Bawole, Herlyanty Yuliana Angraeny (2019) Penggunaan Hukum Pidana sebagai Primum Remedium dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan Hidup. Doktor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Isu seputar kejahatan lingkungan telah menjadi perdebatan yang hangat di antara para akademisi, pencinta lingkungan, lembaga donor multilateral dan pengambil kebijakan di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir. Sebagai tanggapan terhadap eskalasi krisis lingkungan paada tahun 1970-an, Perserikatan Bangsa- Bangsa mulai menginisiasi pembentukan kerangka kerja hukum yang mengikat dan memuat standar Internasional untuk memitigasi kerusakan lingkungan melalui The United Nation Conference on Human Environment Conference ( sering disebut sebagai perjanjian Stockholm 1972). Menurut Jane Holder dan Maria Lee sebagian besar negara- negara tradisi civil law mulai mengembangkan dengan menempatkan sanksi administratif sebagai sanksi utama ( ultimum remedium). Dalam konteks inilah hukum pidana kehilangan otonominya. Dalam perkembangannya, sanksi administrasi dianggap kurang efektif dalam mencegah kerusakan lingkungan karena tidak memiliki efek jera yang secara langsung dapat dirasakan para pelaku serta menuntut pengeluaran biaya dalam prespektif bisnis. Dalam konteks inilah perkembangan hukum lingkungan di berbagai negara mulai memandang hukum pidana sebagai instrumen utama penegakan lingkungan. Perkembangan praktik dan diskursus teoritis dalam bidang hukum lingkungan inilah yang menyebabkan lahirnya pengaturan baru bagi sanksi pidana sebagai primum remedium dalam penanggulangan kerusakan lingkungan hidup. Tujuan penentuan sanksi pidana dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan kemanfaatan atas kepentingan sosial masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Ketidakefektivan pendekatan ini diperlihatkan dalam berbagai kegagalan Pemerintah mengatasi kasus-kasus pencemaran yang tetentang terus meningkat. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup terbukti tidak v efektif mengingat bentuk sanksi-sanksi administratif yang diperkenalkan di dalamnya tidak didukung oleh kapasitas kelembagaan yang sejalan dengan agenda desentralisasi. Dalam konteks inilah pada tahun 2009 Pemerintah dan DPR mensahkan UU NO.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH) yang dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan ekosistem. Lemahnya penegakkan hukum lingkungan pada gilirannya menyebabkan korupsi yang sistematis yang dalam praktiknya sebagian berasal dari ijon politik perijinan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apa makna dari primum remedium sebagai instrumen penegakkan tindak pidana lingkungan? Apa urgensi primum remedium untuk pertanggungjawaban mutlak (stricht liability) dalam tindak pidana pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup?Bagaimana konsep pengaturan kedepan primum remedium terhadap pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup? Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan menggunakan metode analisis yuridis. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa Makna dari primum remedium sebagai intrumen penanggulangan tindak pidana adalah meningkatkan kesadaran perkembangan terhadap hak asasi, yang membawa perubahan pada suatu pertanggungjawaban pidana tidak lagi bersifat ultimum remedium tapi primum remedium. Oleh sebab itu merupakan suatu keharusan semua manusia untuk menciptakan lingkungan hidup yang sehat, bersih dan berwawasan, karena kesadaran orang terhadap lingkungan adalah bagian dari hak asasi. Urgensi primum remedium terhadap pertanggungjawaban mutlak(stricth liability) dalam tindak pidana pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup dimulai dari membangun budaya hukum,pengaturan lingkungan diarahkan pada penataan sukarela, pengaturan ekonomi lebih menyertakan penguatan civil societydan pelaku ekonomi yang saling berhubungan sehingga menciptakan penegakan hukum kedepan untuk mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Keadilan lingkungan yang dimaksudkan pada tindakan nyata adalah memperbaiki kelemahan- kelemahan yang ada, baik kelemahan struktural, substansi hukum dan budaya hukum. vi Efektivitas hukum tergantung pada hubungan peran penegak hukum dengan peran serta masyarakat yang ditentukan oleh empat faktor yakni: penerapan sanksi pidana, teknik penyelidikan, kuantitas pelaporan masyarakat, dan perlindungan para saksi oleh aparat penegak hukum. Upaya pencegahan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup sangat memerlukan faktor kepercayaan( sikap personal) penegak hukum yang bermuara pada etika moral penegak hukum yang dapat membangkitkan motivasi masyarakat untuk berperan serta. Komunikasi sosial antara penegak hukum dengan masyarakat, maka akan terjalin hubungan kerja (network line), sebagai salah satu bentuk jaringan informasi yang penting baik untuk kepentingan efektivitas penegakan hukum maupun untuk pengawasan sosial yang ada pada akhirnya tercipta sebuah institusi pengendalian sosial masyarakat. Konsep pengaturan kedepan dimulai dari membangun budaya hukum, pengaturan lingkungan lebih diarahkan pada penataan sukarela, pengaturan ekonomi lebih menyertakan penguatan civil society dan pelaku ekonomi dimana semua sektor terlibat dan saling berhubungan dalam hal penataan regulasi hukum lingkungan. Saran: Peran Pemerintah diperlukan dalam menegakkan keadilan karena penting untuk menciptakan sistem atau struktur sosial politik yang kondusif. Merubah paradigma pemidanaan yang bersifat susidair tersebut menjadi sesuatu yang primum remedium. Adanya peran serta berbagai pihak untuk melestarikan lingkungan, sehingga urgensi lingkungan hidup bagi manusia dapat sebagai tempat tinggal dan tempat beraktifitas. Jika prinsip primum remedium diterapkan dalam mekanisme penegakan hukum pidana melalui model scientific investigation yang artinya penyidikan dan penegakan hukum pidana dilakukan oleh orang- orang yang memiliki ketrampilan profesional di bidang lingkungan, sangatlah diperlukan adanya hubungan antara penegak hukum dan mayarakat, kebijakan atas bidang pemerintahan maupun non pemerintahan harus saling menunjang terhadap efektifitas penegakan hukum lingkungan.
English Abstract
Environmental degradation has been discussed among scholars, environmentalists, multilateral donors, and policy makers around the globe in recent decades. As a response to escalating environmental crisis back in 1970s, United Nations (UN) started to initiate establishment of legal framework that is binding and it included International Standards to mitigate environmental damage through the United Nation Conference on Human Environment Conference or commonly known as Stockholm Agreement 1972. Jane Holder and Maria Lee argue that most countries following civil law tradition have extended further, where they started to impose administrative sanction as primary sanction (ultimum remedium). In such a context, criminal law loses its autonomy. Administrative sanction has been deemed ineffective in preventing environmental damage since it does not carry with it deterring effect and it requires funding in business perspective. From this scope, the development of law concerning environment in all countries around the globe start to see criminal law as primary instrument for environmental enforcement. The development of practices and theoretical discourses in environmental law lead to a new regulation where criminal sanction serves as primum remedium used to prevent environmental damage. Criminal sanction is aimed to provide protection and aimed for social merit where society deserves healthy and good environment. Ineffectiveness of viii this approach is obvious in government’s failures in tackling issues regarding pollution that is escalating. Law Number 23 of 1997 concerning Environmental Management is proven ineffective recalling that administrative sanctions introduced in the law are not supported by the capacity of organisations that is in line with decentralisation agenda. Within this scope, in 2009 the Government and members of House of Representatives passed Law Number 32 of 2009 concerning Environmental Management and Protection (UU PPLH), which is intended to guarantee legal certainty and to provide protection for all people who should deserve good and healthy environment as part of protection of ecosystems. Poor environmental enforcement will even lead to corruption that is systematically and practically stemming from politics of agreement. Based on the issues above, this research involves the following research problems: what is the definition of primum remedium as an instrument to enforce criminal act affecting environment? What is the urgency of primum remedium for strict liability over criminal environmental degradation/pollution? How will the concept of the regulations of primum remedium be concerning environmental pollution/degradation in the future? This is a normative legal research based on juridical analysis method, where it is found that primum remedium serving as an instrument to prevent any criminal environmental damage is related to the growing number of victims of environmental degradation due to waste pollution and toxic material. Therefore, legal protection is required for today’s and future generations, where law enforcement as a primum remedium is needed to settle the case concerning hazardous and toxic waste to protect human rights, recalling that environmental quality is decreasing. The urgency of primum remedium towards strict liability in criminal ix environmental pollution/degradation is obvious due to growing incidence of environmental damage caused by extensive environmental pollution from toxic and hazardous waste. This situation threatens the life of human beings and other living forms while, on the contrary, people have rights to environment. Therefore, primum remedium is deemed the right sanction but its appropriateness is only restricted to Article 88 of Law PPLH. This step start from establishing legal culture, voluntary environmental management, economic management involving civil society and relevant economic agents that can help enforce law in the future to establish good and healthy environment. Environmental fairness is aimed to fix what has not been well managed, including structural weakness, legal substance, and legal culture. Effectiveness of law depends on the relationship of the roles between law enforcers and society that is determined by four factors: imposing criminal sanctions, enquiry technique, quantity of report from society, and protection for witnesses by law enforcers. Measures to prevent environmental pollution/degradation highly requires trust (personal behaviour) of law enforcers stemming from morality of the law enforcers that can motivate people to take part in. Social communication between law enforcers and members of public will help establish network line as information network useful for the effectiveness of legal enforcers or for social supervision. With this, it is expected that institutions responsible for social control of the people can be realised. The implementation of this concept regarding this condition involves establishment of legal culture, voluntary environmental management, economic management that involves civil society and economic agents, where all sectors are involved and related in terms of regulating environmental law. Recommendations: it is essential that the implementation of x primum remedium be reviewed since the threat of toxic and hazardous waste is escalating. Government’s role is also required in creating the system and relevant social-politic structure. Changing the paradigm of criminalisation from alternative punishment into primum remedium is important. When this is the case, there must be a law that is more consistent concerning pollution of toxic and hazardous waste, recalling that it costs the life of human beings today and in the future. Strict liability is appropriate to be implemented to settle the case concerning this pollution and degradation as mentioned earlier. When the principle of primum remedium is applied in the mechanism of legal enforcement through scientific investigation model, enquiry and law enforcement will only be in the hands of the real professionals in environment. Relationship between law enforcers and society, policy in government and non-government must also be in line with effectiveness of law enforcement regarding environment. People participation in protecting environment by giving information to government is important since it improves the availability of the society to receive decision.
Other obstract
-
Item Type: | Thesis (Doktor) |
---|---|
Identification Number: | DIS/344.046/BAW/p/2019/061911229 |
Uncontrolled Keywords: | Hukum Pidana, Primum Remedium, Pencemaran lingkungan |
Subjects: | 300 Social sciences > 344 Labor, social service, education, cultural law > 344.04 Miscellaneous social problems and services > 344.046 Environmental protection |
Divisions: | S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Endang Susworini |
Date Deposited: | 25 May 2022 02:57 |
Last Modified: | 25 May 2022 02:57 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/190747 |
Text
HERLYANTY YULIANA ANGRAENY BAWOLE (2).pdf Download (3MB) |
Actions (login required)
View Item |