Studi Habitat dan Pengembangbiakan Burung Mamoa (Eulipoa wallacei) Sebagai Upaya Konservasi Plasma Nutfah Kabupaten Halmahera Utara

Sjafani, Nur (2015) Studi Habitat dan Pengembangbiakan Burung Mamoa (Eulipoa wallacei) Sebagai Upaya Konservasi Plasma Nutfah Kabupaten Halmahera Utara. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Burung Mamoa (Eulipoa wallacei) adalah salah satu plasma nutfah dari jenis satwa liar endemik Maluku. Saat ini populasi burung Mamoa terus menurun diakibatkan oleh pengambilan telur yang berlebihan, perburuan serta rusaknya habitat di sekitarnya. Hal mill diakibatkan oleh aktivitas manusia, rendahnya kesadaran masyarakat dan tuntutan ekonomi yang mendesak. Perlindungan satwa liar dapat dilakukan secara alami (in-situ) dan buatan (eks-situ). Informasi ekologis dan biologis merupakan aspek penting untuk diketahui diantaranya bagaimana meningkatkan populasi yang terus menurun. Tujuan umum penelitian ini adalah konservasi burung Mamoa di Pulau Halmahera, sedangkan tujuan khusus adalah 1) memperoleh data kondisi habitat dan karakteristik sarang burung Mamoa, 2) menperoleh data dan status populasi dan tingkah laku saat bertelur, 3) Pengembangbiakan burung Mamoa melalui penetasan in-situ dan eks-situ serta pemeliharaan anak burung Mamoa secara eks-situ.. Penelitian ini telah dilaksanakan di Galela Kabupaten Halmahera Utara, yang bertempat pada 3 lokasithabitat bertelur burung Mamoa (Pantai Uwo Uwo, Pantai Tiabo serta Pantai Denamabobane). Penelitian ini terdiri dari 2 Tahap Penelitian tahap 1 : Karakteristik Habitat, Sarang Pengeraman, Estimasi Populasi dan Tingkah Laku Bertelur Burung Mamoa (Eulipoa wallace0 di Galela-Halmahera Utara. Penelitian tahap II Pengembangbiakan burung Mamoa. Hasil analisis Indeks Nilai Penting (INP) pada vegetasi tingkat semai adalah jenis Ipomea pescaprae di pantai Denamabobane (INP = 25,029%). Di Pantai Uwo-Uwo, tingkat pancang dan tiang memiliki nilai INP tertinggi. Masing-masing nilai INP nya yaitu; Marsiela crenata= 14,34%, Rhizophora sp= 16,22%. Untuk tingkat pohon di Pantai Uwo-Uwo, jenis Terminalia catappa memiliki INP tertinggi yaitu 14,30%. Nita' indeks keragaman untuk tingkat semai di pantai Uwo uwo memiliki nilai indeks keragaman sedang (H’>2) sedangkan pantai Tiabo memiliki nilai kurang (H'<1) dan pantai Denamabobane memiliki nilai sedang (H’>1). Tingkat tiang untuk pantai Tiabo sedang (H’>1) sedangkan pantai Tiabo dan Denamabobane kurang (H<1). Pada Tingkat pancang pantai Uwo Uwo sedang (H'>1), Tiabo kurang dan Denamabobane balk (H'=2). Vegetasi tingkat pohon pada ketiga lokasi memiliki nilai indeks keragaman sedang (H>1). Nasal indeks indeks kemiripan jenis E < 1 pada ketiga lokasi. Burung Mamoa toleran terhadap perbedaan temperatur pengeraman yang berfluktuasi pada saat musim hujan dan kemarau. Perbedaan temperatur berhubungan dengan lama masa pengeraman. Temperatur pengeraman pada ke tiga lokasi pengeraman yaitu pantai Uwo Uwo berkisar antara 32,97-34,20°C dengan rataan 33,13°C, pantai Tiabo berkisar antara 32,61-33,78°C dengan rataan 33,02°C dan pantai Denamabobane 32,135- 33,77°C dengan rataan 32,97°C. Temperatur yang optimal untuk burung Mamoa berkisar antara 34-35°C. Hasil Pengamatan terhadap jumlah telur dilakukan berdasarkan bulan gelap dan bulan terang, terlihat adanya perbedaan jumlah telur. Pada bulan gelap jumlah telur lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah telur pada waktu bulan terang. Pengaruh bulan gelap dan terang terhadap jumlah telur berhubungan dengan tingkat keamanan, karena burung Mamoa sangat sensitif dengan kehadiran satwa lain yang menjadi predator. Total populasi burung Mamoa yang terdapat di Kecamatan Galela Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2011 dan 2012 masing-masing sebesar 5505.09+4,26 dan 5000.60+5.90 ekor dan kepadatan masing-masing 22.62 dan 22.57 ekor/ha. Tingkah laku yang teramati selama aktivitas bertelur yaitu (1) tingkah laku saat kedatangan mengamati lokasi bersarang (bertelur), 2) tingkah laku pada saat eksplorasi, (3) tingkah laku saat membuat lubang (menggali sarang) (4) bertelur (5) tingkah laku sesudah bertelur yaitu saat muncul di permukaan melakukan aktivitas tingkah laku menutup sarang dan selanjutnya meninggalkan lokasi/habitat bertelur. Penggunaan waktu selama aktivtas bertelur saat bulan gelap lebih panjang (463.50 menit) dibandingkan saat bulan terang (386.67 menit). Tingkat keberhasilan penetasan alami (100%) lebih tinggi dibandingkan penetasan buatan (75%) hal mill karena sesuai dengan suhu dan temperature lingkunganya. Selisih anatara lama inkubasi di alam dan buatan adalah 17-18hari. Lamanya inkubasi semi alami (In-situ) mulai menetas pada hari ke-75 sampai dengan hari ke-86. Untuk penetasan buatan (eks-situ) ke-53 sampai dengan hari ke-64. Perbedaan masa inkubasi di alam dan buatan ini diduga pada penetasan buatan suhu dan kelembaban dapat dipertahankan, sedangkan pada penetasan di alam yang mengalami fluktuasi suhu, oleh karena itu temperatur berperan penting dalam mempengaruhi perkembangan embrio, daya tetas dan pertumbuhan anak. Fertilitas dan daya tetas telur burung Mamoa yang ditetaskan di alam dan buatan tinggi yaitu fertilitas 100%, daya tetas pada penetasan semi alami (in-situ) 100% dan penetasan buatan (eks-situ) 75%. Data preferensi pakan anak burung sampai dengan umur 6 minggu di penangkaran menunjukan bahwa preferensi terhdap jenis pakan cacing lebih tinggi tingkat preferensi (17,24%) dibandingkan dengan jenis pakan lain masing masing bekicot (15,12), Kelapa (13,99), kemiri (12,72), pepaya (9,47), jagung (9,39), kacang hijau (7,13) dan pakan ayam komersil/SB11 (4,17). Konsumsi pakan di penangkaran menunjukkan adanya peningkatan yang relatif kecil pada setiap minggunya. Rendahnya konsumsi pada burung Mamoa selama penelitian diduga karena anak burung harus menyesuaikan did dengan lingkungannya. Konversi pakan menunjukkan adanya peningkatan konversi sejalan dengan pertambahan umur. Nilai konversi ransum cenderung naik, namun pertambahan bobot badan relatif kecil. Diduga karena tidak optimalnya penyerapan pakan pada saluran pencemaan mengakibatkan nilai konversi jugs meningkat. Konversi pakan di pengaruhi oleh penyakit, kualitas pakan, lingkungan dan manajemen. Berdasarkan hasi penelitian dapat disimpulkan bahwa Kondisi habitat bertelur dan sekitar habitat Burung Mamoa perlu dilakukan perlindungan agar tidak rusak dan Nang, karena tidak semua pantai di Galela kabupaten Halmahera Utara dapat dijadikan sebagai lokasi/habitat bertelur. Kedalaman sarang bertelur berhubungan dengan waktu bulan terang gelap dan terang. Kedalaman sarang saat bulan gelap lebih dalam dibandingkan saat terang. Kedalam sarang 50-70 cm dan dengan rataan suhu dan keiembaban masing-masing 31,88±1,58°C dan kelembaban 70,00±3,04% adalah kondisi yang optimal dan aman bagi induk Burung Mamoa meletakkan telumya, Populasi burung Mamoa pada habitat bertelur di Galela Kabupaten Halmahera Utara cenderung menurun tahun 2011 (5505,09+4,26) dan 2012 (5000,60±5,90). Penggunaan waktu selama bertelur saat musim gelap lebih panjang dari bulan terang. Bulan gelap (463.50 menit) dan bulan terang (386.67 menit). Pengembangbiakan burung Mamoa dapat dilakukan dengan penetasan in-situ (semi alami) dan eks-situ (buatan) untuk melindungi dan meningkatkan populasi burung Mamoa. Pertumbuhan anak burung Mamoa yang dipelihara secara eks-situ mengalami peningkatan bobot badan, namun karena sties dalam penelitian ini terjadi kematian pada minggu ke-4 sampai minggu ke-6.

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DIS/636.082/SJA/s/2015/061809917
Uncontrolled Keywords: BREEDING--MAMOA, CONSERVATION--MAMOA
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 636 Animal husbandry > 636.08 Specific topics in animal husbandry > 636.082 Breeding
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Ternak, Fakultas Peternakan
Depositing User: Yusuf Dwi N.
Date Deposited: 07 Aug 2019 04:39
Last Modified: 08 Aug 2019 06:58
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/171058
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item