Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) Atas Waris Di Kabupaten Malang (Studi Kasus Di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Malang)

Pratita, Wimala (2021) Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) Atas Waris Di Kabupaten Malang (Studi Kasus Di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Malang). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara yang mana akan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi dan memiliki fungsi sosial, selain memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajib menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada Negara melalui pembayaran pajak, dalam hal ini pajak tersebut berupa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, ditentukan bahwa pengalihan kewenangan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagai Pajak Kabupaten/Kota, dilaksanakan sepenuhnya oleh Kabupaien/Kota mulai 01 Januari 2010, maka pemungutan Pajak Daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan tidak berlaku surut. Penetapan Peraturan Daerah ini dimaksudkan agar Pemerintah Kabupaten/Kota dapat memungut Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Di Kabupaten Malang dewasa ini dalam melaksanakan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan selalu menciptakan inovasi terhadap mekanismenya yang ditujukan untuk membuat para wajib pajak sadar akan tanggung jawab perpajakannya. Dengan ini, hal tersbut ditujukan untuk menuangkan suasana mewujudkan pemungutan pajaknya dengan menciptakan bentuk kepastian hukum dan kenyamanan bagi wajib pajak. viii Akan tetapi, terkadang dalam kebijakan tesebut menuaikan kontradiksi di dalam sudut pandang atau perspektif dibidang hukum. Kontradiksi tersebut berupa mewujudkan nilai pasar atas dasar pengenaan pajak karena pemindahan hak melalui waris. Sejauh ini terkait pengaturan dalam mewujudkan nilai pasar, perwujudan tersebut diatur dalam bentuk “jika Nilai Pasar tidak diketahui atau lebih kecil dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang diguakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah Nialai Jual Obyek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan”1. Akan tetapi tidak diatur secara explicit terkait tata cara perwujudan atas nilai pasar dalam dasar hukum yang menjadi acuan oleh Kabupaten Malang termasuk Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pada faktanya dalam mewujudkan nilai pasar tersebut, Kabupaten Malang dapat mewujudkan atas nilainya. Artinya, apabila wajib pajak terhadap dasar pengenaan pajaknya menggunakan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya peralihan atas terjadinya peralihan hak melalui waris, tetap saja dasar pengenaan pajak tersebut direvisi kembali kebenarannya melalui metode penelitian oleh instansi yang berwenang. Akibat dari keadaan ini, maka wajib pajak akan mendapatkan ketentuan baru terkait jumlah pajaknya dari hasil penelitian yang dilakukan oleh instansi. Berangkat dari permasalahan tersebut, pada akhirnya penulis menarik 2 (dua) rumusan masalah yang digunakan sebagai batasan dalam penelitian penulis. Adapun rumusan masalah tersebut, yakni: 1) Bagaimana bentuk pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bnagunan (BPHTB) atas waris di Kabupaten Malang? 2) Bagaimana implikasi hukum dalam pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas waris di Kabupaten Malang? Adapun penulisan ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris serta menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Sumber data penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data terdiri dari bahan-bahan data primer yang diperoleh melalui penelitian lapangan (field research) dengan cara wawancara terhadap responden, serta 1 Pasal 87 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. ix bahan-bahan data sekuder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumentasi yang berupa dapat dilаkukаn dengаn mengumpulkаn аrsip-arsip yang berkaitan dengan penelitian, pembukuаn, risаlаh hаsil-hаsil rаpаt, dаn dokumen lаin yаng berkаitаn dengаn mаteri penelitiаn, sertа melаlui penelusurаn pustаkа yаng diperoleh dаri perpustаkааn ataupun penelitian pendahulu yang berkaitan dengan obyek kajian penelitian ini. Dari adanya analisis yang dilakukan oleh penulis atas permasalahan yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pemungutan pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas peralihan melalui waris di Kabupaten Malang memilki bentuk perumusan atas perhitungan pajak terutangnya dengan bentuk Nilai Pasar sebagai Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP) atas waris ditetapkan melalui verifikasi lapangan obyek pajak tersebut. Hal ini dipertujukan guna dapat mewujudkan besaran Nilai Pasar yang seharusnya untuk mewujudkan bentuk kepastian dalam Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP) atas obyek waris tersebut. Akantetapi kondisi ini sangat mengesampingkan aturan-aturan hukum yang berlaku sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Kemudian, akibat adanya bentuk kebijakan yang dilakukan oleh instansi yang berwenang dalam mewujudkan jumlah Nilai Pasar sebagai Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP) atas obyek dari perlaihan tersebut, maka menimbulkan suatu implikasi hukum atau problematika hukum atas pelaksanaan pemungutan pajaknya yang tidak mendasar dari aturan-aturan hukum yang berkaitan. Sehingga dalam pelaksanaan pemungutan pajaknya masih mengesampingkan bentuk kepastian hukum bagi wajib pajak yang telah mewujudkan Nilai Pasar sebagai dasar pengenaan pajaknya dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang tertera dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang di Pajak Bumi dan Bnagunan (SPPPT PBB) dalam tahun peralihan itu berlangsung. Selain itu, dalam pelaksanaan pemungutuan pajaknya masih menuaikan ketidak pastian terhadap prinsip pemungutan yang dianut oleh Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yakni self assessment sistem dan prinsip kepastian dalam pemungutan pajak yang dianut dalam perpajakan di Indonesia.

English Abstract

In accordance with Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution, namely that the earth, water and natural resources contained therein are controlled by the State which will be used for the greatest prosperity of the people. Land as part of the earth and has a social function, in addition to meeting basic needs for housing and business land, is also a very profitable investment tool. In addition, the building also provides economic benefits for the owner. Therefore, those who have rights to land and buildings are obliged to submit part of the economic value they have obtained to the State through payment of taxes, in this case the tax is in the form of Fees for Acquisition of Land and Building Rights (BPHTB). With the enactment of Law Number 28 of 2009, it is determined that the transfer of authority to collect fees for the acquisition of rights to land and buildings (BPHTB) as Regency / City Tax, is fully implemented by the District / City starting January 1, 2010, so the collection of Regional Taxes must be stipulated by a Regulation Area and does not apply retroactively. The stipulation of this Regional Regulation is intended so that the Regency / City Government can collect fees for the acquisition of land and building rights (BPHTB) in accordance with the provisions of the statutory regulations. In Malang Regency today, in carrying out the collection of fees on the acquisition of rights to land and buildings, it is always creating innovations in the mechanism aimed at making taxpayers aware of their tax responsibilities. With xi this, it is intended to provide an atmosphere for realizing tax collection by creating a form of legal certainty and comfort for taxpayers. However, sometimes in these policies there are contradictions in the point of view or perspective in the field of law. The contradiction is in the form of realizing market value on the basis of tax imposition due to transfer of rights through inheritance. So far, related to the regulation in realizing market value, the embodiment is regulated in the form "if the Market Value is unknown or less than the Tax Object Selling Value (NJOP) used in the imposition of Land and Building Tax in the year the acquisition is made, the basis for imposition is Value. Selling Tax Objects (NJOP) of Land and Building Tax ”. However, it is not explicitly regulated regarding the embodiment procedure of market value in the legal basis which is the reference by Malang Regency, including Law Number 28 of 2009 concerning Regional Taxes and Regional Levies. In fact, in realizing this market value, Malang Regency can realize its value. That is, if the taxpayer on the basis of tax imposition uses the Sale Value of the Land and Building Tax (NJOP) in the year of the transfer of rights through inheritance, the correctness of the basis for imposition of taxes is revised again through a research method by the competent agency. As a result of this situation, taxpayers will get new provisions related to the amount of tax from the results of research conducted by agencies. Departing from these problems, in the end the authors draw 2 (two) problem formulations that are used as limitations in the author's research. As for the formulation of the problem, namely: 1) What is the form of the implementation of the levy on land and land rights acquisition (BPHTB) for inheritance in Malang Regency? 2) What are the legal implications in collecting fees for the acquisition of land and building rights (BPHTB) for inheritance in Malang Regency? The writing is done using empirical juridical research methods and using a sociological juridical approach. The data sources of this research were obtained from primary data and secondary data. The data collection technique consists of primary data materials obtained through field research by means of interviews with respondents, as well as secondary data materials obtained through library research or documentation study which can be done by collecting archives. - archives related to research, books, research results, and other documents xii related to the research material, as well as through the search of the libraries obtained from the library or previous research related to the object of this study. From the analysis carried out by the author on the existing problems, it can be concluded that the implementation of tax collection on Land and Building Acquisition Fees (BPHTB) on transfers through inheritance in Malang Regency has a form of formulation of the calculation of the tax payable in the form of Market Value as Acquisition Value. The tax object (NPOP) on inheritance is determined through field verification of the tax object. This is aimed at realizing the amount of Market Value that should be to create a form of certainty in the Tax Object Acquisition Value (NPOP) of the inheritance object. However, this condition completely overrides the applicable legal regulations as regulated in Law Number 28 of 2009 concerning Regional Taxes and Regional Levies and Regional Regulation Number 1 of 2019 concerning Amendments to Regional Regulation Number 8 of 2010 concerning Regional Taxes. Then, due to the existence of a form of policy carried out by the authorized agency in realizing the Market Value as the Tax Object Acquisition Value (NPOP) on the object of the training, it will give rise to a legal implication or legal problem for the implementation of tax collection which is not fundamental to the regulations. related laws. So that in the implementation of the tax collection, it still puts aside the form of legal certainty for taxpayers who have realized Market Value as the basis for the imposition of taxes with the Tax Object Selling Value (NJOP) stated in the Tax Returns Payable in Land and Collateral Taxes (SPPPT PBB) in that transitional year. take place. In addition, in the implementation of tax collection, there is still uncertainty regarding the collection principles adhered to by the Land and Building Rights Acquisition Fee (BPHTB), namely the self-assessment system and the principle of certainty in tax collection adopted in taxation in Indonesia.

Other obstract

-

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: 0521010098
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 25 Nov 2021 06:52
Last Modified: 23 Feb 2022 07:37
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/186786
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
wimala pratita.pdf
Restricted to Registered users only until 31 December 2023.

Download (1MB)

Actions (login required)

View Item View Item