Anggraeny, Isdian (2014) Akibat Hukum Insikronisasi Pengaturan Bidang Pertanahan (Studi Kasus Penerbitan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 463/Menhut-II/2013 di Kota Batam). Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Permasalahan terkait tumpang tindih status tanah di Kota Batam terjadi pada saat Menteri Kehutanan menerbitkan SK. 463/Menhut-II/2013. Surat keputusan ini menetapkan kawasan hutan lindung terhadap tanah di Pulau Batam yang merupakan Hak Pengelolaan BP Batam dan beberapa telah dilekatkan hak atas tanah oleh masyarakat. Oleh karena itu, Penelitian ini membahas akibat hukum tumpang tindih pengaturan bidang pertanahan terhadap status Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah di Kota Batam dengan studi kasus penerbitan surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 463/Menhut-II/2013. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tumpang tindih pengaturan bidang pertanahan di Kota Batam dan akibat hukumnya terhadap status hak pengelolaan dan hak atas tanah, serta merumuskan solusi hukum dari tumpang tindih pengaturan bidang pertanahan untuk mewujudkan kepastian hukum status Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah di Kota Batam. Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis-empiris yang dilakukan di Kota Batam. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan sociological jurisprudence dan pendekatan Pragmatic Legal Realism. Teknik penelusuran data primer yang dilakukan dengan teknik wawancara dan teknik studi pustaka. Teknik analisis bahan atau data hukum yang digunakan dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Melalui teknis analisis ini, Penulis akan memaparkan terlebih dahulu kondisi yang terjadi di lapangan. Kemudian, Penulis akan melakukan analisis dan meneliti sebagai suatu kesatuan yang utuh. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penyebab tumpang tindih pengaturan bidang pertanahan di Kota Batam dengan SK. 463/Menhut-II/2013 dimulai dari perselisihan kewenangan BP Batam dan Kementrian Kehutanan yang terjadi pada tahun 1985. 2 inti permasalahan yang muncul dan merupakan bentuk insinkronisasi pengaturan bidang pertanahan khususnya pada tanah Hak Pengelolaan dan sektor kehutanan, yaitu: (1) Kedudukan Hak Pengelolaan Pulau Batam oleh BP Batam; (2) Perbedaan pemahaman terkait tanah dan hutan yang pada akhirnya berujung permasalahan kewenangan masing-masing instansi (BP Batam dan Kementrian Kehutanan). Akibat hukum yang dimunculkan oleh SK. 463/Menhut-II/2013 terhadap Hak Pengelolaan dan hak atas tanah dibagi menjadi dua, yaitu: 1) sebelum Putusan PTUN Kota Batam: Hak Pengelolaan yang dimiliki BP Kawasan Batam berdasarkan ketentuan undang-undang menjadi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, timbul ketidakpastian hukum terhadap Hak Pengelolaan Lahan BP Batam yang sertifikatnya telah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan; 2) sesudah Putusan PTUN Kota Batam : akibat hukum yang muncul yaitu adanya pembatalan SK. 463/Menhut-II/2013 sehingga mewajibkan Pejabat Tata Usaha Negara terkait untuk mencabut produk hukumnya tersebut. Namun demikian, secara lapangan yang terjadi adalah Pelayanan pada Kantor pertanahan hanya bagi tanah yang telah terbit sertifikat hak atas tanah, Pihak perbankan masih ragu-ragu untuk menerima jaminan sertipikat hak atas tanah yang berada di lokasi Kawasan Hutan, dan muncul kebijakan baru yang diberikan oleh Kantor Pertanahan. Dengan berbagai permasalahan tersebut maka solusi hukum insinkronisasi pengaturan di bidang pertanahan di Kota Batam tersebut dapat dibagi menjadi tiga pendekatan, yaitu: 1) Konsepsional: a) Prespektif prinsip preferensi sebagai solusi permasalahan normatif: Sinkronisasi pengaturan yang terkait bidang pertanahan dengan berlandaskan pada tujuan pembentukan Kota Batam yang terletak di dalam Pengaturan Khusus Kota Batam; b) Prespektif Kewenangan: menentukan dengan tegas terkait pihak yang benar-benar berwenang di hadapan hukum terhadap obyek sengketa yang menimbulkan perselisihan kewenangan, sinkronisasi pegaturan, terjalin koordinasi dan kerjasama yang baik antara BP Batam dan Pemerintah (Menteri Kehutanan) terkait masing-masing wewenangnya yang berakibat langsung pada satu obyek yang sama. 2) Yuridis Normatif: membatalkan Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, dan melakukan pemulihan terhadap Surat Keputusan Tata Usahan Negara yang telah dinyatakan batal. 3) Praktikal: Penggunaan wewenang bebas ( freies ermessen) dengan pengeluaran kebijakan baru oleh Kantor Pertanahan yaitu meminta surat rekomendasi dari Dinas Kehutanan bahwa tanah yang dimohonkan hak atas tanahnya ini tidak termasuk kawasan hutan atau dinyatakan clear .
English Abstract
Problems related to overlapping land in Batam city status occurs when the Minister of Forestry issued a decree. 463/Menhut-II/2013. This decree establishes a protected forest area on the ground which is on Batam Island Batam Management Rights BP and some have attached to land by the public. Therefore, this study discusses the legal consequences of overlapping regulation of the status of the land sector Management Rights and Land Rights in Batam with case studies of the Minister of Forestry decree No. SK. 463/Menhut-II/2013. This study aims to describe and analyze the overlapping arrangement of land in Batam and the legal effects of the status of management rights and land rights, and to formulate solutions laws of the land sector overlapping arrangement to achieve the status of legal certainty Management Rights and Land Rights in the City Batam. Law research used in this study is juridical-empirical research conducted in the city of Batam. This research was carried out by using sociological approach Jurisprudence and Legal Realism Pragmatic approach. Primary data retrieval technique that is done with interview techniques and engineering literature. Material or data analysis techniques used in the study of law will be analyzed using qualitative descriptive analysis techniques. Through a technical analysis, the author will present first the conditions in the field. Then, the author will conduct analysis and research as a whole. Based on the results it can be concluded that the cause of the overlapping arrangement of land in Batam with SK. 463/Menhut-II/2013 start of disputes BP Batam authority and the Ministry of Forestry that occurred in 1985 2 core problems that arise and an arrangement insinkronisasi form, especially in the area of land rights land management and forestry sectors, namely: (1) Position Right management by BP Batam Batam Island; (2) Differences in soil and forest related knowledge, which in turn led to problems of authority of each agency (BP Batam and the Ministry of Forestry). Legal consequences raised by SK. 463/Menhut-II/2013 on the management rights and land rights are divided into two, namely: 1) before the verdict of Batam: Management Rights owned by BP Batam area under the provisions of the law be no binding legal effect, the legal uncertainty arising rights to Land Management BP Batam certificate has been issued by the Land Office; 2) after the verdict of Batam: legal consequences that arise, namely the annulment decree. 463/Menhut-II/2013 thus requiring the State Administrative officials concerned to revoke the legal product. However, the field that occurs is service to the land office only for land that has been published land certificates, Bankers still hesitant to accept the certificate guarantees the right to land on-site Forest Area, and emerging new policy is given by Land Office. With the various problems it is legal solutions insinkronisasi settings in land in Batam city can be divided into three approaches, namely: 1) Concepts: a) Perspective preference principle as a normative problem solution: Synchronization settings associated with the land are based on the purpose of establishment of the City Batam is located in Batam Special arrangements; b) Authority Perspective: determine unequivocally related parties actually authorized under the law to which further divides the disputed authority, pegaturan synchronization, ensure coordination and cooperation between BP Batam and the Government (Ministry of Forestry) related to each authority that the direct implication on the same object. 2) normative juridical: cancel Administrative Decree is not in accordance with the Legislation and Principles of Good Governance, and the recovery of the Decree of the State Administration usahan which has been declared void. 3) Practical: Use of free authority (Freies ermessen) with a new policy spending by the Land Office is asking for a letter of recommendation from Forest Service land petitioned that their land rights do not include forest or otherwise clear.
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | TES/346.043 2/ANG/a/041406853 |
Subjects: | 300 Social sciences > 346 Private law |
Divisions: | S2/S3 > Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Endro Setyobudi |
Date Deposited: | 24 Oct 2014 09:55 |
Last Modified: | 24 Oct 2014 09:55 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/156399 |
Actions (login required)
View Item |