Pengaruh Pemberian Mycophenolic Acid terhadap Viabilitas dan Sitotoksisitas Fibroblast Pterygium Rekuren In Vitro

Kurnia, KristinaRadikaHipa (2012) Pengaruh Pemberian Mycophenolic Acid terhadap Viabilitas dan Sitotoksisitas Fibroblast Pterygium Rekuren In Vitro. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Ptrygium merupakan proliferasi jaringan fibrovaskuler konjungtiva pada daerah interpalpebral berbentuk triangular/segitiga dengan apex berada di kornea dan basis menghadap plika semilunaris pada kantus medial. Pterygium rekuren adalah pertumbuhan sekunder jaringan fibrovaskuler yang timbul setelah eksisi pterygium sebelumnya. Pterygium rekuren disebabkan oleh adanya trauma surgikal dan inflamasi pasca operatif yang menyebabkan aktivasi fibroblast subkonjungtiva dan sel-sel vaskuler; selanjutnya akan terjadi induksi hiperproliferasi fibroblast konjungtiva dan deposisi matriks ekstraseluler yang berlebihan sehingga menimbulkan fibrosis jaringan subkonjungtiva. Fibroblast merupakan sel mesenkimal yang berperan dalam rekurensi pterygium. Sel fibroblast pterygium mengalami perubahan fenotip dan genotip dimana didapatkan up regulation dari gen-gen yang berfungsi untuk adhesi sel, pembentukan matriks ekstraseluler dan protein struktural serta fibronektin. Peningkatan faktor-faktor pertumbuhan seperti basic Fibroblast Growth Factor (bFGF), Platelet - derived growth factor ( PDGF), dan transforming growth factor α dan β ( TGF-α TGF-β1) juga didapatkan pada fibroblast pterygium primer, dengan konsentrasi bFGF fibroblast pterygium rekuren yang 6x lebih besar dibandingkan pterygium primer. Hal-hal tersebut menyebabkan proliferasi fibroblast pterygium lebih cepat dibandingkan konjungtiva normal. Mycophenolic acid (MPA) merupakan obat golongan immunosupresan yang bekerja sebagai inhibitor inosine monophosphate dehydrogenase (IMPDH) non kompetitif yang selektif dan poten. Mycophenolic acid akan menghambat sintesa nukleotida guanosine secara de novo , sehingga konsentrasi guanosine intraseluler akan menurun. Penghambatan ini menyebabkan hambatan sintesa DNA yang selanjutnya mengakibatkan hambatan proliferasi sel serta induksi terjadinya apoptosis. Viabilitas sel adalah kemampuan sel untuk mempertahankan diri, tumbuh, serta berproliferasi. Viabilitas sel dapat dinilai dari integritas membran sel menggunakan metode pewarnaan trypan blue . Sel yang viabel tidak menyerap trypan blue ke dalam sitoplasmanya. Sitotoksisitas adalah efek toksik suatu bahan atau terapi yang dapat menyebabkan kematian sel, baik melalui mekanisme apoptosis maupun nekrosis. Secara umum manifestasi sitotoksisitas dipengaruhi oleh lama paparan bahan serta besar dosis obat yang digunakan. Pengamatan sitotoksisitas dapat dilakukan melalui pengukuran enzim lactate dehidrogenase (LDH) yang dilepaskan ke medium kultur saat terjadi kerusakan sel. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan viabilitas dan sitotoksisitas pada fibroblast pterygium rekuren tanpa pemberian MPA dan dengan pemberian MPA berbagai dosis. Metode penelitian adalah merupakan penelitian analitik eksperimental pada kultur fibroblast pterygium rekuren yang dipapar dengan MPA berbagai dosis. Jaringan pterygium rekuren diperoleh dari penderita pterygium rekuren yang telah memenuhi kriteria inklusi. Kultur sel dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan yang dipapar MPA dengan dosis 10 -3 M, 10 -2 M, dan 10 -1 M. Masing-masing kelompok diinkubasi selama 24 jam dan 48 jam. Pada akhir perlakuan dilakukan pengukuran viabilitas dengan metode pewarnaan trypan blue , dan pengukuran sitotoksisitas menggunakan LDH cytotoxicity assay . Data dianalisa menggunakan One way ANOVA dan Independent t-test . Berdasarkan hasil analisis data diperoleh perbedaan pengaruh pemberian MPA terhadap viabilitas fibroblast pterygium rekuren berupa penurunan viabilitas yang signifikan pada kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol, dengan nilai p=0,000. Nilai ini lebih kecil daripada taraf signifikansi α=0,05. Dari analisis dengan One way ANOVA didapatkan hasil viabilitas fibroblast pada masing-masing kelompok perlakuan menurun secara signifikan seiring pertambahan dosis, dengan nilai p 0,05. Sementara dari hasil analisis data menggunakan independent sample t-test pada mean viabilitas fibroblast inkubasi 24 jam dan 48 jam didapatkan penurunan viabilitas fibroblast yang tidak signifikan pada waktu inkubasi yang semakin lama, dengan nilai p0,05. Penurunan viabilitas terbesar baik pada inkubasi 24 jam maupun 48 jam didapatkan pada pemberian dosis MPA 10 -1 M, yaitu berturut-turut 45,80% dan 58,28% dibandingkan dengan kontrol. Demikian pula analisis One way ANOVA pada data sitotoksisitas fibroblast pterygium rekuren didapatkan peningkatan sitotoksisitas yang signifikan pada kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol, dengan nilai p=0,000, dimana nilai ini lebih kecil daripada taraf signifikansi α=0,05. Akan tetapi penurunan sitotoksisitas ini tidak bermakna secara statistik pada pemberian MPA dengan dosis yang semakin besar, dengan nilai p0,05. Sementara analisis data menggunakan independent sample t-test pada mean sitotoksisitas fibroblast inkubasi 24 jam dan 48 jam juga didapatkan peningkatan sitotoksisitas yang tidak signifikan pada waktu inkubasi yang semakin lama, dengan nilai p0,05. Hasil yang didapatkan pada analisa viabilitas fibroblast pterygium rekuren di atas serupa dengan hasil penelitian Heinz (2002) dan Amer (2010). Kedua penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa penurunan viabilitas fibroblast bersifat tergantung pada konsentrasi obat ( concentration-dependent ). Dengan demikian didapatkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan viabilitas dan sitotoksisitas fibroblast pterygium rekuren pada kelompok yang diberikan Mycophenolic acid dibandingkan kelompok kontrol. Penurunan viabilitas yang terjadi bermakna seiring dengan semakin besarnya dosis MPA. Sementara itu peningkatan sitotoksisitas fibroblast pterygium reku

English Abstract

Ptrygium is a triangular-shaped fibrovascular conjunctival tissue proliferation at interpalpebral area, with apex located in cornea and base facing medial canthal semilunar fold. Recurrent pterygium is a secondary growth arising from fibrovascular tissue following previous pterygium excision. Recurrent pterygium caused by surgical trauma and post-operative inflammation that caused activation of subconjungtival fibroblast and vascular cells; hyperproliferation of conjunctival fibroblasts and excessive deposition of extracellular matrix will n follow process, and leading to subconjungtival fibrosis. Fibroblasts are mesenchymal cells that play an important role in pterygium recurrence. Pterygium fibroblast cells` changed genotype in up regulation of genes that function for cell adhesion, extracellular matrix formation and structural proteins, and fibronectin. Increase in growth factors such as basic fibroblasts growth factor (bFGF), platelet-derived growth factor (PDGF), and transforming growth factor α and β (TGF-α TGF-β1) were also obtained in primary pterygium fibroblasts; bFGF concentration of fibroblasts in recurrent pterygium was 6 times larger than primary one, and resulted in rapid fibroblast proliferation than normal conjunctiva. Mycophenolic acid (MPA) is an immunosuppressant drug that worked as a non-selective and potent competitive inhibitor of inosine monophosphate dehydrogenase (IMPDH). Mycophenolic acid will inhibit de novo syn sis of guanosine nucleotides, resulted in decline concentration of intracellular guanosine. This lead to inhibition of DNA syn sis constraints which fur r resulted in resistance of cell proliferation and induction of apoptosis. Cell viability is ability of cells to defend mselves, grow and proliferate. Cell viability can be assessed from cell membrane integrity using trypan blue staining method. Viable cells do not absorb trypan blue into cytoplasm. Cytotoxicity is toxic effect of a substance or treatment that can cause cell death, ei r through mechanism of apoptosis and necrosis. In general, manifestation of cytotoxicity is affected by long exposure to material as well as large doses of drugs used. Cytotoxicity observations can be made by measuring enzyme lactate dehydrogenase (LDH) released into culture medium during cell damage. purpose of this study was to determine differences in viability and cytotoxicity in recurrent pterygium fibroblasts without giving MPA and MPA by administering various doses. research method is an analytical experimental studies on recurrent pterygium fibroblast cultures, exposed to various doses of MPA. Recurrent pterygium tissue obtained from patients with recurrent pterygium who have met inclusion criteria. Cell cultures were divided into 4 groups: control group and 3 treatment groups that were exposed to MPA at a dose of 10 -3 M, 10 -2 M and 10 -1 M. Each group was incubated for 24 hours and 48 hours. At end of treatment, viability was measured by trypan blue staining method, and measurement of cytotoxicity using LDH cytotoxicity assay. Data were n analyzed using One way ANOVA and Independent t-test. data analysis obtained different influence of MPA administration on viability of recurrent pterygium fibroblast, which was decreased significantly in treated group compared with control group, with p-value=0.000. This value is smaller than significance level α=0.05. One way ANOVA analysis revealed that fibroblast viability in each treatment group decreased significantly as dose increases, p-value was less than 0.05. While data analysis using independent sample t-test on fibroblast viability mean on 24-hour incubation and 48 hour resulted in decreased of fibroblasts viability were not significant at longer incubation time, with p-values0.05. Largest decrease in viability of both 24-hour incubation and 48 hours earned at 10 -1 M MPA dose, ie 45.80% respectively and 58.28% compared with controls. Similarly, One way ANOVA analysis on recurrent pterygium fibroblast cytotoxicity data obtained a significant increase in cytotoxicity in treated group compared with control group, with p-value=0.000, where value is smaller than significance level α=0.05. But decrease in cytotoxicity was not statistically significant in administration of MPA with larger doses, with p-values 0.05. While data analysis using independent sample t-test on mean cytotoxicity of fibroblasts incubated 24 hours and 48 hours also found no significant increase in cytotoxicity at longer incubation time, with p-values 0.05. results obtained in analysis of recurrent pterygium fibroblast viability were similar to Heinz (2002) and Amer (2010) study. Both of se studies found that a decrease in fibroblast viability is dependent on drug concentration (concentration-dependent). conclusion of this study was that re was a difference on viability and cytotoxicity of recurrent pterygium fibroblast in mycophenolic acid group compared with control group. Significant decrease in viability occurred along with greater doses of MPA, while increase in recurrent pterygium fibroblast cytotoxicity due to administration of MPA was not significant with larger dose of MPA and longer incubation time.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/617.77/KUR/p/041200389
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 617 Surgery, regional medicine, dentistry, ophthalmology, otology, audiology > 617.7 Ophthalmology
Divisions: Profesi Kedokteran > Spesialis THT Kepala dan Leher, Fakultas Kedokteran
Depositing User: Endro Setyobudi
Date Deposited: 29 May 2012 14:13
Last Modified: 29 May 2012 14:13
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/158529
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item