Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ansietas dan Depresi pada Pasien Multudrug Resustant Tuberculosus (MDR-TB) di Poli MDR-TB RSUD Ibnu Sina Gresik

Fitrianur, Widya Lita and Dr. dr. Setyawati Soeharto,, M.Kes and Ns. Lilik Supriati,, S.Kep.,M.Kep (2019) Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ansietas dan Depresi pada Pasien Multudrug Resustant Tuberculosus (MDR-TB) di Poli MDR-TB RSUD Ibnu Sina Gresik. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Multudrug resustant tuberculosus (MDR-TB) merupakan salah satu resistensi basil TB terhadap dua obat anti tuberkulosis (OAT) yang efektif pada lini pertama yaitu isoniazid dan rifampisin. MDR-TB menjadi tantangan baru dalam program pengendalian TB dikarenakan penegakkan diagnosisnya sulit, angka kegagalan terapi tinggi dan angka mortalitas yang tinggi. Pasien MDR-TB dapat mengalami masalah pada fisik dan psikologis yang berpengaruh terhadap kepatuhan pengobatan. Masalah fisik yang muncul dapat juga berdampak pada psikososial pasien antara lain ansietas dan depresi. Ansietas dan depresi pada pasien MDR-TB berdampak pada penolakan pasien terhadap diagnosis dan memilih untuk berhenti dari proses pengobatan. Pasien drop out dari proses pengobatan sehingga kualitas hidup pasien akan terganggu. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus dari petugas kesehatan dan juga pemerintah. Ansietas dan depresi muncul karena adanya respon terhadap stres yang berkaitan dengan kondisi penyakit, ditandai dengan ketakutan yang berlebihan dan terjadinya perubahan perilaku. MDR-TB menjadi stresor terjadinya ansietas dan depresi berkaitan dengan proses pengobatan yang lama, banyaknya obat yang dikonsumsi serta efek samping dari obat. Hal ini dapat membahayakan pasien karena dapat mengancam integritas fisik sehingga pasien perlu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Ketika pasien mampu beradaptasi maka tidak akan muncul masalah yang dapat mengganggu perilaku adaptif individu tersebut. Pasien MDR-TB yang baru terdiagnosis akan menunjukkan emosi umum yaitu ketakutan dan tidak nyaman sehingga dapat menimbulkan stres dan ansietas. Penelitian di Turki sebanyak 26% pasien MDR-TB yang baru terdiagnosis mengalami ansietas. Pasien MDR-TB yang mengalami ansietas, ketika ada stresor atau situasi yang mengancam maka muncul perasaan bersalah, menutup diri dan menarik diri dari lingkungan sosial sehingga mudah jatuh pada kondisi depresi. Seseorang dengan penyakit kronis lebih menunjukkan gangguan depresi, hal tersebut dihubungkan dengan proses pengobatan yang membutuhkan waktu lama. Pengobatan MDR-TB yang lebih dari 3 bulan secara langsung dapat menyebabkan gangguan depresi pada pasien, sebanyak 86 (51,89%) pasien di Pakistan mengalami gangguan depresi. Kejadian ansietas dan depresi yang dialami oleh pasien MDR-TB dihubungkan dengan beberapa faktor, antara lain pengetahuan yang rendah terkait informasi tentang penyakit dan proses pengobatan, efikasi diri atau keyakinan pasien terhadap kesembuhan penyakit tersebut, harga diri rendah akibat menderita penyakit kronis menular, stigma diri yang muncul akibat dari perlakuan negatif dari masyarakat serta dukungan sosial yang kurang memadai. Faktor-faktor tersebut masih belum diketahui secara pasti apakah berhubungan dengan kejadian ansietas dan depresi pada pasien MDR-TB di Poli MDR-TB RSUD Ibnu Sina Gresik. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor yang berhubungan dengan kejadian ansietas dan depresi pada pasien multudrug resustant tuberculosus (MDR-TB). Metode penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectuonal untuk mengukur variabel risiko yaitu tingkat pengetahuan, efikasi diri, harga diri, stigma diri dan dukungan sosial dengan variabel efek yaitu ansietas dan depresi pada pasien MDR-TB. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 71 orang pasien MDR-TB. Lokasi penelitian dilakukan di Poli MDR-TB RSUD Ibnu Sina Gresik. Teknik pengambilan data melalui wawancara dan menggunakan kuesioner yang diisi oleh pasien selama 30-45 menit.Prosedur analisis data pada penelitian ini adalah analisis univariat, analisis bivariat menggunakan chu-square dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik ganda. Hasil penelitian didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kejadian ansietas dan depresi pada pasien MDR-TB. Tidak terdapat hubungan bermakna antara efikasi diri dengan kejadian ansietas tetapi terdapat hubungan bermakna antara efikasi diri rendah dengan kejadian depresi pada pasien MDR-TB. Terdapat hubungan bermakna antara harga diri rendah dengan kejadian ansietas dan depresi pada pasien MDR-TB. Terdapat hubungan bermakna antara stigma diri tinggi dengan kejadian ansietas dan depresi pada pasien MDR-TB. Tidak terdapat hubungan bermakna antara dukungan sosial dengan kejadian ansietas tetapi terdapat hubungan bermakna antara dukungan sosial rendah dengan kejadian depresi pada pasien MDR-TB. Faktor yang paling berhubungan dengan kejadian ansietas pada pasien MDR-TB adalah harga diri. Faktor yang paling berhubungan dengan kejadian depresi pada pasien MDR-TB adalah stigma diri. Sesorang dalam kondisi ansietas tinggi cenderung menafsirkan berbagai situasi sebagai ancaman yang berbahaya bagi dirinya. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan interpersonal serta mengancam harga dirinya. Harga diri rendah membuat individu menjadi tidak berdaya yang berdampak pada terjadinya perubahan emosi seperti ansietas dan adanya perubahan perilaku dengan menarik diri serta mengurangi keterlibatan interpersonalnya di lingkungan sosial. Harga diri rendah dapat menjadi salah satu faktor yang menimbulkan ansietas dikaitkan dengan perasaan yang lebih sensitif terhadap pendapat negatif dari orang lain. Pendapat tersebut membuat individu mudah menilai dirinya negatif, memiliki perasaan lemah, tidak berdaya dan putus asa sehingga mudah mengalami ansietas sedang sampai berat. Harga diri rendah pada pasien dapat juga dipengaruhi stigma diri yang muncul akibat penyakit kronis yang diderita. Seseorang dengan stigma diri negatif dapat mengakibatkan rendahnya harga diri dan kemampuan diri sehingga mempengaruhi proses pengobatan serta berdampak buruk pada kualitas hidup pasien tersebut. Seseorang yang membentuk stigma diri dapat menimbulkan perasaan emosional negatif dalam bentuk harga diri rendah dan adanya masalah pada efikasi diri. Stigma diri tinggi dan harga diri rendah dapat menyebabkan depresi dan lebih lanjut berkontribusi pada kualitas hidup yang rendah. Depresi yang dialami akibat dari stigma diri yang dibentuk oleh pasien mempengaruhi tingkat kepatuhan dalam pengobatan. Stigma diri yang melekat menyebabkan kurangnya motivasi dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan dan penggunaan obat sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup individu yang mengalaminya. Pasien dengan penyakit kronis yang mengalami depresi akibat dari stigma diri tinggi dapat mengahambat adaptasi terhadap penyakit yang diderita. Pasien menjadi rentan terhadap kasus drop out yang berdampak pada peningkatan kasus resistensi. Masalah harga diri rendah dan stigma diri tinggi pada pasien masih sering terabaikan. Petugas kesehatan hanya berfokus pada masalah fisik dan pemberian edukasi tanpa melihat permasalahan psikologis lain yang juga dapat muncul. Peningkatan harga diri pasien serta menurunkan stigma diri dapat dimulai pada tingkat individu, keluarga, pelayanan kesehatan dan pemerintah. Perawat memberikan asuhan keperawatan secara holistik dalam upaya meningkatkan status kesehatan pasien sehingga kejadian ansietas dan depresi yang muncul dapat diminimalkan. Pasien MDRTB perlu mendapat dukungan dari semua pihak untuk menghindari diskriminasi yang sering muncul untuk meningkatkan motivasi dalam melakukan pengobatan sampai selesai dan dinyatakan sembuh.

English Abstract

Multidrug tuberculosis (MDR-TB) is one of the bacillus resistance of TB against two effective first-line anti-tuberculosis drugs, namely isoniazid and rifampicin. MDR-TB is new challenge in TB control programs due to difficult diagnosis, high failure rate and high mortality. MDR-TB patients can experience physical and psychological problems that affect treatment compliance. Physical problems that arise can also have an impact on psychosocial patients, including anxiety and depression. Anxiety and depression in MDRTB patients have an impact on the patient's rejection of the diagnosis and chooses to quit the treatment process. Patients drop out of the treatment process so that the quality of life of patients will be disrupted. This needs special attention from health workers and also the government. Anxiety and depression arise because of the response to stress associated with the condition of the disease, characterized by excessive fear and behavior change. MDRTB is a stressor for anxiety and depression related to the long treatment process, the amount of medication consumed and the side effects of the drug. This can harm patients because it can threaten physical integrity so patients need to adapt to changes that occur. When patients are able to adapt, there are no problems that can interfere with the individual’s adaptive behavior. Newly diagnosed patients with MDR-TB will exhibit general emotions of fear and discomfort that can cause stress and anxiety. Research in Turkey, there were 26% of newly diagnosed patients with MDR-TB that experience anxiety. MDR-TB patients who experience anxiety, when there is a stressor or a threatening situation, guilt, closure and withdrawal from the social environment arise so that they easily fall into depressed conditions. Someone with a chronic disease is more likely to have depressed disorders, which are associated with a long-term treatment process. Treatment of MDR-TB that is more than 3 months can directly cause depressive disorders in patients, as many as 86 (51.89%) patients in Pakistan experience depression disorders. The occurrence of anxiety and depression experienced by MDR-TB patients is associated with several factors, including low knowledge related to information about the disease and treatment process, self-efficacy or patient's belief in the cure, low selfesteem due to infectious chronic diseases, self-stigma arising from negative treatment from the community and inadequate social support. These factors are still uncertain whether it is related to the incidence of anxiety and depression in MDR-TB patients at MDR-TB Poly in Ibnu Sina Hospital Gresik. The purpose of this study was to analyze factors related to the incidence of anxiety and depression in multidrug tuberculosis (MDRTB) patients. The research method used was analytic observational with a cross sectional approach to measure risk variables, namely the level of knowledge, self-efficacy, selfesteem, self-stigma and social support with effect variables namely anxiety and depression in MDR-TB patients. The number of samples in this study were 71 MDR-TB patients. The location of the study was conducted at MDR-TB Poly of Ibnu Sina Hospital Gresik. Data collection techniques through interviews and questionnaires that filled out by patients for 30-45 minutes. The data analysis procedure in this study was univariate analysis, bivariate analysis using chi-square and multivariate analysis using multiple logistic regression. The results showed that there was no significant relationship between the level of knowledge with the incidence of anxiety and depression in MDR-TB patients. There is no significant relationship between self-efficacy and incidence of anxiety but there is a significant relationship between low self-efficacy and the incidence of depression in MDR-TB patients. There is a significant relationship between low self-esteem and the incidence of anxiety and depression in MDR-TB patients. There is a significant relationship between high self-stigma and incidence of anxiety and depression in MDR-TB patients. There is no significant relationship between social support and incidence of anxiety, but there is a significant relationship between low social support and the incidence of depression in MDR-TB patients. The factor most associated with the incidence of anxiety in MDR-TB patients is self-esteem. The factors most associated with the incidence of depression in MDR-TB patients are self-stigma. People in high anxiety conditions tend to interpret various situations as dangerous threats to themselves. This can affect interpersonal relationships and threaten self-esteem. Low self-esteem makes the individual become helpless which results in changes in emotions such as anxiety and behavior changes by withdrawing and reducing interpersonal involvement in the social environment. Low self-esteem can be one of the factors that cause anxiety to be associated with feelings that are more sensitive to negative opinions from others. This opinion makes individuals easy to judge themselves negatively, have feelings of weakness, helplessness and despair so that they easily experience moderate to severe anxiety. Low self-esteem in patients can also be affected by self-stigma that arises from chronic illnesses suffered. A person with a negative selfstigma can lead to low self-esteem and self-ability that affects the treatment process and has a negative impact on the quality of life of these patients. Someone who forms self-stigma can cause negative emotional feelings in the form of low self-esteem and the existence of problems in self-efficacy. High self-stigma and low self-esteem can cause depression and further contribute to low quality of life. Depression experienced as a result of self-stigma formed by patients affects the level of adherence in treatment. The inherent self-stigma causes a lack of motivation in the utilization of health services and the use of drugs which can affect the quality of life of individuals who experience it. Patients with chronic diseases who are depressed due to high self-stigma can inhibit adaptation to the illness. Patients become susceptible to drop out cases which have an impact on increasing cases of resistance. The problem of low self-esteem and high self-stigma in patients is still often ignored. Health workers only focus on physical problems and providing education without looking at other psychological problems that can also arise. Increasing patient selfesteem and reducing self-stigma can begin at the level of individuals, families, health services and the government. Nurses provide nursing care holistically in an effort to improve the health status of patients so that the incidence of anxiety and depression that appears can be minimized. MDR-TB patients need support from all parties to avoid discrimination that often appears to increase motivation in doing treatment until it is finished and declared cured.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/616.995/FIT/a/2019/041904262
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 616 Diseases > 616.9 Other disease > 616.99 Tumors and miscellaneous communicable diseases > 616.995 Tuberculosis
Divisions: S2/S3 > Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran
Depositing User: soegeng sugeng
Date Deposited: 25 Aug 2022 03:34
Last Modified: 25 Aug 2022 03:34
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193576
[thumbnail of Widya Lita Fitrianur.pdf] Text
Widya Lita Fitrianur.pdf

Download (4MB)

Actions (login required)

View Item View Item