Strategi Pengembangan Pola Gaduhan Usaha Sapi Potong Terpadu Dengan Usaha Tani Tanaman Pangan Di daerah Lahan Kering Kabupaten Kediri (Studi Kasus Kecamatan Kepung)

Andaruisworo, Sapta and Prof. Dr. Ir. Zaenal Fanani, MS, IPU, and Prof. Dr. Ir. Agr Sc. Suyadi,MS,, IPU, ASEAN Eng and Dr. Ir. Moch Nasich, MS. (2020) Strategi Pengembangan Pola Gaduhan Usaha Sapi Potong Terpadu Dengan Usaha Tani Tanaman Pangan Di daerah Lahan Kering Kabupaten Kediri (Studi Kasus Kecamatan Kepung). Doktor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Pengembangan usaha sapi potong yang saling mengisi dan mendukung ini, terlihat dari fungsi ternak tersebut dalam sistem usahatani terpadu, karena daya dukung dari petani secara fisik, ekonomis dan sosial yang berbeda pada setiap daerah atau pada setiap diri petani, maka tingkat pengembangan usaha sapi potong sangat bervariasi. Pemanfaatan lahan kering untuk kepentingan pengembangan usahatani tanaman dengan usaha sapi potong rakyat ternyata banyak menghadapi masalah. Masalah yang utama adalah dari segi ketersediaan sumber daya hijauan pakan ternak, bahwa pada musim kemarau akan kekurangan pakan sedangkan pada musim penghujan akan kelebihan sumber hijaun pakan ternak, walaupun secara kualitas hijauan pakan ternak pada musim kemarau akan lebih baik dari musim hujan. Sedangkan dari segi sosial ekonomi petani atau masyarakat yang menggunakan lahan kering sebagai tempat usahanya adalah tingkat migrasi penduduk yang cukup tinggi yang mengakibatkan jurnlah tenaga produktif di desa menjadi terbatas. Tingginya tingkat migrasi berkaitan erat dengan adanya perbaikan pedidikan kaum muda desa dan rendahnya kesempatan berusaha di desa. Selain dari pada itu modal yang dimiliki juga merupakan kendala. Khususnya untuk budi daya tanaman yang membutuhkan modal yang besar seperti tanaman komersial, sehingga hanya petani yang mampu saja untuk mengembangkan usahataninya secara komersial dan petani yang lemah modalnya akan menjadi tambah miskin. Masalah tersebut tentunya perlu mendapatkan perhatian terutama menyangkut seberapa jauh korelasi antara usahatani tanaman dengan usaha sapi potong rakyat, ketersediaan hijauan pakan ternak, produktivitas usahatani tanaman dengan usaha sapi potong rakyat, ketersediaan tenaga kerja, faktor sosial, pendapatan petani dan keterkaitan dengan usahatani lainnya. Rendahnya produktivitas usahatani dan pendapatan petani di daerah lahan kering merupakan keadaan yang lazim di temukan di daerah lahan kering. Rendahnya produktivitas usaha tani dan pendapatan tersebut karena kondisi sumber daya alam dan sosiol ekonomi, yaitu terbatasnya modal yang dimiliki, sarana dan prasarana institusional serta sulitnya mengadopsi tehnologi baru akibat dari rendahnya pengetahuan dan tingkat pendidikan. Pada kondisi yang seperti ini petani harus dapat meningkatkan pendapatannya dengan melakukan viii kegiatan usahatani secara terpadu antara usahatani tanaman dengan usaha sapi potong yang berperan penting dalam kegiatan usahavtani dan ekonomi keluarga. Lokasi penelitian di Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 32 sampel dengan penyebaran responden. Analisis yang akan digunakan dalam penelitian meliputi : (1). Analisis Biaya dan Pendapatan, (2). Analisis SWOT dan (3). Analisis AHP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan dari hasil usahatani pola tanam 1 sebesar Rp 12.944.460,- dan usaha sapi potong per satuan ternak sebesar Rp 4.315.000,- sehingga jumlah pendapatan Rp 17.259.460,- sedangkan pendapatan usahatani pola tanam 2 per hektar sebesar Rp 14.175.050,- dan usaha sapi potong per satuan ternak sebesar R:p 4.656.000,- sehingga jumlah pendapatan sebesar Rp 18.831.040,-. Pendapatan dari usahatani pola tanam 3 per hektar sebesar 13.919.000,- dan usaha sapi potong per satuan ternak sebesar Rp 4.141.500,- sehingga jumlah pendapatan Rp 18.060.500,-. Dari data tersebut di atas menunjukkan bahwa pendapatan paling tinggi adalah usahatani tanaman padi 1 dengan jagung. Hal ini karena usaha tani tanaman padi 1- jagung 2 lebih luas dan pemilikan ternak lebih banyak. Nilai R/C ratio untuk masing-masing usaha tani pola tanam1 sebesar 1,48, pola tanam 2 sebesar 1,54, pola tanam 3 sebesar 1,50. Hasil penelilian menunjukkan bahwa nilai R/C ratio menunjukkan angka positip yang berarti bahwa petani masih memperoleh keuntungan walaupun nilainya kecil. Masalah “klasik” yang sering dihadapi para peternak sapi potong di Kabupaten Kediri setiap musim kemarau adalah kesulitan mencari rumput atau hijauan segar untuk pakan ternak. Para peternak harus pergi ke luar desa untuk mencari jerami di sawah yang sedang panen. Akibat sulitnya mencari hijauan, maka jumlah dan kualitas pakan yang diberikan ke ternak menjadi berkurang sehingga pertumbuhan ternak tidak dapat optimal. Upaya untuk mengatasi masalah kekurangan pakan di musim kemarau belum banyak dilakukan oleh para peternak di Kediri. Sebagian besar pakan hijauan yang digunakan sebagai pakan ternak sapi potong oleh peternak di Kabupaten Kediri adalah rumput gajah, kaliandra dan rumput lapangan. Pola beternak umumnya masih secara tradisional. Umumnya hijauan ditanam disela-sela tanaman pokok, di pematang sawah atau pada bantaran sungai. Faktor-faktor strategis yang didapatkan dari analisis SWOT adalah sebagai berikut : (SO) Memperluas jaringan kerjasama dengan instansi terkait dan stakeholder / pengusaha; Pemanfaatan potensi sumberdaya alam lebih optimal; Mengoptimalkan peran pengurus dan anggota untuk mengelola hutan; Mengoptimalkan peran koperasi dengan dukungan dana dari dunia usaha. (WO) Sosialisasi pentingnya fungsi dan manfaat hutan bagi kehidupan masyarakat; Mengirim pengurus atau anggota untuk mengikuti pelatihan kader konservasi; Meningkatkan sumber-sumber dana lain dari stakeholder. (ST) Mencari alternatif pasar serta stake holder lain yang lebih potensial; Meningkatkan patroli untuk pengamanan hutan dari gangguan pihak lain. (WT) Meningkatkan kepedulian akan pentingnya fungsi dan manfaat hutan; Meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam upaya pengelolaan hutan. Kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut 1) Imbangan penerimaan dan biaya usahatani dan usaha sapi potong pada semua pola tanam menunjukkan hasil menguntungkan yang terdiri dari pola tanam 1 yaitu Pemeliharaan Sapi Potong terintegrasi tanaman jagung; pola tanam 2 yaitu ix Pemeliharaan Sapi Potong terintegrasi tanaman kedelai; pola tanam 3 yaitu Pemeliharaan sapi Potong terintegrasi tanaman kedelai dan jagung. Hal ini dengan diperolehkan R/C ratio pada setiap pola tanam sebagai berikut 1,48; 1,54; dan 1,50. 2) Pola gaduhan yang digunakan di Kabupaten Kediri yaitu pola gaduhan penggemukan dimana seluruh biaya penggemukan ditanggung peternak, mulai dari biaya kandang, penyediaan hijauan, pakan konsentrat sampai kepada obat-obatan, pemilik modal menyediakan sapi yang akan digemukkan, dan memasarkan sapi hasil penggemukan, dan peternak pengganduh memperoleh bagian antara 50% sampai 60% dari nilai tambah sapi selama penggemukan, dan sisanya menjadi bagian yang diterima pemilik modal; 3) Kontribusi pendapatan usahatani pola tanam 1 dan usaha sapi potong pembibitan terhadap jumlah pendatan usahatani sebesar 32,00 persen, untuk usahatani pola tanam 2 dan sapi potong pembibitan sebesar 33,00 persen, pola tanam 3 dan usaha sapi potong pembibitan sebesar 30,00 persen. 4) Kabupaten Kediri tidak memiliki padang penggembalaan yang memadai dan sangat terbatas dalam menyediakan rumput dan biji-bijian. Keterbatasan sumber daya padangan tersebut dapat ditanggulangi dengan mengoptimalkan potensi sumber daya pakan yang berasal dari limbah (biomasa) yang dihasilkan usaha tani, perkebunan dan agroindustri. Sebagian besar pakan hijauan yang digunakan sebagai pakan ternak sapi potong oleh peternak di Kabupaten Kediri adalah rumput gajah, kaliandra dan rumput lapangan. 5) Strategi usaha ternak sapi potong dengan usaha tanaman pangan di lahan kering Kabupaten Kediri menggunakan strategi SO (Strenghts – Opportunities) yaitu 1. Memperluas jaringan kerjasama dengan instansi terkait serta stake holder / investor, seperti Perhutani, Dinas Kehutanan, Diperindagkop, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Pariwisata. 2. Memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada lebih optimal dengan memperhatikan kaidah konservasi. 3. Mengoptimalkan peran pengurus dan anggota untuk ikut berperan aktif dalam upaya pengelolaan hutan secara lestari dan pengembangan budidaya lahan bawah tegakan. 4. Mengoptimalkan peran koperasi dengan dukungan dana dari dunia usaha terutama dalam upaya pelestarian hutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. kemudian berdasarkan AHP Prioritas strategi alternatif yang perlu dilakukan yang utama yaitu Pertama, Ketersedian Modal Usaha, Kedua Kemudahan Perijinan Usaha; Ketiga, Optimalisasi Kelompok Usaha; keempat, Penerapan Teknologi; Kelima, Pelatihan Pengembangan Pembibitan.

English Abstract

The development of the cattle cut and support this company, visible from the function of livestock in the integrated farming system, because the carrying capacity of farmers physically, economically, and socially different in each region or each farmer, then the level of business development of cattle cut very varied. The use of dry land for the sake of development of crop farming with cattle-cut business is a lot of facing problems. The main problem is in terms of the availability of a forage resource of livestock feed, that in the dry season will lack feed while in the rainy season will be an excess source of animal feed greenery, although the quality of animal feed forage in the dry season will be better than the rainy season. While in terms of socio-economic farmers or communities that use dry land as a place of business is a high level of population migration that resulted in the Journal of Productive Energy in the village becomes limited. The high level of migration is closely related to the improvement of the village's young people and the low chance of striving in the village. Aside from that, the capital is also a constraint. Especially for the cultivation of plants that need large capital such as commercial crops, so only farmers who can afford to develop their farming commercially and a weak farmer will be a poor added. The problem certainly needs to get attention especially concerning how far correlation between crops and cattle business, the availability of cattle feed, the productivity of plantation crops with the business of cattle cut people, labor availability, social factors, income of farmers, and association with other farming. The low productivity of farming and farmer income in dryland areas is a common condition found in dryland areas. The low productivity of the farmers and income because of the condition of natural resources and economic social, namely the limited capital owned, institutional facilities and infrastructure, and the difficulty of adopting new technology due to low knowledge and education level. In this condition, farmers should be able to increase their income by conducting farming activities in an integrated effort between crops and cattle businesses that play an important role in farming activities and family economy. Location of research in District Kepung Kediri Regency with the number of samples taken as many as 32 samples with the spread of respondents. Analyses to be used in research include: (1). Analysis of costs and revenues, (2). SWOT analysis and (3). AHP Analysis. The results showed that the income from the farming pattern of planting 1 amounted to Rp 12,944,460,-and cattle cut per unit of cattle of Rp 4,315,000,-so the amount of revenue of Rp 17,259,460,-while the income of farming patterns of planting 2 per hectare of Rp 14,175,050,-and business of cattle cut per unit of cattle of R:p 4,656,000,-so the amount,-. of Income from farming pattern of planting 3 per hectare of 13,919,000,-and beef cattle per unit effort of Rp 4,141,500,-so the total revenue of Rp 18,060,500,-. From the above data shows that the highest income is farming 1 rice crop with corn. This is because rice crop farming 1-Corn 2 wider and more livestock ownership. The R/C ratio for each farmer's tanam1 pattern is 1.48, a 2, 1.54 planting pattern of 3, 1.50. The results showed that the R/C ratio indicates a positive number which means that the farmer still gains the profit despite its small value. The "classic" problem often faced by cattle farmers in Kediri regency every dry season is the difficulty of finding grass or fresh forage for livestock feed. The farmers had to go out of the village to find hay in the rice fields that were harvesting. Due to the difficulty of finding forage, the amount and quality of feed given to livestock are reduced so that livestock growth can not be optimal. Efforts to overcome the problem of lack of feed in the dry season has not been done by the farmers in Kediri. Most of the forage feed used as cattle feed for cattle by farmers in the Kediri Regency is the grass of elephants, kaliandra, and grass fields. Breeding patterns are generally still traditionally. Generally planted forage during plant trees, in the rice field, or on the river's banks. Strategic factors obtained from SWOT analysis are as follows: (SO) expanding the network of cooperation with related agencies and stakeholders/entrepreneurs; Utilization of natural resource potential is more optimal; Optimizing the role of admins and members to manage forests; Optimizing the role of cooperative with funding support from the business world. WO Socializing the importance of forest functions and benefits for community life; Send admins or members to attend a conservation cadre training; Increase other funding sources of stakeholders. ST Looking for alternative markets as well as other more potential stakeholders; Improve patrol for forest security from the interference of other parties. WT Increase awareness of the importance of forest functions and benefits; To increase participation and community role in forest management efforts. The conclusion of this study is as follows 1) The balance of revenue and costs of farming and beef cattle business in all cropping patterns shows beneficial results consisting of cropping pattern 1, namely the integrated Beef Cattle Maintenance; cropping pattern 2, namely integrated Beef Cattle Maintenance; cropping pattern 3, namely Rearing beef cattle integrated with soybean and corn plants. This is obtained by obtaining the R / C ratio for each cropping pattern as follows 1.48; 1.54; and 1.50; 2) The pattern of noise used in Kediri Regency is the pattern of fattening noise where all the fattening costs are borne by the farmer, starting from the cost of the cage, providing forage, concentrate feed to the drugs, the capital owner providing the cattle to be fattened, and marketing the fattened cattle, and the breeder gains a share of between 50% to 60% of the value added of the cow during the fattening, and the remainder is the share received by the capital owner.; 3) Contribution to the income of plantation farming 1 and the cattle business of breeding cut to the number of farming records amounting to 32.00 percent, for farming patterns 2 and cattle seedling crop of 33.00 percent, planting pattern 3 and cattle seedling crop of 30.00 percent. 4) Kediri District does not have a grazing field adequate and is very limited in providing grass and grain. The limitations of these solids resources can be solved by optimizing the potential of feed resources derived from the waste (biomass) generated by farmers, plantations, and agroindustries. Most of the forage feed used as cattle feed for cattle by farmers in the Kediri Regency is the grass of elephants, kaliandra, and grass fields. 5) business strategy of beef cattle with the efforts of food crops in the dry land of Kediri District use the Strategy SO (Strengths – Opportunities) IE 1. Expanding cooperation network with related xii agencies and stakeholders/investors, such as Perhutani, Dinas Forestry, Diperindagkop, Village Community Empowerment Office, Tourism office. 2. Utilizing the potential of natural resources that exist more optimally by observing the rules of conservation. 3. Optimizing the role of managers and members to participate actively in the efforts of sustainable forest management and development of land cultivation under the standing. 4. Optimizing the role of cooperatives with the support of funding from the business world, especially in forest conservation efforts to improve the welfare of society. Then based on AHP priority alternative strategy that needs to be done the main is first, availability business capital, second business licensing facilities; Third, business group optimization; Fourth, application of technology; Fifth, nursery development training.

Other obstract

-

Item Type: Thesis (Doktor)
Identification Number: 0620050008
Uncontrolled Keywords: -
Subjects: 300 Social sciences > 338 Production > 338.1 Agriculture > 338.13 Financial aspects > 338.136 2 Financial aspects (Cattle and related animals)
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Ternak, Fakultas Peternakan
Depositing User: Budi Wahyono Wahyono
Date Deposited: 17 Feb 2021 14:16
Last Modified: 08 Aug 2022 04:32
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/183222
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
0620050008- Sapta Andaruisworo.pdf
Restricted to Registered users only until 31 December 2023.

Download (3MB)

Actions (login required)

View Item View Item