Sibot, YessiarieSilvanny (2013) Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Perkara Perselisihan Hubungan Industrial dalam Perspektif Pekerja/Buruh (Studi Kasus di Pengadilan Hubungan Industrial Palangkaraya). Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Sejak berdiri pada tahun 2006 hingga pada tahun 2010, PHI pada Pengadilan Negeri Palangkaraya hanya menangani dua puluh empat perkara yang masuk dan telah diputus. Dari dua puluh empat perkara yang masuk tersebut terdapat empat perkara yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Demikian juga dalam pelaksanaannya, sejak diberlakukannya UU No. 2 Tahun 2004 ini timbul permasalahan hukum yang mengakibatkan proses penyelesaian perselisihan industrial yang berlangsung lama dan ini berarti mahal. Permasalahan hukum ini salah satunya berkaitan dengan pelaksanaan eksekusi putusan perkara PHI khususnya dalam perspektif kepentingan pekerja/buruh terhadap hasil putusan PHI. Bertitik tolak dari penjelasan tersebut, merupakan ide dasar dilakukannya penelitian ini yakni menganalisis eksekusi putusan PHI pada Pengadilan Negeri Palangkaraya, baik itu menyangkut prosedur/tahapan serta model eksekusi seperti apa yang tidak merugikan kepentingan para pihak, khususnya bagi pekerja/buruh. Merujuk pada latar belakang masalah dan dalam upaya menjawab isu hukum dalam rumusan masalah ini, maka penulis menggunakan tipe penelitian hukum empiris. Guna menunjang kegiatan penelitian yang bersifat empiris tersebut maka dalam penulisan hukum inipun digunakan metode pendekatan, yaitu: yuridis sosiologis. Dari hasil penelitian dan analisis penulis terhadap isu hukum dalam tesis ini, maka diperoleh jawaban sebagai berikut: 1. Kehadiran PHI ini tidak hanya merupakan aset hukum bagi dunia peradilan di Indonesia, tetapi juga merupakan kekuatan baru bagi pekerja dalam rangka mencari perlindungan hukum. Terlebih adanya putusan PHI berupa sita eksekusi. Dengan demikian, tidak ada lagi pengusaha yang berani bertindak semena-mena terhadap pekerjanya. Masalah eksekusi ini merupakan masalah yang sangat krusial, karena disinilah penentuan dan letak akhir sebuah proses. Menjadi tidak bernilai sebuah putusan jika sulit untuk dieksekusi. Dalam praktek peradilan di Indonesia, eksekusi bukanlah sesuatu yang “pasti” mudah dilakukan meskipun sebuah putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, pelaksanaan putusan (eksekusi) pada PHI dalam perspektif pekerja/buruh lebih memperhatikan kepentingan mereka sebagai pihak yang berada pada posisi lemah. Setelah putusan pengadilan dibacakan adalah bagaimana agar putusan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif sehingga kepentingan dan hak-hak pekerja/buruh terhadap putusan tersebut dapat dilaksanakan. 2. Model tata laksana hukum yang efektif dalam pelaksanaan putusan (eksekusi) pada PHI yang tidak menghambat kepentingan/hak-hak pekerja/buruh, yaitu: a. Penerapan lembaga paksa badan (Gijzeling) pada penyelesaian perkara pengadilan hubungan industrial. b. Jika permohonan eksekusi sudah dilakukan dan pengusaha tetap tak mau membayarkan pesangon, maka pekerja bisa memohonkan sita eksekutorial atas barang-barang milik pengusaha. c. Melaporkan pengusaha ke kepolisian, setidaknya atas dua tuduhan. Pertama, dugaan penggelapan uang pesangon. Sedangkan yang kedua adalah dugaan pelanggaran Pasal 216 KUHPidana di mana tindakan pengusaha yang tak mau menjalankan putusan PHI yang sudah inkracht dianggap sebagai tindakan yang menghalang-halangi perintah dari pejabat atau penguasa umum.
English Abstract
Since its establishment in 2006 until the year 2010, PHI at Palangkaraya District Court handles only twenty-four cases in and has been disconnected. Of twenty-four cases that go there are four cases that are appealed to the Supreme Court. Similarly, in practice, since the enactment of Law no. 2 In 2004 it raised the question of law which resulted in the settlement of industrial disputes which lasts longer and this means expensive. One such legal matters relating to the execution of court decisions in perspective PHI particular interests of the workers/laborers against the verdict PHI. Starting from the description, is the basic idea of this study to analyze the execution of the decision of the District Court of PHI in Palangkaraya, whether it concerns procedures/stages and execution models do not harm the interests of the parties, especially for workers/laborers. Referring to the background of the problem and in an effort to answer the legal issues in the formulation of this problem, the authors use type of empirical legal research. Activities to support the empirical study, it is used in legal writing even this approach, namely: sociojuridical. From the results of research and analysis by the author on the legal issues in this thesis, it is obtained the following answer: 1. PHI presence is not only an asset for the world of law courts in Indonesia, but also a new power for workers in order to seek legal protection. Moreover, the existence of PHI in the form of confiscation judgment execution. Thus, there is no longer the entrepreneur who dared to be rude to their employees. The execution problem is a crucial issue, because this is where lies the determination and the end of a process. Be not worth a verdict if it is difficult to be executed. In judicial practice in Indonesia, the execution is not something that "must have" easily done though a decision has been legally binding anyway. Therefore, the enforcement (execution) to PHI in the perspective of the worker/laborer pay more attention to their interests as those who are in a weak position. After the court verdict was read is how that decision can be implemented effectively so that the interests and rights of workers/laborers against such decision can be implemented. 2. Model of effective governance law in the enforcement (execution) to PHI that do not impede the interests/rights of workers/laborers, namely: a. Application of body force agencies (Gijzeling) on the disposal of industrial relations court. b. If the petition has been done and still do not want employers to pay severance, the employee may invoke the confiscation executorial businessmans belongings. c. Employers reported to the police, at least on two counts. First, the alleged embezzlement of severance pay. While the second is the alleged violation of Article 216 of the Criminal Code where the action businessmen who refused to execute the decision inkracht PHI that is regarded as an act obstructing the command of an officer or public authority. d. Bankruptcy petition to the Commercial Court.
| Item Type: | Thesis (Magister) |
|---|---|
| Identification Number: | TES/344.01/SIB/p/041307079 |
| Subjects: | 300 Social sciences > 344 Labor, social service, education, cultural law |
| Divisions: | S2/S3 > Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
| Depositing User: | Endro Setyobudi |
| Date Deposited: | 23 Oct 2013 09:30 |
| Last Modified: | 23 Oct 2013 09:30 |
| URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/156240 |
Actions (login required)
 |
View Item |