Pondasi Pracetak Bambu Komposit

Yoedono, BenedictusSonny (2011) Pondasi Pracetak Bambu Komposit. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Penggunaan bambu sebagai pengganti tulangan baja dalam konstruksi beton telah banyak digunakan dan dibuktikan melalui penelitian-penelitian yang telah dilakukan. Selain karena harganya relatif murah dan mudah mendapatkannya, bambu adalah bahan yang sangat minim menimbulkan polusi dan dapat diperbaharui. Bambu memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Pondasi telapak beton pracetak bambu komposit diharapkan mampu dengan aman meneruskan reaksi dinding, dan atau reaksi terpusat dari kolom dengan berbagai posisi (tengah, tepi, dan sudut) untuk bangunan sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui hubungan antara beban yang diberikan dan lendutan yang terjadi pada pondasi telapak pracetak bambu komposit (2) mengetahui pola retak yang terjadi akibat beban yang diberikan pada pondasi telapak pracetak bambu komposit. Benda uji dalam penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) variasi tipe pondasi pracetak bambu komposit yang dibedakan berdasarkan letak kolom (tengah, pinggir, dan sudut), setiap tipe terdiri dari 3 (pengulangan) benda uji. Sehingga jumlah benda uji adalah 9 (sembilan) buah. Ukuran pelat pondasi yaitu 45 cm x 80 cm x 5 cm. Tulangan utama yang dipakai baik untuk pelat, balok rib dan kolom menggunakan bambu petung ( Dendrocalamus asper ) dimensi 1 cm x 1 cm. Tulangan sengkang balok rib dan kolom menggunakan baja. Pengujian dilakukan dengan memberikan beban pada kolom pondasi hingga kondisi elastis (tidak sampai runtuh). Hasil pengujian laboratorium dibandingkan dengan analisis teoritis menggunakan bantuan perangkat lunak SAP 2000 ver 10.01. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Beban rerata P (retak awal maksimum) yang mampu ditahan oleh pondasi pracetak bambu komposit adalah 3332 kg untuk pondasi tipe T-1, 3132 kg untuk tipe T-2, dan 936 kg untuk tipe T-3. Lendutan (Δ) rerata maksimum sampai tahap retak awal adalah 3,49 mm pada pondasi tipe T-1, 5,58 mm pada pondasi tipe T-2, dan 15,47 mm pada pondasi tipe T-3. Nilai beban (P retak awal) yang mampu ditahan oleh variasi pondasi tipe T-1 memiliki perbedaan yang cukup besar, hal ini menunjukkan kualitas pekerjaan yang kurang seragam, sedangkan untuk variasi pondasi tipe T-2 dan T-3 tidak jauh berbeda, hal ini menunjukkan kualitas pekerjaan yang cukup seragam. Perbandingan nilai beban P retak awal dan lendutan antara hasil pengujian laboratorium dan analisis teoritis menunjukkan perbedaan yang cukup besar. (2) Pada semua tipe pondasi pracetak bambu komposit (tipe T-1, T-2, dan T-3) memiliki pola retak yang sama, yaitu keretakan dimulai pada beton tarik (retak lentur) , namun pada pondasi tipe T-1 dan T-2 seiring bertambahnya beban, retak lentur yang terjadi menjadi semakin banyak dan menjalar menuju beton pada daerah tekan (retak geser).

English Abstract

use of bamboo as a substitute for steel reinforcement in concrete construction has been widely used and proven in present studies. Besides cheap and easy to get, bamboo is a very minimal material polluting and renewable. Bamboo also has a high tensile strength. Composite bamboo precast concrete foundation is expected to be able to safely continue reaction of wall and column with different positions (center, edge, and corner) for simple buildings. This study aims to (1) determine relationship between a given load and deflection that occurs on composite bamboo precast concrete foundation (2) determine pattern of cracks that occur due to given load. specimens consists of three (3) variations which distinguished by location of column (center, edge, and corner), each type consist of three (repetitions) test. So number of test specimen is 9 (nine) pieces. size of foundation plate is 45 cm x 80 cm x 5 cm. main reinforcement is used ei r to plates, beams and columns using petung bamboo ( Dendrocalamus asper ) with dimensions 1 cm x 1 cm. Shear bar reinforcing rib beams and columns using steel reinforcement. laboratory testing conduct until elastic condition (initial crack). testing result compared with oretical analysis using SAP 2000 ver 10:01. test result showed that (1) average load P (maximum initial crack) for T-1, T-2, and T-3 foundation respectively were 3332 kg, 3132 kg and 936 kg. maximum average deflection (Δ) until initial crack for T-1, T-2, and T-3 foundation respectively were 3,49 mm, 5,58 mm, and 15,47 mm. load P (initial crack) of type T-1 foundation variation had large enough difference, this showed that quality of work that was less uniform, but load P (initial crack) of type T-2 and T-3 foundation variation had not much difference, this showed that quality of work was fairly uniform. Comparison of initial cracking load P and deflection between laboratory testing and oretical analysis showed large enough differences. (2) In all types of composite bamboo precast concrete foundation (type T-1, T-2, and T-3) have same pattern of cracks. initial cracks occur in tensile concrete area (flexural cracks), but on foundation type T-1 and T-2 by increasing load, flexural cracks grew and continued to concrete compression area (shear cracks).

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/624.183 414/YOE/p/041200026
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 624 Civil engineering > 624.1 Structural engineering and underground construction
Divisions: S2/S3 > Magister Teknik Elektro, Fakultas Teknik
Depositing User: Endro Setyobudi
Date Deposited: 14 Feb 2012 10:20
Last Modified: 14 Feb 2012 10:20
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/158765
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item