Idris, Julizar (2019) Proses Politik Dalam Penyusunan Kebijakan Publik Studi Kasus Penyusunan Undang-Undang Minyak Dan Gas Di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Doktor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan tersebut mempunyai kekuasaan dan kewenangan untuk melaksanakannya. Kebijakan adalah salah satu konsep dalam ilmu politik, dan oleh karena itu kebijakan publik tidak dapat dilepaskan dari proses politik yang terjadi di dalam perumusannya dan juga dalam implementasinya. Kebijakan merupakan suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan. Dari pengertian tentang perumusan kebijakan publik, proses perumusan kebijakan dapat dikelompokkan menjadi tiga tahapan, yaitu: pertama, sebagai proses awal meliputi kegiatan inventarisasi masalah, inventarisasi alternatif beserta anggarannya sampai pada upaya memasukkan menjadi agenda pemerintah. Kedua, sebagai proses inti yaitu perjuangan bagaimana memformulasikan permasalahan dan alternatif pemecahannya, memilih alternatif yang ada sebagai upaya legitimasi alternatif menjadi kebijakan. Ketiga, melaksanakan yang telah menjadi keputusan bersama, disusul dengan kegiatan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan tersebut. Proses politik perumusan kebijakan dapat digambarkan secara ringkas, namun demikian model birokrasi atau model politik pemerintah tidak melihat adanya pelaku perorangan, melainkan banyak pelaku dengan banyak isu dan strategi. Karena bertindaknya menurut konsep rasional dengan asumsi bahwa para pelaku memiliki kebebasan berpendapat, berkonsep, bertanggung jawab dan mengklaim kebenaran pendapatnya. Penanganan isu itu diwujudkan dalam suasana proses tawar menawar antara pelaku, baik tawar menawar atau adu argumentasi, adu alternatif, persuasi sampai koalisi, hingga terciptanya keputusan. Keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan itu, sangat tergantung dari dukungan kekuasaan dan keterampilan masing-masing pendukung; dan output: yaitu produk kebijakan, didukung oleh sistem politik yang mantap. Terdapat tiga fokus yang diteliti melalui penelitian ini, yaitu: (a) proses politik penyusunan UU Migas di DPR RI, yang mencakup: perencanaan, penyusunan, dan pembahasan; (b) faktor-faktor yang menghambat proses penyusunan UU Migas, yang mencakup: faktor internal yang bersumber dari Komisi VII dan Badan Legislasi; dan faktor eksternal yang bersumber dari Pemerintah dan sumber eksternal lainnya; dan (c) model penyusunan kebijakan (UU) yang dapat mempercepat ditetapkannya suatu rencana undang-undang yang telah ada dalam Prolegnas menjadi undang-undang. xi Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data Model Analisis Interaktif, yaitu metode analisis yang digunakan untuk analisis terhadap data yang diperoleh di lapangan dan bergerak timbal balik secara terus menerus selama penelitian berlangsung. Pada pelaksanaannya, cara yang digunakan adalah dengan memadukan secara interaktif dan sirkuler antara data collection (pengumpulan data), data condensation (kondensasi data), data display (penyajian data), dan selanjutnya menarik kesimpulan dan verifikasi (drawing/verification). Beberapa kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis dan pembahasan, adalah: pertama, proses politik penyusunan UU Migas berlangsung dalam tahapan-tahapan: perencanaan, penyusunan dan pembahasan. UU Migas yang secara historis direncanakan dan disusun berdasarkan inisiatif eksekutif yang kemudian masuk dalam Prolegnas, belum terselesaikan sampai dengan saat ini, karena prioritas pembahasan didasarkan pada kebutuhan undang-undang yang saat itu mendesak, apalagi jika menyangkut kepentingan politik tertentu. Proses politik yang panjang dalam proses perumusan kebijakan publik di DPR, yang dimulai dari proses menginventarisasi masukan dari fraksi, komisi, dan masyarakat untuk ditetapkan menjadi keputusan Badan Legislasi (Baleg), kemudian keputusan Baleg tersebut menjadi bahan konsultasi dengan Pemerintah untuk kemudian dilaporkan kepada Rapat Paripurna untuk ditetapkan. Kedua, faktor-faktor yang menghambat proses penyusunan UU Migas, adalah: (a) RUU itu dirancang pada pertengahan tahun sehingga ketersediaan waktu untuk pembahasan dalam masa sidang tidak mencukupi; (b) anggota DPR yang menjadi anggota Baleg tidak dapat memberikan cukup waktu karena tugas-tugas parlementer lain telah menyita banyak waktu dan tenaga; (c) pembahasan RUU seringkali tertunda; (d) terjadinya pembahasan ulang pasal-pasal yang sama pada saat proses pengharmonisasian, padahal sudah disepakati dalam pembahasan sebelumnya; (e) kurang optimalnya dukungan tenaga ahli, khususnya dalam beberapa Komisi kapasitas tenaga ahli masih relatif minim, terutama dalam hal legislative drafting; (f) ketidakdisplinan anggota DPR untuk menghadiri rapat-rapat dan sidang-sidang. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap beberapa faktor penghambat, maka dapat diajukan saran sebagai berikut: (a) untuk meningkatkan kinerja legislasi anggota dewan dalam proses penyusunan kebijakan publik, diperlukan suatu sistem informasi yang mengatur penjadwalan rapat-rapat di DPR, sehingga tidak terjadi tumpang tindih jadwal, sebagai akibat adanya jabatan rangkap; (b) perlu rekrutmen tenaga ahli yang memiliki kemampuan legal drafting yang mumpuni untuk membantu anggota dewan; dan (c) pemberlakuan sanksi bagi anggota dewan yang melakukan tindakan indisipliner, misalnya dalam bentuk pengurangan gaji atau insentif, atau bentuk lainnya yang disepakati sesuai aturan yang berlaku.
English Abstract
Policy is a collection of decision taken by an actor, or a political group in order to point a goal and how to achieve that goal. Basically, the party who build those policies would have power and authority to implement it. Public policy could not be separated from the political process that happened between the making and the implementation of the policy itself. From the definition of public policy, the making’s process of public policy could be separated into three stages. First, the beginning process is to collect and examine the problem, decide the alternate and its budget, and how to put it inside the government agenda. Second stage is the main process that includes in how to formulate problems and find the alternative solutions, and choose the existing alternate as a legitimate alternative that turns into policy. The third is to implement what have become the agreement and to evaluate the policy’s implementation in the future. The political process along the making of public policy could be explained in brief. However, the model of governmental bureaucracy, or government’s politics, do not see an actor as a single person, but it is more about many actors with so many issues and strategies. Those actors act based on their rational concept, assuming that they do have a freedom to make statement, concept, and also be responsible with their statement. The treatment of all the existing issues is going through a bargaining process between actors, arguing, persuasion, and even built a coalition. It would be finished when they reach a certain decision. The success of a public policy determined by the supporting power and the capability of each supporter; and also the output itself, which are the policy’s products that supported by a stable politics. There are three focus that had been examined in this research, which are: (a) political process in the making of Gas and Oil Regulation in DPR RI, which includes: planning, arranging, and discussing; (b) there are several inhibitor factors at the making process of Gas and Oil Regulations, which are: internal factors that come from the Commission VII and the Legislation Board; and the external factors that come from government and other external resources; and (c) the arranging regulation’s model could support a regulation’s plan that had been existed in the Progelnas into a regulation. The collected data are analysed by using Interactive Model analysis technique. It is an analysis method that used to analyse the data that are collected in the field and reciprocally moved and continuous while the research is conducted. In the execution, the researcher is interactively and circularly combined the data xiii collection, condensation data, data display, and the last is draw a conclusion and verification. The researcher had been drawn some conclusion as follows: first, the political process happened in the making of Oil and regulations is conducted through some stages, which are: planning, arranging, and discussing. Oil and gas Regulation that had been historically planned and arranged based on the executives’ initiative and then being put in the Progelnas, has not been finished till nowadays since the priority had been set based on the urgent needs that come in that time. Especially when the needs are related with a certain political interest. A long political process in the formulation process of public policy inside DPR, which started from collecting the opinions from the fractions, commissions, and public, that would be next summited as the Legislation Board’s (Baleg) decision. Then, this decision would become a matter to be consulted with the government and should be reported in Paripurna Meeting to be set. Second, the factors that inhibit the making process of Oild and Gas Regulation are as follows: (a) Regulation Plan (RUU) is being made in the middle of the working year, so that there are limited time to discuss it in the court; (b) the member of DPR who also become the member of Balegnas could not provide an enough time to finish the regulation, since they have another parliamentary task that have consumed much time and energy; (c) the discussion of RUU is delayed in often; (d) there were repetition of the discussion for the same articles in the process of alignment, although it had been agreed in the previous discussion; (e) less support from the experts, especially in some Commission, especially that related to legislative drafting; and (f) indiscipline House of Representatives’ members to attend the meetings and court. Based on the identification toward some inhibitor factors, there are some suggestions that have been made as follows: (a) to improve the legislative’s work in the making of public policy, that should be an informational system that could managed the meeting schedule inside DPR, so that there would be no overlapping schedule, as a result of dual position; (b) that would be need to recruit the experts who have a capability in legislative drafting to help the members of House of Representatives; and (c) there should be a sanction for every indiscipline members, such as cutting their salary, or another sanctions that have been agreed before as have been regulated.
Other obstract
-
Item Type: | Thesis (Doktor) |
---|---|
Identification Number: | DIS/320.6/IDR/p/2019/062000501 |
Uncontrolled Keywords: | proses politik, perumusan kebijakan, undang-undang minyak dan gas bumi,-political process, formulating policy, oil and gas regulation. |
Subjects: | 300 Social sciences > 320 Political science (Politics and government) > 320.6 Policy making |
Divisions: | S2/S3 > Doktor Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Administrasi |
Depositing User: | Endang Susworini |
Date Deposited: | 18 May 2022 07:27 |
Last Modified: | 18 May 2022 07:27 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/190581 |
Text
JULIZAR IDRIS.pdf Download (4MB) |
Actions (login required)
View Item |