Kewenangan Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Konsumen Di Indonesia

Wibowo, Afrizal Mukti (2019) Kewenangan Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Konsumen Di Indonesia. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Sengketa pembiayaan konsumen dapat diselesaikan secara litigasi (melalui Badan Peradilan Umum) dan secara non-litigasi (melalui BPSK dan LAPS-SJK). Namun, pilihan penyelesaian sengketa tersebut menimbulkan sengketa kewenangan antar lembaga penyelesaian sengketa. Sehingga terjadi ketidakpastian hukum dalam penyelesaian sengketa pembiayaan konsumen. Akibatnya proses penyelesaian sengketa yang seharusnya memberikan win-win solution, pada akhirnya merugikan bagi para pihak yang bersengketa (lose-lose solution). Permasalahan dalam tesis ini ialah siapa yang berwenang dalam penyelesaian sengketa pembiayaan konsumen di Indonesia? Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulisan tesis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan kasus (case approach). Baik di Badan Peradilan Umum dan BPSK mempunyai kewenangan atributif yang diberikan oleh undang-undang. Namun, dalam lingkup hukum perdata dikenal dengan asas pacta sunt servanda, yang berarti perjanjian yang disepakati para pihak merupakan undang-undang bagi yang para pihak yang menyepakatinya. Sehingga, kewenangan atributif masing-masing lembaga tidak ditentukan dalam hukum positif (peraturan yang dibuat penguasa) saja. Melainkan pilihan penyelesaian yang disepakati para pihak. Oleh karena itu LAPS-SJK juga mempunyai kewenangan atributif yang diberikan oleh undang-undang dalam hal ini kesepakatan para pihak. Namun, konstruksi penyelesaian sengketa pembiayaan konsumen dibatasi secara implisit dalam UU Perlindungan Konsumen dan POJK Nomor 1/POJK.07/2014. Yang mensyaratkan adanya kerugian dari kualitas barang atau jasa yang diberikan oleh pelaku usaha. Dalam hal ini sengketa yang dapat diselesaikan di BPSK dan LAPS-SJK ialah sengketa perbuatan melawan hukum. Hasil dari penulisan tesis ini adalah masing-masing lembaga berwenang dalam menyelesaikan sengketa pembiayaan konsumen. Namun, kewenangan tersebut harus memperhatikan dua aspek. 1) Jenis sengketa pembiayaan konsumen berupa sengketa wanprestasi atau sengketa perbuatan melawan hukum; dan 2) Pilihan/kesepakatan para pihak. Sehingga, diperlukan peraturan masing-masing lembaga penyelesaian dalam menerima sengketa yang diajukan para pihak, agar penyelesaian sengketanya memberikan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi para pihak yang bersengketa.

English Abstract

Consumer financing disputes can be resolved by litigation (through the General Tribunal Bodies) and in non-litigation (through BPSK and LAPS-SJK). However, the choice of dispute resolution raises an authority dispute between dispute resolution institutions. Thus giving rise to legal uncertainty in resolving consumer financing disputes. As a result, the dispute resolution process, which should provide a win-win solution, is ultimately detrimental to the parties to the dispute (lose-lose solution). The problem in this thesis is who is authorized to resolve consumer financing disputes in Indonesia? To answer these problems, the writing of this thesis uses a normative juridical method with the method of legislation approach and case approach. Both the General Tribunal Bodies and BPSK have the attributive competence given by law. However, within the scope of civil law it is known as the principle of pacta sunt servanda, which means that the agreement agreed upon by the parties is a law for those who agree. Thus, the attributive competence of each institution is not specified in the positive law (rules made by the authorities). But the settlement option agreed upon by the parties. Therefore the LAPS-SJK also has the attributive authority given by the law in this case the agreement of the parties. However, the construction of consumer financing dispute resolution is limited implicitly in the Consumer Protection Law and POJK Number 1 / POJK.07 / 2014. Which requires a loss from the quality of the goods or services provided by the business actor. In this case the dispute that can be resolved at BPSK and LAPS-SJK is a dispute over an illegal act. The results of writing this thesis are each institution competence in resolving consumer financing disputes. However, the competence must pay attention to two aspects. 1) Types of consumer financing disputes in the form of defaults or disputes against the law; and 2) Choice / agreement of the parties. Thus, the regulations of each settlement institution are needed in accepting disputes submitted by the parties, so that the settlement of the dispute provides justice, benefit and legal certainty for the parties to the dispute.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/347.09/WIB/k/2019/041904858
Uncontrolled Keywords: DISPUTE RESOLUTION--LAW, INDONESIA
Subjects: 300 Social sciences > 347 Procedure and courts > 347.09 Dispute resolution
Divisions: S2/S3 > Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 04 Sep 2019 03:57
Last Modified: 04 Sep 2019 04:05
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/172376
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item