Perwujudan Asas Keseimbagan Dalam Perjanjian Kredit Usaha Pembibitan Sapi

Intansari, Widy Putri (2019) Perwujudan Asas Keseimbagan Dalam Perjanjian Kredit Usaha Pembibitan Sapi. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Perjanjian kredit perbankan merupakan perjanjian baku yang isinya ditentukan secara sepihak oleh pihak bank. Salah satunya dalam perjanjian Kredit Usaha Pembibitan Sapi pada PT. X. Perjanjian kredit Usaha pembibitan Sapi tersebut pada dasarnya dibentuk berdasarkan kesepakatan dan itikad baik. Perjanjian antara debitur dan kreditur pada PT.X telah disetujui namun dalam perjanjian tersebut masih terdapat klausul yang merugikan salah satu pihak, sehingga dapat menyebabkan tidak seimbangnya kedudukan antara para pihak. Dalam perjanjian tersebut, menyangkut tentang hak dan kewajiban debitur, Dalam Perjanjian Baku yang dibuat oleh PT.X ini masih terdapat klausula yang masih merugikan pihak debitur, contohnya seperti klausula eksonerasi, debitur harus tunduk pada peraturan baru ada dan klausula tersebut dibuat dari salah satu pihak saja yaitu pihak kreditur. Dalam hal ini debitur tidak bisa ikut campur dalam bernegosiasi dalam membuat perjanjian. Selain itu terkait jaminan kredit usaha pembibitan sapi ini berupa yang kelayakan usaha dan sapi hasil yang diperoleh dari hasil kredit tersebut, apabila obyek jaminan tersebut berkurang dengan sebab apapun di dalam perjanjian mencantukan klausula yang mengharuskan debitur untuk mengganti. Dalam hal ini terdapat kekaburan norma yang tidak jelas dengan apa yang dimaksud berkurang dengan sebab apapun bertentangan dengan peraturan tersebut, menyangkut tentang hak dan kewajiban debitur. Dari latar belakang tersebut terdapat rumusan masalah dalam penelitian ini Mengapa klausula-klausula dalam perjanjian kredit pembibitan Usaha Sapi tidak menerapkan adanya asas keseimbangan dan apa saja klausula yang seharusnya ada dalam perjanjian Kredit dalam program Pembibitan Usaha sapi sebagai wujud asas keseimbangan. Peneliti ini menggunakan metode penelitian yuridis normative yang menggunakan pendekatan Pendekatan Konseptual (conseptual approach) dan Pendekatan Perundang-undangan (statute approach). Dalam pembahasan ini terdapat kesimpulan Klausula dalam perjanjian kredit pembibitan Usaha Sapi tidak menerapkan adanya asas keseimbangan karena bank terlalu menerapkan prinsip kehati-hatian yang membuat debitur menjadi tertekan untuk mematuhi perjanjian yang dibuat. Dalam perjanjian kredit usaha pembibitan sapi tersebut terdapat beberapa pasal yang membuat kedudukan debitur tidak seimbang yaitu pada pasal 6, terdapat klausula eksonerasi yg berupa penyalahgunaan keadaan. Klausula ini bertentangan dengan pasal 22 huruf f Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan serta pasal 1320 KUHperdata yang merupakan cacat kehendak hal ini menyebabkan kedudukan debitur lebih lemah, sehingga belum terjadinya keseimbangan kedudukan kreditur dan debitur. Kemudian dalam klausula terkait jaminan yang terdapat kekaburan norma, pengalihan resiko di berikan kepada debitur meskipun debitur dalam keadaan memaksa tetap diganti oleh debitur. Hal ini menunjukan tidak seimbangnya kedudukan antara para pihak yaitu melemahkan dan merugikan debitur bertentangan dengan Undang-undang v Perlindungan Konsumen pasal 18 ayat (1) huruf e dan kuasa untuk mendebet atau memblokir. Pemblokiran dilakukan apabila Pemblokiran tersebut bertujuan untuk memberikan kelancaran angsuran bagi nasabah jika terjadi sesuatu. Sedangkan di dalam Peraturan BI pasal 12 ayat (1) nomor 2 /19/PBI/2000 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank, Pemblokiran dapat dilakukan apabila seorang nasabah terkait pidana yaitu telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa oleh polisi, jaksa, atau hakim yang tanpa memerlukan persetujuan dari BI. Pendebetan harus dicantumkan dahulu batasan untuk mendebet. Jika debitur mengalami kerugian maka, pihak bank berkenaan dengan pasal 1365 KUHPerdata. Disamping itu bertentangan dengan dengan pasal 18 angka (1) huruf f Undang-undang perlindungan Konsumen

English Abstract

Credit agreements are made from standard agreements whose contents have been determined unilaterally by the bank. One of them is an agreement of Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) or Cattle Breeding Business Credit in PT. X. Basically, the agreement between the debtor and creditor at PT.X which was formed based on some deals and good faith had been agreed by both the parties. However, there were still several clauses that were detrimental to one of the parties and it caused the parties to have unbalanced positions. In the standard agreements made by PT.X, there was a detrimental clause for the debtor related to the rights and obligations of the debtor. For example, in the exoneration clause made by the creditor, the debtor had to comply with any new regulations. In this case, the debtor cannot interfere in negotiating the agreement. Moreover, there was a clause related to business feasibility and cattle production obtained from the credit. It was stated that the debtor needed to replace the reduction of the collateral objects caused by any reason. In this case, the signification of the reduction was unclear with regard to the rights and obligations of the debtor. Based on the background stated above, there were two research problems of this study. First, why did not the clauses in KUPS’ agreement apply the principle of balance? Second, what clauses that should exist in the KUPS’ credit agreement as a manifestation of the principle of balance?. This researcher applied a normative juridical research method that used a conceptual approach and a statute approach. Based on the discussion, it can be concluded that the clauses in KUPS’ agreement did not apply the principle of balance since the bank overly applied a precautionary principle that made the debtor induced to comply the agreement. There were also several articles in the agreement that made the debtor position unbalanced. In article 6, there was an exoneration clause which leaded to the Undue Influence. It was contrary to Article 22 Letter f OJK Regulation Number 1/POJK.07/2013 related to the Consumer Protection in Financial Service Sector and to the article 1320 of Indonesian Civil Code that was a defective will. This condition made the debtor's position weaker so that the positions of creditor and debtor was unequal. Also, there was an unclear norm related to the collaterals. The risk transfer was imposed to the debtor although in under compulsion. This condition showed unequal positions between the parties that was debilitating and detrimental to the debtor. It was in the contrary to the Consumer Protection Act article 18 paragraph (1) letter E and the power to debit or block. Blocking was done in order to create continuity of the installments for the creditors if something bad happens. Whereas in BI Regulation article 12 paragraph (1) number 2/19 / PBI / 2000 related to the requirements and procedures for the issuance of written orders or approval to access confidential bank information, blocking can be done if a customer is involved in a criminal case and has been declared as a suspect or defendant by the police, prosecutors or judges without the need for approval from vii BI. The limit of debiting must be stated in the debit transaction. If the debtor incurs losses, the bank is charged with article 1365 of the Indonesian Civil Code. Besides, it contradicts the article 18 number (1) letter f of the Consumer Protection Act.

Other obstract

-

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/332.7/INT/p/2019/041907610
Uncontrolled Keywords: CREDIT - MANAGEMENT
Subjects: 300 Social sciences > 332 Financial economics > 332.7 Credit
Divisions: S2/S3 > Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 06 Dec 2019 01:55
Last Modified: 06 Dec 2019 01:55
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/176534
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item