Identifikasi Gen Penyandi Percabangan pada Dua galur Kenaf Hasil Mutasi dengan Ethyl Methane Sulfonate (EMS) dan Mekanismenya dalam Pengontrolan Pembentukan cabang

Arumingtyas, Estri Laras and Mastuti, Retno and Indriyani, Serafinah (2007) Identifikasi Gen Penyandi Percabangan pada Dua galur Kenaf Hasil Mutasi dengan Ethyl Methane Sulfonate (EMS) dan Mekanismenya dalam Pengontrolan Pembentukan cabang. Project Report. Fakultas MIPA - Universitas Brawijaya, Malang. (Unpublished)

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan jumlah dan perilaku gen, serta mekanisme dalam mengontrol percabangan mutan kenaf hasil perlakuan Ethyl Methane Sulfonate (EMS) melalui teknik persilangan, fisiologi dan molekuler. Galur murni tipe percabangan basal disilangkan dengan galur murni tipe percabangan apikal. Turunan pertama (Fl) dari persilangan tersebut diamati. Secara garis besar terdapat paling tidak 3 kemungkinan yang terjadi yaitu : 1. Bila ada satu gen (tipe percabangan yang satu adalah merupakan alel tipe yang lainnya) dan hubungan antar alelnya dominan penuh , maka Fl hasil persilangan hanya memunculkan 1 sifat bercabang saja yaitu yang lebih dominan, dan F2 akan terdiri dua tipe cabang tersebut dengan perbandingan 3:1. 2. Bila ada 2 gen dan keduanya dominan penuh maka Fl berfenotip gabungan antara percabangan basal dan apikal, F2 akan bersegregasi dengan rasio 9 tanaman bertipe cabang gabungan: 3 tanaman bertipe cabang basal : 3 tanaman bertipe cabang apikal : 1 tanaman tidak bercabang. 3. Bila kedua tipe percabangan dikontrol oleh 2 alel resesif maka Fl adalah tipe tidak bercabang dan F2 bersegregasi menjadi 9 tidak bercabang : 3 tanaman bertipe cabang basal : 3 tanaman bertipe cabang apikal : 1 tanaman tipe bercabang gabungan. Persilangan antara dua tipe percabangan ini telah dilakukan pada penelitian sebelumnya (Arumingtyas, tidak dipublikasikan), sehingga pada penelitian ini akan dilakukan penanaman Fl yang selanjutnya dibiarkan selfing (penyerbukan sendiri) untuk mendapatkan F2 untuk dilihat pola segregasinya. Identifikasi sekuen gen cabang secara molekuler dilakukan PCR dengan berbagai primer cabang dan dilanjutkan dengan sekuensing untuk menentukan sekuen gen cabang tersebut. Isolasi DNA dilakukan menggunakan metode Doyle dan Doyle (1987), menggunakan bahan tanaman biji dan daun muda. Penggunaan biji dimaksudkan untuk menjajagi kemungkinan deteksi lebih dini terhadap gen percabangan. PCR menggunakan 5 pasang primer, yang terdiri dari 4 primer spesifik yang diturunkan dari sekuen gen percabangan AUX1, AXR1 dari Arabidopsis thaliana, RMS1 dari Pisum sativum, dan Ls dari Lycopersicum esculentum, serta 1 pasang primer degenerate yang diturunkan dari sekuen yang terkonservasi dari gen-gen LAS, Ls dan Moc. Program yang digunakan 1 menit denaturasi pada suhu 93 °C, 30 detik annealing pada 56 °C, 1 menit ekstensi pada suhu 72 °C, sebanyak 35 siklus. Pemanasan awal dilakukan selama 1 menit pada suhu 93 °C, dan fase pemanjangan terakhir dilakukan selama 10 menit pada suhu 72 °C. Sekuensing dilakukan dengan prosedur Big Dye Terminator mix pada mesin ABI 377A sequencer. Identifikasi fisiologi dilakukan dengan mengukur konsentrasi auksin pada bagian pucuk, batang (cabang apikal, tengah dan basal), dan akar untuk menduga mekanisme pengontrolan cabang. Keturunan pertama dari persilangan kontrol dengan galur bercabang basal maupun bercabang apikal menghasilkan keturunan yang hampir 100% bercabang baik basal atau apikal. Hal ini menunjukkan bahwa alel yang mengontrol sifat bercabang basal maupun apikal adalah alel resesif. Sementara keturunan pertama (Fl) persilangan antara galur bercabang basal dengan galur bercabang apikal terdiri dari 7 tanaman tidak bercabang, 7 tanaman bercabang apikal dan 1 tanaman bercabang basal apikal. Hal ini mengindikasikan adanya 2 gen yang mengontrol sifat bercabang. Akan tetapi konfirmasi melalui penelusuran penurunan sifat bercabang serta segregasi alel-alel bercabang dan tidak bercabang pada keturunan kedua (F2) menunjukkan bahwa tipe percabangan basal merupakan hasil fenomena epigenetik, yang tidak lagi bersegregasi pada keturunan ketiga (F3). Sedangkan tipe percabangan apikal memang benar merupakan hasil ekspresi suatu gen percabangan dan masih terkonservasi sampai ke F3. Hasil identifikasi gen percabangan melalui teknik PCR dan sekuensing menunjukkan bahwa gen percabangan pada kenaf dapat diamplifikasi dengan primer AUX1 dan AXR1 tetapi tidak dapat diamplifikasi oleh primer Ls, RMS1, dan Llm. Hal ini menunjukkan bahwa gen percabangan pada kenaf homolog dengan gen percabangan pada Arabidopsis thaliana. Analisis molekuler mengindikasikan adanya gen yang berperanan dalam signaling auksin tetapi untuk tipe percabangan berbeda mungkin dikontrol oleh alel yang berbeda untuk lokus gen yang berkaitan dengan signaling auksin. Gen tersebut merupakan anggota dari famili gen pengontrol percabangan dan beraksi pada fase akhir pemunculan cabang melalui pengontrolan signaling auksin untuk menentukan apakah cabang akan berkembang atau tidak. PCR untuk DNA biji menghasilkan pita yang sangat tipis dan berukuran kecil (200 bp) berbeda dengan hasil PCR dengan menggunakan template DNA yang diisolasi dari daun. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan susunan gen dalam biji dengan tanaman dewasa. Pengamatan fisiologi melalui pengukuran kandungar auksin menunjukkan bahwa tanaman bercabang mempunyai kandungan auksin di cabang yang lebih rendah dibanding pada ujung batang. Pemunculan cabang dipengaruhi oleh kandungan auksin pada ujung batang dan ujung cabang. Kandungan auksin yang lebih tinggi pada ujung cabang dibandingkan dengan pada ujung batang tampaknya mendorong pemunculan cabang. Sementara kandungan auksin yang rendah pada akar mungkin berhubungan dengan keberadaan sitokinin. Hal ini mengindikasikan bahwa gen AUX1 mengontrol pembentukan cabang dengan cara mengontrol kandungan auksin pada ujung ba

English Abstract

The aim of this research was to determine the gene number, behavior and the mode of action of branching gene in controlling branching type of kenaf mutant lines aroused from EMS mutation using crossing, physiological and molecular techniques. True lines basal branching plant was crossed with apical branching plant. The first filial (Fl) was observed. The Fl should follow one of three possibilities, whether 1. If there was only one gene controlled the two type of branching (one type of branching was the allele of the other) and the allele relation was full dominant, the Fl should only showed one pattern of branching, the dominant. The F2 will be consist the two branching type with the ratio of 3:1. 2. If there were two genes and both were fully dominant, the Fl should the blend of two type of branching (basal-apical) and the F2 will segregate to 9 plants are blended branching: 3 plants are basal branching : 3 plants are apical branching and 1 plant is not branching. 3. If both branching type were controlled by two recessive alleles , the Fl will be non branching type and the F2 will segregate to 9 plants are non branching : 3 plants are apical branching: 3 plants are basal branching and 1 plant is blended branching. Crossing between the two types of branching has been done in the previous experiment (Arumingtyas, not published), so in this first year research the Fl seed was planted. The Fl plants were let to self polinated to develop F2 seed. The F2 seed will be grown to detect its segregation. Molecular identification was also conducted using PCR and sequencing techniques. DNA isolation was performed using the method of Doyle dan Doyle (1987). PCR was conducted using 5 pair of primers including 4 specific primers which was designed base on the sequence of branching genes AUX1, AXR1 of Arabidopsis thaliana, RMS1 of Pisum sativum, and Ls of Lycopersicum esculentum, and one pair of degenerate primer designed from amino acid conserve sequence of LAS, Ls and Moc genes. The PCR program used was 93 °C, 1 minute denaturation, 30 second annealing at 56 °C, 1 minute ekstention 72 °C, for 35 cycles. Pre-heating for 1 minute at 93 °C, and the last extention phase was done for 10 minutes at 72 °C. Sequencing was performed using the procedure of Big Dye Terminator mix, at ABI 377A sequencer. Physiological identification was performed by measuring auxin content in the shoot apex, branches (apical, middle and basal) and the root for deducing the mechanism of branching development. The first filial of the crossing between non branching control plant and basal branching or apical branching plants consist of almost 100% branching, whether for basal branching parent or apical branching parent. This showed that both basal branching and apical branching were controlled by recessive alleles. The first filial of crossing between basal branching and apical branching plants consist of 7 plants which were non branching and 7 plants were apical branching. One plant was blended basal-apical. This indicate that there were two genes that control both type of branching. However confirmation on the segregation at the F2 plants showed the epigenetic phenomenon responsible to the basal branching appearance, which was not identified in the F3. On the other hand, apical branching was truly genetically controlled and was conserved into F3 offspring. Identification of branching gene using PCR and sequencing techniques showed that the branching gene of kenaf was succesfully amplified by AUX1 and AXR1 primers but were not amplified by Ls, RMS1, and Llm primers. This indicate that branching gene of kenaf was homologous to branching gene of Arabidopsis thaliana. Molecular analysis indicate that the gene act as auxin signaling, but for different type of branching was controlled by different allele of the same locus. The gene was the member of gene family that control branching and active at the last phase of branching development by controlling auxin signaling to determine whether the branching candidate continue to develop or not. The PCR result was very thin and small in size (200 bp). It was different from the result of PCR using DNA tempale isolated from kenaf leaves. These indicated that there was different arrangement of gene in the seed from the one in the adult plants. Identification of auxin content in the roots, apical shoot, and axilary branches was done using spectrophotometry method. The result showed that the branching plants has higher auxin content in the apical shoot compared to the content in the branches. Branching development seem to be affected by auxin content in the shoot apex and in the branches. The higher auxin content in the branches compared to those in the shoot apex seem to trigger the emergence of branches. This indicate that AUX1 control the formation of branches by either controlling the content of auxin in the apical shoot and branches or the ratio of auxin content in the shoot and branches.

Item Type: Monograph (Project Report)
Identification Number: PEN/576.549/ARU/i/2007/020800499
Subjects: 500 Natural sciences and mathematics > 576 Genetics and evolution > 576.5 Genetics > 576.54 Variation > 576.549 Mutation
Divisions: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam > Biologi
Depositing User: soegeng sugeng
Date Deposited: 17 Sep 2018 02:06
Last Modified: 17 Jun 2022 02:05
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/12033
[thumbnail of 020800499-ok.pdf] Text
020800499-ok.pdf

Download (11MB)

Actions (login required)

View Item View Item