interviews and observations. This research uses extended participant observations, which are the augmentation of participant observations. This research is successful in revealing plot twists that have not been predicted before, particularly the fraudulent behaviors at the back stage of goods and services procurement. The elaboration on the finding has raised two questions: Why do corruption and frauds still occur although law have been enforced? and How to prevent and eliminate those dishonest acts? The critical theory realm answers the first question by stating that, using Arendt’s thought, corruption remains rooting and continuing because corruption is a banality, a crime that repeats as it is considered as something normal and whose doer gains benefit from it. This research also finds that the perpetrators of this crime are hedonics who like to show their wealth to their colleagues. People who feel that they are poor after seeing their wealth end up committing crime themselves. The second question can be answered by using the thought of Buya Hamka that modesty (qona’ah, an Arabic word simply translated as the feel of being sufficient) can prevent individuals from doing frauds. Based on the findings above, this research upgrades the fraud theory into fraud octagon theory and contributes to the changes in the concept of control by adding qona’ah as one of its components.

Item Type: Thesis (Doktor)
Identification Number: 0623020026
Uncontrolled Keywords: goods and services procurement, dramaturgy, fraud, critical theory,Pengadaan Barang dan Jasa, dramaturgi, fraud, teori kritis
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 657 Accounting
Divisions: Fakultas Ekonomi dan Bisnis > Akuntansi
Depositing User: Unnamed user with username nova
Date Deposited: 21 Dec 2023 02:51
Last Modified: 21 Dec 2023 02:51
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/205567
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
Muhammad Ikbal.pdf
Restricted to Registered users only until 31 December 2025.

Download (4MB)

Actions (login required)

View Item View Item