RahmanFazlur (2014) Prinsip Keadilan dalam Penetapan Imbalan Jasa Kurator Jika Putusan Pailit Dibatalkan (Studi Putusan Kasus Kepailitan PT. Telekomunikasi Selular). Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Penulisan tesis ini mengambil judul “Prinsip Keadilan Dalam Penetapan Imbalan Jasa Kurator Jika Putusan Pailit Dibatalkan (Studi Putusan Kasus Kepailitan PT. Telekomunikasi Selular)” yang dilatarbelakangi dari adanya ketidaksesuaian antara beberapa norma hukum yang mengatur tentang imbalan jasa Kurator serta adanya sebuah kasus yang berkaitan langsung dengan hal tersebut. Kepailitan sejatinya merupakan salah satu upaya penyelesaian perkara utang-piutang yang tidak dapat dibayarkan seorang Debitor, dimana pengurusan dan/atau pemberesan dilakukan oleh Kurator yang ditunjuk pengadilan. Kurator akan mendapatkan imbalan ketika kepailitan telah berakhir. Cara berakhirnya kepailitan dapat terjadi karena perdamaian, insolvensi, pencabutan pailit, atau pembatalan pailit yang mana akan menjadi fokus dalam penelitian ini. Tata cara pemberian imbalan kepada Kurator diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta Kepmenkeh No. 9 Tahun 1998 sebagaimana dirubah dengan Permenkumham No. 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus. Terdapat perbedaan yang signifikan dari ketiga norma diatas yaitu pada pembebanan pembayaran imbalan jasa Kurator jika kepailitan dibatalkan. Pasal 17 UU No. 37 Tahun 2004 membebankan kepada Pemohon Pernyataan Pailit saja, atau kepada Pemohon Pernyataan Pailit bersama-sama dengan Debitor berdasarkan pertimbangan hakim. Sementara itu, Kepmenkeh No. 9 Tahun 1998 hanya membebankan kepada Debitor, sedangkan Permenkumham No. 1 Tahun 2013 hanya membebankan kepada Pemohon Pernyataan Pailit. Kepmenkeh dan Permenkumham yang tidak sesuai dengan UU tentu saja menyalahi asas lex superior derogat legi inferiori (hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah). Akibat dari pertentangan norma tersebut menimbulkan permasalahan pada perkara kepailitan PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel). Penetapan Pengadilan Niaga Jakarta No.48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst membebankan imbalan jasa Kurator kepada Debitor (Telkomsel) dan Pemohon Pernyataan Pailit (PT. Prima Jaya Informatika) yang dibatalkan melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 48 PK/Pdt.Sus-Pailit/2013 dengan alasan majelis judex factie melakukan kesalahan dalam penerapan hukum yaitu tidak memperhatikan asas lex posterior derogate legi priori (hukum yang ada terakhir, mengesampingkan hukum yang terdahulu). Tulisan ini merupakan penelitian normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pengaturan mengenai imbalan jasa kurator jika putusan pailit dibatalkan dengan prinsip keadilan serta untuk mengetahui apa saja yang menjadi pertimbangan hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung dalam penetapan imbalan jasa Kurator jika putusan pailit dibatalkan khususnya dalam kasus Telkomsel yang akan dikaitkan dengan prinsip keadilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama , dasar pertimbangan hakim dalam Penetapan Pengadilan Niaga tidak sesuai dengan prinsip keadilan karena tidak mempertimbangkan pekerjaan yang telah dilakukan, kemampuan, dan tarif kerja Kurator yang bersangkutan dalam penetapan jumlah imbalan. Adapun dasar pertimbangan Putusan Peninjauan Kembali juga tidak sesuai dengan prinsip keadilan karena majelis tidak memberikan pertimbangan untuk menentukan tanggal berakhirnya kepailitan yang berakibat digunakannya asas lex posterior derogat legi priori meskipun dengan peranannya sebagai judex juris telah mencoba membetulkan kekeliruan yang dibuat oleh judex facti . Kedua , Pengaturan mengenai penetapan imbalan jasa Kurator jika putusan pailit dibatalkan melalui kasasi atau peninjauan kembali, yaitu menurut Kepmenkeh No. 9 Tahun 1998 dan Permenkumham No.1 Tahun 2013 bertentangan dengan Pasal 17 UU No. 37 Tahun 2004. Kedua peraturan pelaksana tersebut juga tidak mencerminkan prinsip keadilan karena menempatkan Debitor dan Pemohon Pernyataan Pailit tidak pada proporsinya dalam rangka pembebanan imbalan jasa Kurator tersebut. Semestinya aturan mengenai imbalan Kurator harus mendasarkan pada prinsip keadilan bagi Debitor dan Pemohon Pernyataan Pailit, baik dalam hal jumlah imbalan yang harus dibayar maupun pembebanan pembayaran itu sendiri.
English Abstract
The title of this thesis is “Principle of Justice in Curator Fee If Bankrupt Canceled” (Studies of PT. Telekomunikasi Selular Bankruptcy Decision), this thesis background is the unsynchronized among some regulation about Curator fee and there is a case that is directly related to it. The bankruptcy is actually one of dispute resolution if the debts that can`t be paid by a Debtor, which is process and/or settlement made by Curator who are appointed by court. Curator will get a fee when the bankruptcy has ended. Bankruptcy ends due to reconciliation, insolvency, repealing, cancellation of banckruptcy due the cassation or judicial review decision, it will become the focus of this research. The procedure to grant the fee Curator regulated in Act Number 37 of 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Payment and Ministerial of Justice Decree Number 9 of 1998 (Minister Decree 9/1998) as amended by Ministerial of Justice and Human Rights Number 1 of 2013 (Minister Decree 1/2013) regarding Fee Guidelines For Curator. There are significant differences of the three norms on which the charging of Curator fee payments if bankruptcy is canceled by cassation and judicial review decision. Article 17 of Act Number 37 of 2004 charge to the applicant, or, to the applicant and Debtor based on consideration of judges. Meanwhile, Minister Decree 9/1998 only charge the Debtor, but Minister Decree 1/2013 only requires the Applicant. Both of Minister Decree contradictory to Act, it is called violating principle of lex superior derogat legi inferiori (higher law overrule the lower order). The conflict of norm causing problems in case of PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel) banckruptcy. Central Jakarta Commercial Court Decision Number 48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst charge the Curator fee to The Debtor (Telkomsel) and The Applicant (PT. Prima Jaya Informatika), that decision canceled by the Supreme Court Judgement Number 48 PK/Pdt.Sus-Pailit/2013 by reason that Central Jakarta Commercial Court made a mistake in the application of the law, that do not noticed the principle of lex posterior derogat legi priori (the last existing legal, overriding the previous law). This paper is a normative research, that uses the statute approach and case approach. This research aims to find out the suitability of the arrangement about Curator fee if the bankruptcy decision is canceled by cassation and judicial review, and it will be relate to the principles of justice. This research aims also to find out the Central Jakarta Commercial Court and the Supreme Court consideration about the Curator Fee Decision, especially in the case of Telkomsel due to the principles of justice. The results showed, first, the Central Jakarta Commercial Court judges consideration is not accordance with the principles of justice, because it does not considering the work that has been done, capabilities, and rates of Curator. The Supreme Court consideration is not in accordance with the principles of justice, because the judges did not give consideration to determine the end of banckruptcy which is using the principle of lex posterior derogat legi priori, though with his role as a judex juris have tried to correct the mistakes made by judex facti . The second, the regulation about Curator fee, if the bancruptcy is end because canceled trough cassation and judicial review judgement, that according to Minister Decree 9/1998 and Minister Decree 1/2013 contrary to Article 17 of Act Number 37 of 2004. Both the regulations also do not reflect the principle of justice, because it puts the Debtor and the Applicant is not in proportion in order to charging the Curator fee. The regulations about Curator fee should be based on the principles of justice for Debtors and Applicant of Bankrupt Statement, both in terms of the amount of fee to be paid and also charging the payment itself.
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | TES/346.078/RAH/p/041403267 |
Subjects: | 300 Social sciences > 346 Private law |
Divisions: | S2/S3 > Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Endro Setyobudi |
Date Deposited: | 03 Sep 2014 14:31 |
Last Modified: | 03 Sep 2014 14:31 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/156585 |
Actions (login required)
View Item |