Pemberian Grasi terhadap Terpidana sebagai Hak Prerogatif Presiden (Studi atas Penggunaan Hak Grasi Presiden terhadap Kasus-Kasus di Indonesia)

Dinnear, Dientia (2013) Pemberian Grasi terhadap Terpidana sebagai Hak Prerogatif Presiden (Studi atas Penggunaan Hak Grasi Presiden terhadap Kasus-Kasus di Indonesia). Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Grasi adalah pemberian oleh dari presiden dalam bentuk pengampunan yang berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan putusan kepada terpidana. Pemberian grasi bukan merupakan campur tangan presiden dalam bidang yudikatif, melainkan hak prerogatif presiden untuk memberikan ampunan. Kendati pemberian grasi dapat mengubah, meringankan, mengurangi, atau menghapuskan kewajiban menjalani pidana yang dijatuhkan pengadilan, tidak berarti menghilangkan kesalahan dan juga bukan merupakan rehabilitasi terhadap terpidana. Berdasarkan pengertian tersebut seseorang yang telah divonis mati oleh pengadilan dapat diubah pidana-nya menjadi penjara seumur hidup atau bahkan lebih ringan dari itu. Seiring berjalannya waktu, wewenang presiden untuk memberikan grasi tak jarang menimbulkan kontroversi. Oleh karena itu muncul permasalahan “bagaimanakah ketentuan prosedur pemberian grasi dari masa pemerintahan Presiden Soekarno sampai dengan masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan apakah yang menjadi ketentuan kriteria pemberian grasi presiden kepada para narapidana dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia?”. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis-Normatif. Dengan merujuk pada peraturan perundang-undangan tentang grasi dan putusan kekuasaan eksekutif tentang pemberian grasi. Berdasarkan hasil penelitian, prosedur dalam mengajukan grasi mengalami perkembangan dan adanya pertimbangan-pertimbangan dari instansi terkait, sebelum grasi tersebut diputuskan oleh presiden. Kemudian, peneliti menemukan beberapa hal yang dapat diajukan sebagai kriteria/tolak ukur presiden dalam memberikan grasi, yaitu dalam ketentuan menimbang yang dapat dipakai untuk tolak ukur/kriteria. Temuan peneliti, dapat disimpulkan, bahwa seorang presiden dalam kodratnya sebagai seorang kepala negara memerlukan pertimbangan pemikiran yang mendalam dengan rasa kemanusiaan dan keadilan. Pentingnya kepala negara berpikir dengan logis, arif, dalam menerapkan kewenangan yang dimiliki presiden dalam suatu problematik yang terjadi dalam kasus dan kondisi terpidana.

English Abstract

Clemency is a gift by the president in the form of forgiveness in the form of change, mitigation, reduction, or elimination of the implementation of the decision to convict. Granting clemency is not a presidential intervention in judicial matters, but rather the prerogative of the president to grant a pardon. Although granting clemency to change, relieve, reduce, or eliminate liability imposed by a court to undergo a criminal, does not mean eliminating errors and also not a rehabilitation of the convicted person. Based on this definition, a person who has been sentenced to death by a criminal court can be converted her to life imprisonment or even lighter than that. Over time, the president`s authority to grant clemency sometimes leads to controversy. Therefore, it appears the problem “how the rules of procedure, the granting of pardon from the government of President Soekarno to the government of President Soesilo Bambang Yudhoyono and what are the criteria for granting clemency provisions of the president to the inmates in the state system in Indonesia?”. The research method used is the juridical-normative. With reference to the legislation about pardons and executive decision on the granting clemency power. Based on the research results, procedures in filing for clemency had been developed and the considerations of the relevant institutions, before the pardon was decided by the president. Later, researchers found some things that can be put forward as a criterion/benchmark president in granting pardons. Its in terms that can be used to weigh benchmarks/criteria. Research findings, it can be concluded, that a president in nature as a head of state requires consideration of deep thought with a sense of humanity and justice. The importance of the head of state with logical thinking, wise, in applying the authorities of the president in a problematic in the case and convict conditions.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/345.077/DIN/p/041407841
Subjects: 300 Social sciences > 345 Criminal law > 345.07 Trials
Divisions: S2/S3 > Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Endro Setyobudi
Date Deposited: 20 Jan 2015 17:05
Last Modified: 20 Jan 2015 17:05
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/156312
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item