Potensi Pengembangan Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Di Dataran Rendah: Kajian Fisiologis Dan Produksi Susu Pada Perlakuan Pendinginan Tubuh Untuk Mengatasi Cekaman Panas (Studi Kasus Di Petern

Qisthon, Arif (2016) Potensi Pengembangan Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Di Dataran Rendah: Kajian Fisiologis Dan Produksi Susu Pada Perlakuan Pendinginan Tubuh Untuk Mengatasi Cekaman Panas (Studi Kasus Di Petern. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Pengembangan sapi perah di dataran rendah perlu dipertimbangkan sebagai salah satu solusi mengantisipasi meningkatnya kebutuhan konsumsi susu dalam negeri dan menurunkan impor bahan baku susu. Namun, cekaman panas karena suhu dan kelembaban yang tinggi di dataran rendah menjadi kendala bagi ternak untuk berproduksi secara optimal sesuai potensi genetiknya. Oleh karena itu perlu dilakukan manipulasi lingkungan guna menciptakan kondisi lingkungan yang lebih nyaman untuk mengatasi cekaman panas tersebut. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat cekaman panas sapi PFH di dataran rendah serta mengevaluasi dan menganalisis potensi penggunaan teknik pendinginan tubuh melalui penganginan dan penyiraman air pada tubuh sapi PFH dalam memperbaiki respons kondisi fisiologis dan produksi susu. Penelitian dilaksanakan di dua lokasi peternakan di daerah dataran rendah dengan musim berbeda, yaitu di kandang Koperasi Usaha Tani Ternak (KUTT) sapi perah Suka Makmur Desa Trewung, Kacamatan Grati, Kabupaten Pasuruan dan PT. Antara Dairy Farm, Desa Tergambang, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Lokasi KUTT Suka Makmur berada pada ketinggian 86 m dpl dan PT Antara Dairy Farm 13 m dpl. Penelitian I dilaksanakan di KUTT Suka Makmur, Grati, Pasuruan pada musim kemarau (Oktober-Desember 2014), menggunakan 12 ekor sapi PFH laktasi dalam rancangan acak kelompok. Ternak dikelompokkan menjadi empat berdasarkan jumlah produksi susu harian awal dengan tiga perlakuan, yaitu K = kontrol, tanpa penganginan dan penyiraman air, A = penganginan pada tubuh ternak dengan kipas angin, dan S = penyiraman air pada tubuh ternak dengan sprayer. Penganginan dan penyiraman air dilakukan pukul 08.00 dan diulang pukul 11.00 masing-masing selama 30 menit dan berlangsung 30 hari. Perlakuan dilakukan pada pukul 08.00 saat terjadinya peningkatan frekuensi respirasi terbesar pada kondisi cekaman panas, yaitu 12,6 kali/menit dari 53,9 pada pukul 07.00 menjadi 66,4 kali/menit dengan suhu 31,1oC pada pukul 08.00 dan diulang menjelang suhu udara tertinggi pada pukul 11.00 yaitu 36,3oC dan THI 88,3. Kipas angin yang digunakan berdiameter 450 mm, volume penyebaran angin 84,5 m3/menit, dan kecepatan angin 4,38 m/detik (Maspion, PW- 455W). Penyiraman air menggunakan sprayer dengan kapasitas menyemprotkan air 2,4±0,3 liter/menit dengan suhu air 25,3±0,5oC. Penelitian II dilaksanakan di PT Antara Dairy Farm, Bancar, Tuban pada musim hujan (Januari-Maret 2014). Sebanyak 16 ekor sapi perah PFH laktasi digunakan dalam rancangan acak kelompok. Ternak dikelompokkan berdasarkan bulan laktasi dengan empat perlakuan yaitu K = kontrol, tanpa penganginan dan penyiraman air, A = penganginan pada tubuh ternak dengan kipas angin, S = penyiraman air pada tubuh dengan sprayer, dan SA = kombinasi penyiraman air dan penganginan. Perlakuan penganginan, penyiraman air, dan kombinasi penyiraman air dengan penganginan dilakukan pukul 09.00 dan diulang pukul 12.00 masing-masing selama 30 menit dan dilakukan selama 30 hari. Perlakuan dilakukan pada pukul 09.00 saat terindikasi cekaman panas yaitu frekuensi respirasi melebihi batas normal (34,3 kali/menit) dengan suhu udara 27,8oC dan ii THI 79,9, kemudian diulang pada pukul 12.00 saat frekuensi respirasi kembali meningkat sebesar pada kondisi menjelang penyiraman pukul 09.00. Penyiraman air menggunakan sprayer dengan kapasitas mengeluarkan air 2,5±0,2 liter/menit. Suhu air 29,9±1,0oC. Variabel penelitian yang diamati adalah suhu dan kelembaban udara, temperature humidity index (THI), frekuensi respirasi dan denyut jantung, suhu rektal, heat tolerance coefficient (HTC), konsentrasi serum Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3), konsumsi bahan kering, total digestible nutrient, protein kasar, produksi susu, dan efisiensi produksi susu. Data dianalisis ragam dan uji Duncan. Hasil penelitian I menunjukkan suhu udara, kelembaban udara, dan THI pada ketiga kandang perlakuan sama. Secara keseluruhan rataan suhu udara, kelembaban, dan THI semua kandang masing-masing adalah 31,4-31,5oC, 72,3- 72,8%, dan 83,5-83,6. Suhu rektal harian perlakuan penyiraman air (38,8oC) lebih rendah dari penganginan (39,6oC) dan tanpa penganginan dan penyiraman air (39,6oC), namun rataan harian frekuensi respirasi, denyut jantung, dan HTC tidak berbeda. Frekuensi respirasi dan denyut jantung harian ketiga perlakuan berada di atas kisaran normal, yaitu frekuensi respirasi secara keseluruhan berkisar 70,1- 84,0 kali/menit, denyut jantung 82,6-89,1 kali/menit, serta HTC 4,1-4,7. Konsentrasi serum T4 berkisar 4,91-7,31 ng/ml, tidak berbeda antarperlakuan, sedangkan serum T3 pada penyiraman nyata lebih tinggi (2,81 ng/ml) dibanding dengan tanpa penganginan dan penyiraman air (1,58 ng/ml), sedangkan antara penganginan (2,39 ng/ml) dan tanpa penganginan dan penyiraman air tidak berbeda. Perlakuan belum dapat meningkatkan konsumsi nutrien. Konsumsi bahan kering, TDN, dan protein kasar masing-masing 160,5-172,0, 108,3-113,0, dan 27,4-28,2 g/kgBB0,75/hari. Jumlah konsumsi nutrien sudah memenuhi kebutuhannya. Produksi susu dan efisiensi produksi susu relatif sama pada semua perlakuan yang secara keseluruhan masing-masing 11,4-13,8 kg/ekor/hari (4%FCM) dan 0,19%. Hasil penelitian II, suhu udara, kelembaban udara, dan THI pada keempat kandang perlakuan relatif sama. Secara keseluruhan rataan harian suhu udara adalah 28,7-29,2oC, kelembaban udara 80,2-85,2%, dan THI 81,4-81,7. Perlakuan berpengaruh terhadap rataan harian frekuensi respirasi dan suhu rektal. Frekuensi respirasi maupun suhu rektal perlakuan tunggal penyiraman air dan kombinasi penyiraman air dengan penganginan lebih rendah dibanding penganginan maupun tanpa penganginan dan penyiraman air. Sedang penganginan tidak berbeda dengan tanpa penganginan dan penyiraman air. Secara umum kisaran frekuensi respirasi harian 18,1-30,7 kali/menit dan suhu rektal 38,2-38,4oC. Denyut jantung harian perlakuan tunggal penyiraman air dan kombinasi penyiraman air dengan penganginan lebih rendah dibanding dengan tanpa penganginan dan penyiraman air, sedang penganginan tidak berbeda pada semua perlakuan. Rataan harian keseluruhan frekuensi denyut jantung sebesar 49,2-57,5 kali/menit. Rataan harian HTC selama penelitian berkisar 1,8-2,3 dan dipengaruhi oleh perlakuan. Nilai HTC harian perlakuan tunggal penyiraman dan kombinasi penyiraman dengan penganginan lebih rendah dibanding dengan. Perlakuan tidak berpengaruh terhadap konsentrasi serum T4 dan T3. Konsentrasi serum T4 berkisar 4,34-7,97 ng/ml dan T3 1,98-2,67 ng/ml. Produksi dan efisiensi produksi susu sama pada semua perlakuan dengan kisaran keseluruhan perlakuan 4,9-5,5 kg/ekor/hari (4%FCM) dan 0,15-0,17%. Konsumsi nutrien tidak berbeda pada semua perlakuan. Konsumsi bahan kering secara umum berkisar 95,4-97,8, TDN 33,9-34,8, dan protein kasar 10,1-10,4 g/kgBB0,75/hari. Jumlah konsumsi BK dan TDN belum memenuhi kebutuhan, sedangkan protein kasar telah memenuhi kebutuhan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perlakuan penyiraman air ke tubuh dapat memperbaiki mekanisme termoregulasi sehingga mampu mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal pada sapi PFH yang menderita cekaman panas di dataran rendah.

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DIS/636.214 2/QIS/p/2016/061702218
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 636 Animal husbandry > 636.2 Cattle and related animals
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Ternak, Fakultas Peternakan
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 13 Apr 2017 10:16
Last Modified: 13 Apr 2017 10:16
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160560
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item