Saitama, Akbar (2015) Komposisi Vegetasi Gulma pada Tanaman Tebu Keprasan Lahan Kering di Dataran Rendah dan Tinggi. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah tanaman untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Vegetasi pada tanaman budiaya tebu tidak hanya ditumbuhi tanaman tebu tetapi ditumbuhi tumbuhan yang hidupnya tidak dikehendaki. Sifat dan fungsi dari setiap tanaman dalam lahan budidaya tebu berbeda-beda. Beberapa tumbuhan berfungsi sebagai pembantu keberlangsungan tumbuh dari tanaman tebu seperti tanaman yang tergolong dalam kacang-kacangan. Namun, beberapa tumbuhan dalam tanaman tebu memiliki fungsi yang mengganggu dan berkompetisi terhadap tumbuh dan kembangnya tebu. Tebu keprasan merupakan tanaman tebu yang tumbuh kembali dari jaringan batang yang masih tertinggal dalam tanah setelah tebu ditebang dan dikepras. Pada proses pengeprasan ini, sisa-sisa tunggul dipotong pada posisi rata atau lebih rendah dari permukaan guludan. Kebun yang akan dikepras harus dibersihkan dari kotoran bekas tebangan yang lalu. Gulma merupakan tanaman yang tumbuhnya tidak dikehendaki dalam lahan budidaya. Persaingan gulma dalam memperebutkan unsur hara, air, cahaya matahari dan ruang akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman pokok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keragaman, kerapatan, frekuensi dan dominansi gulma pada tanaman tebu keprasan di dataran rendah dan tinggi agar dapat merekomendasikan teknik pengelolaan dan pengendalian gulma yang tepat. Berdasarkan kondisi wilayah dataran rendah dan tinggi, gulma pada tanaman perkebunan tebu keprasan lahan kering dataran rendah dan tinggi berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September - Desember 2014, pada tebu keprasan lahan kering berumur 1 bulan setelah dikepras yang dilakukan pada dataran rendah dan sedang di Malang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei kuadrat. Petak tebu seluas 100 m2 pada setiap ketinggian yang telah dikepras dibiarkan tidak dirawat selama kurang lebih satu bulan setelah dikepras. Kemudian dilakukan analisa dengan mengunakan kudrat (frame) 1 m x 1 m sebanyak 10 titik sampel penelitian yang diambil secara acak pada setiap ketinggian tempat. Kemudian dilakukan penghitungan jumlah dan identifikasi spesies yang ada pada setiap petak contoh kudrat, lalu dilakukan analisa vegetasi dengan rumus perhitungan yang mengacu pada perhitungan mutlak dan nisbi dari kerapatan, frekuensi, dominansi, serta Summed Dominance Ratio (SDR) setiap spesies gulma yang ada pada petak percobaan. Hasil penilitan di jumpai 35 spesies gulma. Nilai SDR pada musim kemarau dataran tinggi 1,34-60,86 dan 2.91-100 pada setiap pengamatannya. Pengamatan Hujan menunjukan pada lokasi dataran tinggi tebu yang dikepras kemarau nilai SDR berkisar antara 0,34–29,35 dan pada tebu keprasan musim kemarau dataran rendah pada lokasi dataran rendah berkisar antara 2,02–29,20 dan dataran rendah berkisar 7,0–65,96. Pengamatan pada lahan tebu yang di kepras awal musim hujan di dataran tinggi 1,56–35,52. Nilai koefisien komunitas pada lokasi penelitian berkisar antara 1,4%–6,81% yang berarti terdapat perbedaan diatas 75%. Indeks Keanekaragaman Shannon-Weinner pada musim kemarau berkisar 0,64–1,84 dan musim hujan 0,86%- 2,75%. Nilai Indeks Dominansi Simpson (C) musim kemarau berkisar antara 0,26-0,69 dan musim hujan 0,10 – 0,49 yang berarti pada lokasi penelitian tidak terdapat spesies yang mendominasi. Indeks sebaran Morisita (Id) menunjukan secara keseluruhan spesies hidup berkelompok. Pengamatan pada lahan penelitian menunjukan hasil pada musim kemarau terlihat panjang tanaman tebu yang ada di dataran tinggi sebesar 45,5 cm pada 30 hari setelah kepras. Sedangkan pada tebu yang berada di dataran rendah memiliki panjang 27,8 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dataran tinggi memiliki panjang yang lebih panjang dari tanaman di dataran rendah. Gulma pada tanaman budidaya mengkompetisi salah satunya air dan cahaya terlihat dari data intensitas radiasi dan nilai RTC (Rasio Transmisi Cahaya) semakin kepermukaan tanah cahaya yang diterima semakin rendah. Menurut Dekker (2011), sebuah spesies gulma berkompetisi antar ruang-waktu dengan jumlah kelebihan setiap spesiesnya dengan habitat yang mendukung. Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan komposisi vegetasi pada dua ketinggian tempat, nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) yang tergolong kategori rendah dengan kisaran nilai 0,6–0,86 Nilai Indeks Simpson (C) hasil berkisar antara 0,10–0,69. Hasil ini menunjukan nilai C < 1, yang berati tidak terdapat spesies yang dominan. Perbedaan vegetasi hasil analisa koefisien komunitas (C), nilai C lokasi penelitian menunjukan perbandingan pada perbedaan ketinggian tempat dan pada perbedaan musim serta waktu kepras menunjukan perbedaan komposisi vegetasi yang tinggi. Analisis Indeks Sebaran Morisita (Id) pada lokasi penelitian hampir keseluruhan memiliki nilai Id > 1 yang berarti spesies pada lokasi tergolong sebaran berkelompok. Hanya saja terdapat satu spesies sebaran acak yaitu T. Procumben pada lahan dataran rendah musim kemarau. Melihat kondisi gulma pada dataran tinggi dan rendah yang berbeda dapat direkomendasikan untuk upaya pencegahan digunakan aplikasi herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh pada dataran tinggi dan herbisida pra tumbuh pada dataran rendah. Upaya pengendalian yang dilakukan pada kedua lokasi penelitian lebih di saran dilakukan pada musim hujan. Gulma yang tumbuh pada dataran tinggi umumnya gulma berdaun lebar dan pada dataran rendah umumnya gulma teki-tekian maka upaya pengendalian yang utama dilakukan adalah dengan mekanik. Waktu yang baik dalam mengendalikan gulma pada lokasi dataran tinggi adalah 30 hari musim hujan, dan dataran rendah 45 hari musim hujan
English Abstract
Sugarcane (Saccharum officinarum L) is a plant for a main ingredient of sugar. These plants can only grow in tropical climates. Its include the type of grass. The vegetation of the sugarcane plants cultivation not only grown by sugarcane but also grown by plants that its life was not desire. The nature and the function from each plants on the cultivation sugarcane area is different. Some plants have function as an auxillary sustainability from sugarcane such as the plants that belong to legumes. However, some plants in sugarcane has functions that interfere and competed against the growth of sugarcane. Ratoon crop is a sugarcane which is grow again from stem tissue that still left behind in the soil after the sugarcane harvested and ratooned. In the process of this ratoon, the scraps of the stumps is cut on the average or lower position from the ridges surface. Garden that will be going to ratooned, it must have cleaned from waste felling before. Weeds are the plants that its growth are undesirable in the cultivation area. The weeds competition in getting the nutrients, water, sunlight and space will affect growth and production of staple palnts. This research aims to determine the level of diversity, density, frequency and domination of weeds in ratoon crops on low and high area in order to recommend the management and proper technique of the right weeds control. Under condition of low and high area, the weeds in ratoon crops on low and high area are different. This research is implemented on October-December 2014, on ratoon crops dry area at 1 month age after ratooned on the low and average area in Malang. The method that being used in this research is quadrant survey method. Sugarcane plots measuring 100 m2 on each height that has been ratooned left untreated for about 1 month after ratooned. Then, analyzed by using quadrant (frame) 1m x 1m for 20 points research sample that taken in a grid on each height of place. And then, do the counting and identification of the species present on each plot quadrant sample, and analyze the vegetation with formula that refers to absolute, relative density, frequency, dominance and Summed Dominance Ratio (SDR) from each species of weeds that exist in plot sample. Result of the research found 35 species of weeds. SDR value in the dry season on high area 1,34-60,86 and 2,91-100 at each observation. The observation in rainy season showed on the location high area, ratoon crops that has been ratooned in dry season has SDR value for about 0,34-29,35 and ratoon crops that ratooned in dry season on low area is about 2,02-29,20 and low area 7,0-65,96. The research on sugarcane area that has been ratooned in the early of rainy season on high area is 1,56-35,52. The coefficient comunity on the research location is about 1,4% – 6,81% that there is the difference of more than 75%. The diversity index of Shannon-Weinner in dry season is about 0,64-1,84 and rainy season 0,86%-2,75%. Simpson index dominance value (C) in dry season is about 0,26–0,69 and rainy season 0,10–0,49 which means there is no dominate species. Morisita distribution index (Id) showed the overall species live in groups. Observations on the research area showed that the result in dry season looks that the length of sugarcane on high area is 45,5 cm in 30 days after ratooned. And while sugarcane is in the low area has a length about 27,8 cm. The results showed that the plants on high area have more length than on low area. Weeds in cultivated plants competing in a way to get water and light, it looked from the radiation intensity data and RTC (Rasio Transmition Light) value, when it more reach the surface of soil, the light which is got is more low. According to Dekker (2011), a species of weed is compete between space-time with an excess of each species with the support habitats. The results showed the differences between the vegetation composition on two altitude, the diversity index value of Shannon-Wiener (H’) is classified in low category with a range value about 0,6-0,86. The result of index Simpson (C’) value is about 0,10-0,69. This result showed the C value is < 1, it means there was not the dominant species. The difference in results of the analysis of vegetation communities coefficient (C), the (C) value on research location showed the comparison between the differences of height places and seasons and the time for ratoon, showed the differences of the high vegetation composition. Analysis of Morosita Distribution Index (Id) on the research location was overall have Id value >1 it means the species on that location is classified in groups distribution. But it was just one species has random distribution that is T. Procumben on the low area in dry season. Looking for the different weeds condition on high area and low area can be recommended to prevention efforts by using the herbicide application pre-emergence and pro-emergence on the high area and herbicide pre-emergance on high area. The prevention that has been done on two different research locations are should be more done in rainy season. Weeds that grow on high area is generally broadleaf and on the low area is generally nutgrass root and the best way to control them is with mechanic. A good time to control the weeds on the high area location is in 30 days of rainy season, and the low area is in 45 days of rainy season
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | SKR/FP/2015/129/051502462 |
Subjects: | 600 Technology (Applied sciences) > 631 Specific techniques; apparatus, equipment materials > 631.5 Cultivation and harvesting |
Divisions: | Fakultas Pertanian > Budidaya Pertanian |
Depositing User: | Budi Wahyono Wahyono |
Date Deposited: | 01 Apr 2015 09:54 |
Last Modified: | 19 Oct 2021 05:22 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/130103 |
Preview |
Text
Akbar_Saitama.pdf Download (3MB) | Preview |
Actions (login required)
View Item |