Karakteristik Sifat Mekanik Serat Sabut Kelapa (Cocos Nucifera) Hasil Perlakuan Kimia

Arsyad, Muhammad (2015) Karakteristik Sifat Mekanik Serat Sabut Kelapa (Cocos Nucifera) Hasil Perlakuan Kimia. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, termasuk bidang teknologi material, maka serat alam yang tadinya tidak termanfaatkan dapat diolah menjadi material teknik. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh serat alam diantaranya jumlahnya melimpah, ramah lingkungan, biaya produksi rendah, dan elastis. Serat alam yang banyak digunakan sebagai bahan penguat atau pengisi komposit seperti : sisal , flex, hemp, jute, rami, sabut kelapa. Agar supaya komposit berpenguat serat alam memiliki kekuatan maka harus beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu (1) perikatan antara permukaan serat dengan matriks, (2) cara menyusun serat, (3) modulus elastisitas serat yang digunakan lebih tinggi dari pada matriksnya. Permukaan serat sabut kelapa (S2K) yang mengandung banyak kotoran akan mempengaruhi proses perikatan serat dengan matriks. Oleh karena itu, modifikasi perlakuan permukaan serat perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan kekuatan komposit berpenguat serat. Salah satu cara yang dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran tersebut ialah proses perlakuan kimia. Sebagaimana uraian di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan ialah (1) bagaimana pengaruh perlakuan NaOH, NaOH dan KMnO4, serta NaOH dan KMnO4 dan H2O2 terhadap bentuk morphologi permukaan S2K, (2) bagaimana pengaruh NaOH, NaOH dan KMnO4, serta NaOH dan KMnO4 dan H2O2 terhadap kemampuan perikatan antara S2K dengan matriks polyester. S2K diberi tiga jenis perlakuan. Perlakuan Pertama yaitu serat sabut kelapa diberi perlakuan masing-masing N1 (NaOH 5%), N2 (NaOH 10%), N3 (NaOH 15%), dan N4 (NaOH 20%) selama 3 jam. Setelah perlakuan pertama, serat sabut kelapa dikeringkan di dalam oven pada suhu 90oC selama 5 jam. Setelah itu didinginkan pada suhu ruang. Perlakuan Kedua yaitu serat sabut kelapa diberi perlakuan masing-masing K1 (NaOH 5% kemudian KMnO4 0,25%), K2 (NaOH 10% kemudian KMnO4 0,5%), K3 (NaOH 15% kemudian KMnO4 0,75%), dan K4 (NaOH 20% kemudian KMnO4 1,0%) selama 3 jam. Setelah perlakuan kedua, serat sabut kelapa dikeringkan di dalam oven pada suhu 90oC selama 5 jam. Setelah itu didinginkan pada suhu ruang. Perlakuan Ketiga yaitu serat sabut kelapa diberi perlakuan masing-masing H1 (NaOH 5% kemudian KMnO4 0,25% kemudian H2O2 5%), H2 (NaOH 10% kemudian KMnO4 0,5% kemudian H2O2 10%), H3 (NaOH 15% kemudian KMnO4 0,75% kemudian H2O2 15%), dan H4 (NaOH 20% kemudian KMnO4 1,0% kemudian H2O2 20%) selama 3 jam. Setelah direndam, serat sabut kelapa kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 90oC selama 5 jam. Setelah itu didinginkan pada suhu ruang. Pengujian tarik serat tunggal, dan pull out dilakukan dengan menggunakan alat uji tarik Testometric M500-25CT DBBMTCL-2500 kg ROCHDALE ENGLAND. Pengujian tarik, dan pull out dilakukan dengan kecepatan tarikan 1 mm/menit pada kedalaman tanam serat 2 mm. Bentuk morphologi perikatan serat dan matriks diperiksa dengan menggunakan mikroskop elektron Vega3 Tescan pada tegangan 5kV (SEM, Scanning Electron Microscope). Perlakuan alkali mengakibatkan kadar lignin, dan sellulosa menurun dibandingkan dengan S2K tanpa perlakuan. Kandungan lignin S2K tanpa perlakuan 33,5% berkurang menjadi 6,1%, kandungan sellulosanya 37,9% pada S2K tanpa perlakuan berkurang menjadi 22,0% masing-masing pada perlakuan N4. Hal tersebut berarti, semakin tinggi konsentrasi larutan alkali semakin rendah pula kandungan lignin, dan sellulosanya. Penurunan kadar lignin dan sellulosa vii tersebut karena larutan alkali mampu menembus dan menghancurkan ikatan lignin, dan sellulosa. Kekuatan tarik tertinggi S2K diperoleh pada saat kandungan lignin paling rendah sebesar 6,1% akibat perlakuan N4 diperoleh tegangan tarik terbesar S2K yaitu 280,94 MPa. Disamping itu, perlakuan alkali akan merusak ikatan hidrogen, dan membersihkan serat dari kotoran maupun minyak sehingga permukaan serat menjadi lebih kasar. Perlakuan alkali juga menyebabkan terjadinya peningkatan indeks kristalisasi dibandingkan dengan S2K tanpa perlakuan (60,14%), namun indeks kristalisasi menurun seiring dengan meningkatnya kadar konsentrasi alkali, 62,33% pada perlakuan N1 menjadi 45,09% pada perlakuan N4. Penurunan indeks kristalisasi karena berkurangnya kandungan sellulosa, dimana sellulosa ini merupakan senyawa yang bersifat kristalisasi. Pada perlakuan kalium permanganat, kristalisasi menghilang sebagaimana terlihat pada morphologi permukaan serat dan bentuk kurva difraksinya yang cenderung lurus. Perubahan kristalisasi tersebut menunjukkan bahwa larutan kalium permanganat dapat melarutkan alkali sehingga bentuk kekasaran permukaan serat berbeda dengan perlakuan alkali. Kalium permanganat menyebabkan terjadinya alur-alur seperti parit, dan adanya tonjolan-tonjolan pada permukaan serat. Alur-alur tersebut dapat memfasilitasi matriks untuk mengisi alur-alur tersebut sehingga bisa meningkatkan kemampuan perikatan antara serat dengan matriks. Pada perlakuan hidrogen peroksida, pada permukaan serat timbul gumpalan-gumpalan yang menutupi alur-alur sebelumnya namun tidak dapat meningkatkan kekuatan tarik serat malah cenderung turun seiring meningkatnya konsentrasi hidrogen peroksida. Hal ini terjadi karena gumpalan-gumpalan tersebut tidak mampu mengisi dengan baik alur-alur pada perlakuan sebelumnya. Pada saat serat ditanam dalam matriks, maka kristal-kristal akan bereaksi dengan matriks dan membentuk ikatan yang lebih kuat dibandingkan dengan perlakuan lainnya yang memiliki kristal-kristal besar dan kurang kokoh. Pada perlakuan pertama, tegangan geser rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan N4 yaitu 3,1 N/mm2. Kristal-kristal yang timbul pada perlakuan pertama menghilang pada saat serat direndam pada larutan KMnO4, berarti natrium larut dalam larutan kalium permanganat. Efek perlakuan kedua ini, pada permukaan serat muncul tonjolan-tonjolan dan alur-alur pada serat, semakin tinggi persentasi konsentrasi larutan semakin besar pula tonjolan-tonjolan dan alur-alur yang terbentuk dan cenderung lurus. Namun demikian, kekuatan perikatan antara serat dan matriks tidak berbanding lurus dengan besarnya tonjolan dan alur besar tersebut. Oleh karena alur yang besar dan lurus justru akan mempermudah terlepasnya serat dari matriks karena cengkeraman yang dimiliki matriks sangat rendah sehingga tegangan geser rata-rata yang diperoleh juga rendah. Tegangan geser rata-rata tertinggi pada perlakuan kedua ini diperoleh pada perlakuan K2 yaitu 2,82 N/mm2, meskipun tonjolan-tonjolan dan alur yang terbentuk tidak besar tapi bercabang, justru bentuk seperti itu matriks mampu memberikan cengkraman yang kuat terhadap serat. Sedangkan morphologi permukaan serat akibat perlakuan ketiga membentuk alur-alur kecil yang akan memberikan cengkaraman yang lebih kuat dibandingkan dengan aluralur besar, sehingga pada perlakuan H2 memberikan perikatan yang tertinggi diantara perlakuan yang telah diberikan pada serat yaitu 4,1 N/mm2. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, perlakuan S2K dengan larutan NaOH, KMnO4, dan H2O2 dapat mengubah bentuk morphologi permukaan S2K menjadi lebih kasar, berpori, atau beralur sehingga mampu meningkatkan kemampuan perikatan antara S2K dengan matriks poliester. Perlakuan NaOH menurunkan kadar lignin dan sellulosa menyebabkan terjadinya kristalisasi pada permukaan serat. Tegangan geser tertinggi diperoleh pada perlakuan H2 yaitu 4,1 N/mm2 sedangkan Tegangan tarik tertinggi diperoleh pada perlakuan N4 yaitu 280,94 N/mm2.

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DIS/620.197/ARS/k/2015/061505867
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 620 Engineering and allied operations > 620.1 Engineering mechanics and materials
Divisions: S2/S3 > Doktor Teknik Mesin, Fakultas Teknik
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 15 Oct 2015 08:02
Last Modified: 15 Oct 2015 08:02
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160528
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item