Wujud Pengalihan Tanggung Jawab Pekerja Dari Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh Alih Daya Kepada Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh Lainnya (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/Puu-Ix/2011)

Hanjaya, Ayu Imas Rizki (2019) Wujud Pengalihan Tanggung Jawab Pekerja Dari Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh Alih Daya Kepada Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh Lainnya (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/Puu-Ix/2011). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Didalam sebuah pekerjaan baru bisa dikatakan memiliki hubungan kerja terdapat perjanjian kerja yang telah dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak yaitu oleh pengusaha dan para pekerja/buruh yang didalamnya terdapat perjanjian yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Kecenderungan beberapa perusahaan pada saat ini mempekerjakan karyawan dengan sistem alih daya atau sering disebut dengan istilah outsourcing. Makna dari alih daya tersebut sesungguhnya ingin menunjukkan pengalihan atau pemanfaatan tenaga kerja oleh pengusaha dari perusahaan satu ke perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Outsourcing ini bersumber dari ketentuan yang ada dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. Hubungan kerja pada tenaga kerja outsourcing dengan perusahaan terdapat pada perjanjian kerja secara tertulis dimana mereka bekerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tak tentu (PKWTT) dan bukan kontrak, dan ada pula yang bekerj berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu/kontrak (PKWT). PKWT dan PKWTT itu sendiri masing-masing dapat diperpanjang atau diperbaharui sekali atau dua kali, untuk paling lama setahun atau dua tahun. Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi pernah menerima perkara yang diajukan oleh para aktivis pekerja dan serikat pekerja yang menurut mereka kontrak outsourcing tersebut bertentangan dengan UUDN RI 1945 sehingga memunculkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011. Permohonan pengujian konstitusionalitas Undang-Undang Ketenagakerjaan dalam perkara yang diajukan meliputi seluruh materi muatannya, bahkan juga pengujian dari aspek formalnya. Sepanjang mengenai materi muatan yang terkait dengan kontrak outsourcing dalam perkara ini didalilkan bahwa Pasal 64 sampai dengan Pasal 65 Undang-Undang Ketenagakerjaan bertentangan dengan Pasal 33 ayat (1) UUDN RI 1945. Pengalihan tanggung jawab dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh lainnya berdasar Putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2011 yang dimaksudkan adalah perusahaan harus bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan dari para pekerja/buruh, adanya tanggung jawab hukum dan ganti rugi oleh perusahaan pengguna jasa dimana terkait tentang pembebasan para pihak tertanggung terhadap semua klaim yang berhubungan dengan kerugian ataupun kerusakan baik dalam hal harta benda, kecelakaan, penyakit, bahkan kematian. Selain itu perusahaan juga harus bertanggung jawab untuk kerugian tidak langsung yang disebabkan karena faktor kesalahan yang dialami perusahaan penyedia jasa dari kontrak yang sudah diperjanjikan dan disepakati. Perusahaan pengguna jasa juga wajib untuk memberikan suatu pemberitahuan kepada perusahaan penyedia jika ia mengalami kegagalan dalam kontrak, apakah perusahaan pengguna akan memperbaiki kegagalan tersebut atau memutus kontrak dengan perusahaan pengguna dan mengganti gantu rugi agar perusahaan penyedia dapat mengalihkan kontrak ke perusahaan lain agar pekerja/buruh dapat bekerja kembali. Faktor-faktor tersebut dilakukan karena perusahaan penyedia jasa ingin melindungi hak-hak dan kewajiban yang dimiliki pekerja/buruh yang ada didalamnya dan agar pekerja/buruh tidak dirugikan oleh perusahaan pengguna jasa.

English Abstract

Labour is a person who is able to do the work in order to produce goods and services to fulfill their own need or society. In a new job, it can be said to have a work relationship if there is employment agreement/contract made and agreed by both parties, that is the company and the worker/labour which there is an agreement containing terms of work requirements, rights, and obligations of both sides. Currently, several companies have tendency to hire employees with outsourcing system. The purpose of outsourcing is actually to show transfer or utilization of employees by the entrepreneur from one company to another company through employment contract or worker/labor service provider made in the written form. This outsourcing is based on provision under article 64 of the law number 13 of 2003 about Employment which stated that company can transfer some of the implementation of the work to another company through employment contract or worker/labor service provider made in the written form. The work relationship of outsourcing labor with the company is on the written employment agreement/contract where they work in accordance with an employment agreement for an indefinite period of time (PKWTT) and not a contract, also some are working based on an employment agreement for a definite period of time (PKWT). PKWT and PKWTT itself can respectively extended or updated once or twice, for a maximum of one year or two years. In this case the Constitutional court once accepted cases filed by labor activists and labor union which they think that outsourcing contract or agreement contradict with The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia so it resulting the Constitutional court decisions number 27/PUU-IX/2011. The appeal for constitutionality trial of labor law in the filed case includes all the material content, in fact, also with the trial from the formal aspect. As far as the content is related with outsourcing contract in this case proposed that article 64 until article 65 labor law contradict with article 33, paragraph 1 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The transfer of responsibility from worker/labor service provider to another worker/labor service provider based on the Constitutional court decisions number 27/PUU-IX/2011 meant that the company must responsible for the health and safety of worker/labor, the presence of legal liability and compesation by the user company which related to the acquittal of the insured parties against all claims related to loss or damage, whether in property, accident, disease, even death. Moreover, the company also must responsible for indirect loss caused by error factor experienced by the service provider from the contract that has been promised and agreed. The user company of the service also must give notification to the service provider company if they experienced failure in the contract, whether the user company will correct the failure or breaking the contract with the provider company and compensate in order for the provider company to transfer the contract to another company so that the worker/labor can work again. Those factors are carried out because the provider company wants to protect the rights and obligations owned by the worker/labor and in order not to be harmed by the user company.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FH/2019/297/051908416
Uncontrolled Keywords: -
Subjects: 300 Social sciences > 344 Labor, social service, education, cultural law > 344.01 Labor
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 16 Jul 2020 09:59
Last Modified: 02 Oct 2020 05:21
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/174681
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item