Fitriyah, Farida (2012) Pengadaan Tanah dan Sertifikasi Hak Atas Tanah untuk Transmigrasi. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting yakni tempat berccocok tanam bagi petani, tempat untuk memakamkan manusia jika ia meninggal dunia, tempat untuk berproduksi agar menghasilkan barang dan jasa. Tanah juga merupakan aset yang memiliki nilai ekonomis dan aset hukum, jika tanah yang dikuasai pemerintah mendapat gangguan dari pihak lain harus mendapatkan perlindungan hukum. Pemerintah mempunyai kewenangan untuk membuat kebijakan tentang ketransmigrasian, termasuk pengadaan tanah dan sertifikasinya. Tujuan penelitian disertasi ini untuk mengidentifikasi dan menganalisis sinkronisasi/harmonisasi peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaanya tentang pengadaan tanah dan sertifikasi hak atas tanah untuk transmigrasi, baik yang masih berlaku maupun yang pernah berlaku dan sekarang sudah tidak berlaku lagi/dicabut. Penelitian ini menggunakan penelitian Hukum Normatif, dengan pendekatan perundang-undangan; pendekatan sejarah; dan pendekatan filsafat. Hasil Penelian : Ketentuan hukum pengadaan tanah untuk transmigrasi: kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Berdasarkan Hak Menguasai Negara sebagaimana yang diatur dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945, Negara (Pemerintah) berwenang memberikan tanah pada siapapun Warga Negara Indonesia termasuk pada transmigran. Adapun kewenangan tersebut dilimpahkan pada Gubernur Kepala Daerah/Provinsi tujuan transmigrasi, berdasarkan Otonomi Daerah, dimana Gubernur berhak menunjuk, menentukan dan menyediakan tanah yang akan digunakan sebagai lokasi transmigrasi, baik yang berasal dari tanah negara maupun tanah hak adat/perorangan. Tanah Untuk Transmigrasi. Pelimpahan kewewenangan tersebut, berkaitan kerja sama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, diatur lebih rinci dalam Pasal 11 UU No.32 tahun 2004 jo UU No.12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Mekanisme pengadaan tanah untuk transmigrasi terhadap tanah negara, menurut prosedurnya jika tanah tersebut berupa hutan maka harus dilepaskan dari hak pengusahaan hutannya terlebih dahulu. Sedangkan mekanisme pengadaan tanah untuk transmigrasi yang berasal dari tanah hak adat/perorangan, menurut prosedurnya harus melalui pelepasan atau pembebasan hak atas tanah dari pemiliknya yang sah/yang menguasainya, dengan memberikan ganti rugi yang layak, atau konpensasi atau rekognisi. Kondisi riil di lapangan pengambilan tanah hak adat/perorangan dilakukan secara tidak sesuai prosedur yang seharusnya/bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Sertifikasi hak atas tanah : bagi Transmigran Umum, asal mereka sabar dan tekun menggarap tanahnya sampai menghasilkan, selama lebih kurang 5-10 tahun mereka akan mendapatkan sertifikat cuma-cuma dari Menteri Dalam Negeri melalui Badan Pertanahan Nasional. Bagi Transmigran Swakarsa selain harus dengan sabar dan tekun menggarap tanahnya, juga harus mengurus dan mengeluarkan biaya sendiri untuk sertifikasi hak atas tanahnya agar mendapatkan sertifikatnya. Hambatan pada proses sertifikasi tanah terletak pada hambatan finansial dan terjadinya peralihan hak atas tanah melalui jual beli (di bawah tangan); pewarisan; hibah dan wakaf. Rekomendasi: Bagi Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, melalui Pemerintah Daerah Provinsi hendaknya segera mengadakan pengukuran kembali tanah-tanah transmigrasi yang bermasalah. Sehingga ada kepastian hukum atas pemilikan tanah sengketa, menjadi jelas. Bagi Pemerintah dan DPR, hendaknya secepat mungkin melakukan pembangunan dan pembaharuan hukum yang lebih tegas dan cerdas serta inspiratif, khususnya di bidang Ketransmigrasian termasuk mekanisme pengadaan tanahnya dan sertifikasi hak atas tanahnya. Bagi Pemerintah Daerah tujuan transmigrasi pada umumnya, dan Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu pada khususnya. Sebaiknya membangun desa-desa transmigrasi yang masih tertinggal dengan mengalihkan pola usaha tani, dari pertanian tanaman pangan menuju pertanian tanaman keras yang berorientasi ekspor, terutama bagi desa-desa transmigrasi yang tidak memiliki irigasi tehnis. Bagi warga transmigran, hendaknya dapat memanfaatkan tanah yang telah diberikan padanya dengan menggarap tanah tersebut secara sungguh-sungguh sehingga dapat memetik hasilnya, dan tidak meninggalkan/mengalihkannya pada pihak lain. Dan bagi masyarakat adat/lokal (peladang berpindah), hendaknya bersabar menghadapi/pendatang (transmigran) karena mereka datang bukan karena kemauan sendiri tetapi karena program pemerintah, dan umumnya mereka dalam keadaan kekurangan. Sebagai sesama anak bangsa hendaknya dapat hidup berdampingan dengan rukun.
English Abstract
Land in human life has very important meaning that is where farmer grow crops for, places to bury people if he died, the places to produce in order to produce good an. Land is also an economic asset and asset law, if theland is controlled by the state gets interference from other parties should obtain legal protection. The government has the outhority to make policy on transmigrati, including land acquisition and certification. The purpose of this dissertation research for finding and analyzing the regulation of legislation and the implementation of Levying of Land and Certification of Land Right For The Transmigration, both for the one wichbstill going on and also that had been gone and now have not applicable again/abstracted. This research use normative law methodologies, with approach of legislation, history and filsafat. Result of research: Arrangement law of levying of land for transmigration: The policy of central government and local government. Base on Rights of owning State as which arranged in section 33 sentence (3) UUD 1945, State (Government) Authorize to give land to whoever Indonesia Citizen including transmigrant. As for the authorization is overflowed to the Governor of Regional Leader of Province that being the target of transmigration, base on Autonomy Area, where Governor is entitled to appointing, determining and providing land to be used as transmigration location, both for land that coming from government and also land that own by custom/individual. Base on local Regent leader recommendation, Governor publish SK Reserve of land for the transmigration. That overflows of Authority, about cooperation between Central Government and Local Government, arranged more detailed in Section 11 UU No.32 year 2004. The mecanisme of levying of land for transmigration to government land, according to its procedure if the land is in the form of forest hence have to be discharged from its forest rights beforehand. While the mechanism of levying of land for transmigration that coming from custom/individual land rights, according to its procedure have to pass through release or Liberation of land right of its valid owner/who owning it, by giving competent indemnity, or compensation or recognition. The real condition in the field that intake of custom/individual land rights conducted without procedure, which do not fulfill what have been arranged in UU now. Certification of land right : to Common Transmigrant, if they are assiduous and patient working on the land until its produce, during more or less 5-10 year they will get free certificate from Ministry of Home Affairs through National of Land body. And for swakarsa Transmigrant besides having to patiently and assiduously working on the land, also has to manage and release expense on their own for the certification of its land right so that they can get their certificate. The obstacle to this process of land certification lay in financial and the switchover of land right through sales (illegal); endowment; donation and communal ownership. Recommendation: To Central Government in this case Ministry of Home Affairs, Through Local Government of Province should immediately perform a another measurement of transmigration land that having a problem. So that there be a certain law of ownership of disputed land, and becoming clear. To Government and of DPR, as soon as possible should conduct development and renewal of more smart and coherent and also inspiriting law, especially in Transmigration area including procedure of levying of land and land right certification. To Local Government that targeted to transmigration in general, and especially to Local Government of Bengkulu province. Better to develop transmigration villages which still drop behind by transferring farming pattern, of agriculture of food crop to agriculture of hard crop which exporting oriented, especially to transmigration villages which do not have irrigation technique. For the citizens of transmigrants, should be able to utilize the land that has been given to him by working the land in earnest so as to reap the results, and not leave/divert it to other parties. And for the local indigenous communities (peladang berpindah), should be put up/arrivals (migrants) because they came not because of their own accord but because of government programs, and generally they are in a state of deficiency. As fellow children of the nation should be able to coexist in harmony.
Item Type: | Thesis (Doctor) |
---|---|
Identification Number: | DES/346.043 2/FIT/p/061200268 |
Subjects: | 300 Social sciences > 346 Private law |
Divisions: | S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Endro Setyobudi |
Date Deposited: | 10 Sep 2012 10:03 |
Last Modified: | 11 Apr 2022 07:55 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160905 |
Text
Farida Fitriyah.pdf Download (2MB) |
Actions (login required)
View Item |