Implementasi Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Terkait Pembagian Harta Warisan Keluarga Di Suku Dayak Kenyah Samarinda

Asmoro, KeenInPutri (2015) Implementasi Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Terkait Pembagian Harta Warisan Keluarga Di Suku Dayak Kenyah Samarinda. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Masyarakat Adat Suku Dayak Kenyah Samarinda tidak melaksanakan Pasal 830 KUHPerdata melainkan pembagian warisan pada saat masih hidup berdasarkan permusyawaratan, karena hal ini sudah membudaya dikalangan masyarakat adat.Pembagian warisan pada saat masih hidup yang dijalankan oleh masyarakat adat Suku Dayak Kenyah Samarinda ini sesungguhnya bertentangan dengan hukum perdata (BW) Indonesia, dimana masalah pewarisan di atur dalam Inpres No.1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dan diatur dalam KUHPerdata.Pasal 830 KUHPerdata menyebutkan bahwa Pewarisan hanya terjadi karena kematian. Berdasarkan latar belakang tersebut, akan dirumuskan beberapa permasalahan dalam tulisan ini, yaitu sebagai berikut: 1)Mengapa masyarakat Suku Dayak Kenyah Samarinda tidak melaksanakan Pasal 830 KUHPerdata melainkan pembagian warisan pada saat masih hidup berdasarkan permusyawaratan? 2)Bisakah notaris bertindak membuat akta pembagian harta warisan keluarga di Suku Dayak Kenyah Samarinda berdasarkan permusyawaratan keluarga? Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian hukum empiris.Tulisan ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Secara yuridis penelitian ini mefokuskan pada KUHPerdata. Secara sosiologis penelitian ini memfokuskan tentang pelaksanaan dari Pasal 830 KUHPerdata. Pendekatan ini dilakukan dengan cara menelaah undang-undang tersebut sebagai objek isu dan sebagai dasar pijakan untuk memberikan argumentasi atas isu hukum yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka atas permasalahan yang pertama dapat disimpulkan bahwa mengapa Masyarakat Adat Suku Dayak Kenyah Samarinda tidak melaksanakan Pasal 830 KUHPerdata melainkan pembagian warisan pada saat masih hidup berdasarkan permusyawaratan, karena hal ini sudah membudaya dikalangan masyarakat adat. Mereka menganggap bahwa hibah adalah hadiah.Sebaiknya notaris memberikan konsultasi dan memberikan arahan kepada masyarakat adat yang akan membuat akta notaris seputar warisan. Mengingat Pasal 830 KUHPerdata berlaku, yakni bahwa Pewarisan hanya terjadi karena kematian. Hal ini tidak dapat diganggu gugat dalam hukum perdata (BW). Pembagian warisan pada saat masih hidup yang dijalankan oleh masyarakat adat Suku Dayak Kenyah Samarinda ini sesungguhnya bertentangan dengan hukum perdata (BW) Indonesia, dimana masalah pewarisan di atur dalam Inpres No.1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dan diatur dalam Pasal 830 KUHPerdata menyebutkan bahwa Pewarisan hanya terjadi karena kematian. Atas permasalahan yang kedua dapat disimpulkan bahwa Notaris tidak dapat membuat surat keterangan waris disaat pewaris masih hidup serta mengingat Pasal 830 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa Pewarisan hanya terjadi karena kematian. Mengingat pula Notaris juga wajib mentaati peraturan perundangan. Hal ini tercermin dalam kode etik notaris. Dalam ketentuan mengenai kewajiban dalam kode etik dinyatakan: bahwa notaris wajib Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/346.052/ASM/i/2015/041601674
Subjects: 300 Social sciences > 346 Private law
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 21 Apr 2016 15:57
Last Modified: 21 Apr 2016 15:57
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/156504
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item