Pengaruh Sex Ratio Dan Umur Induk Terhadap Bobot Telur, Bentuk Telur Dan Jumlah Telur Burung Puyuh

Sari, Mei Rika Novia and Dr. Ir. Muharlien,, MP. (2021) Pengaruh Sex Ratio Dan Umur Induk Terhadap Bobot Telur, Bentuk Telur Dan Jumlah Telur Burung Puyuh. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Burung puyuh merupakan ternak lokal yang berpotensi sebagai sumber protein hewani bagi masyarakat. Umumnya puyuh memiliki masa produksi selama kurang lebih 2 tahun dengan produksi telur sebanyak 300 butir/ekor/tahun dengan berat rata-rata 10 g. Peningkatan produksi telur dapat dilakukan melalui peningkatan populasi puyuh betina. Pemilihan jantan dan indukan dengan umur yang siap berproduksi penting untuk pembibitan dan sangat menentukan hasil produksi berupa telur dan daging burung puyuh. Hal ini dapat dilakukan dengan menyesuaikan jumlah pejantan dan betina serta umur induk yang ideal, sehingga lebih efisien dan ekonomis dalam pemeliharaannya. Penelitian dilakukan selama 4 minggu di Peternakan Bapak Hariyadi yang berlokasi di Dusun Para’an RT 05 RW 09, Desa Plosorejo, Kec. Kademangan, Kab. Blitar, Jawa Timur pada 6 November - 3 Desember 2020. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh sex ratio, umur induk, serta interaksi antara sex ratio dan umur induk terhadap bobot telur, bentuk telur dan jumlah telur. Hasil Penelitian diharapkan memberikan informasi kepada peternak, khususnya peternak burung puyuh serta menambah wawasan pengetahuan dan kajian keilmuan mengenai penggunaan sex ratio dan umur induk yang tepat sehingga menghasilkan bobot telur, bentuk telur dan jumlah telur yang optimal. Materi penelitian yang digunakan yaitu burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) sebanyak 90 ekor yang memiliki bobot badan seragam meliputi 18 ekor burung puyuh jantan umur 119 hari, 36 puyuh betina umur 95 hari dan 36 puyuh betina umur 182 hari. Pakan yang digunakan merupakan pakan lengkap berupa butiran untuk puyuh dewasa (fase layer) yang diproduksi PT. Charoen Pokphand Indonesia. Kandang yang digunakan adalah kandang baterai terdiri dari 18 unit kotak dengan ukuran masing-masing panjang 50 cm x lebar 50 cm x tinggi 30 cm per unit dengan kemiringan 4 cm. Metode hari penelitian ini adalah percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (2x3). Faktor pertama adalah umur induk (A), yaitu induk umur 95 hari (A1) dan induk umur 182 (A2). Faktor kedua adalah sex ratio (perbandingan jantan-betina) (B), 1:2 (B1), 1:4 (B2), dan 1:6 (B3), masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Data dianalisis dengan sidik ragam dan jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sex ratio memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot telur dan bentuk telur. Rataan bobot telur (g/butir) berkisar 11,36±0,17 sampai 11,67±0,31, bentuk telur (%) berkisar 76,66±2,03 sampai 77,42±1,44, tetapi memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap jumlah telur (butir) dengan rataan tertinggi sebesar 23,75±0,09c dan rataan terendah sebesar 12,79±0,54a. Perlakuan umur induk memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot telur, bentuk telur dan jumlah telur. Rataan bobot telur (g/butir) yaitu A1 (11,54±0,29) dan A2 (11,48±0,27). Rataan bentuk telur (%) yaitu A1 (76,79±1,29) dan A2 (77,15±1,38). Rataan jumlah telur (butir) yaitu A1 (23,75±1,35) dan A2 (23,92±0,22). Interaksi antara sex ratio dan umur induk tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap bobot telur, bentuk telur, dan jumlah telur. Berdasarkan hasil penelitian dapat digunakan sex ratio 1:6 karena lebih ekonomis pemeliharaannya serta mampu menghasilkan bobot telur, bentuk telur dan jumlah telur yang baik.

English Abstract

The purpose of this research was to determine and explain the effect of sex ratio and parent age on egg weight, egg shape and number of quail eggs. The research materials used were quails (Coturnix coturnix japonica) was 90 including 18 male quails 119 days old, 36 female quails 95 days old and 36 female quails 182 days old. The method was used a factorial Completely Randomized Design (CRD) (2x3). The first factor was female quail age (A), 95 days old (A1) and 182 days old (A2). The second factor was sex ratio (B), 1:2 (B1), 1:4 (B2), and 1:6 (B3), each treatment was repeated 3 times. Data were analyzed using variance and if there were differences, it was continued with the Least Significant Difference test (LSD). The results showed that sex ratio had no significant effect (P>0,05) on egg weight and egg shape. The average egg weight (g/grain) ranged from 11,36±0,17 to 11,67±0,31, egg shape (%) ranged from 76,66±2,03 to 77,42±1,44, but had an effect very significant difference (P<0,01) to the number of eggs (grains) with the highest average of 34,96±0,09c and the lowest average of 12,79±0,54a. Parent age treatment had no significant effect (P>0,05) on egg weight, egg shape and number of eggs. The average egg weight (g/grain) was A1 (11,54±0,29) and A2 (11,48±0,27). The mean egg shape (%) was A1 (76,79±1,29) and A2 (77,15±1,38). The average number of eggs (grains) was A1 (23,75±1,35) and A2 (23,92±0,22). Result of the study proved that sex ratio and female quail age had no significant effect (P>0,05) on egg weight, egg shape and number of eggs. The suggestion was using sex ratio 1:6 because was more economical in maintenance and was able to produce egg weight, egg shape and a good number of eggs.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: 0521050141
Uncontrolled Keywords: quail, sex ratio, age of parent, egg weight, egg shape and number of eggs
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 636 Animal husbandry
Divisions: Fakultas Peternakan > Peternakan
Depositing User: Unnamed user with username nova
Date Deposited: 13 Jan 2022 04:08
Last Modified: 24 Feb 2022 03:26
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/188302
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
Mei Rika Novia Sari.pdf
Restricted to Registered users only until 31 December 2023.

Download (2MB)

Actions (login required)

View Item View Item