Akibat Hukum Perceraian Terhadap Kedudukan Perempuan Dari Perkawinan Nyerod Beda Kasta Menurut Hukum Kekerabatan Adat Bali,

Widetya, Alit Bayu Chrisna (2015) Akibat Hukum Perceraian Terhadap Kedudukan Perempuan Dari Perkawinan Nyerod Beda Kasta Menurut Hukum Kekerabatan Adat Bali,. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Perkawinan adat Bali merupakan salah satu bentuk perkawinan yang cukup rumit di Indonesia. Banyak aspek yang tercampur di dalamnya, salah satunya adalah kasta. Perkawinan adat Bali menginginkan adanya kedudukan kasta yang sama diantara calon pengantin. Perkawinan yang dilaksanakan dengan beda kasta disebut asu pundung alangkahi karang hulu dan jenis perkawinan ini dilarang pada zaman dulu. Seiring perkembangan zaman perkawinan model ini bisa dilegalkan dengan terbitnya Paswara DPRD Bali No 11 Tahun 1951. Dengan terbitnya Paswara DPRD Bali ini maka segala bentuk aturan mengenai perkawinan beda kasta dihapuskan termasuk upacara patiwangi. Namun masih ada beberapa pihak yang menyeleggarakan upacara patiwangi ini secara diam-diam. Hal inilah menyebabkan kedudukan perempuan menjadi kabur apalagi jika terjadi perceraian. Berdasarkan hal tersebut maka masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah tentang akibat hukum perceraian terhadap kedudukan perempuan dari perkawinan nyerod beda kasta menurut hukum kekerabatan adat Bali. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konseptual dan pendekatan historis, jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, sekunder, dan tersir, teknik pengumpulan bahan hukum melalui studi kepustakaan, studi dokumen, wawancara dan akses internet, dan teknik analisa bahan hukum yang digunakan adalah dengan metode interpretasi preskriptif. Bahwa kedudukan perempuan setelah terjadinya perceraian dari perkawinan nyerod beda kasta dibagi menjadi 3 periode masa berdasarkan peraturan yang berlaku. Pada masa tahun 1910 sampai 1951, perempuan yang bercerai dari perkawinan beda kasta akan menjadi perempuan terlantar. Pada tahun 1951, dengan tidak adanya upacara patiwangi maka perempuan ini bisa kembali kerumahnya. Pada tahun 2010, kedudukan perempuan setelah terjadinya perceraian dari perkawinan nyerod diatur dan dijelaskan dalam Keputusan Pasamuhan Agung III Tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Majelis Desa Pakraman yaitu pihak perempuan bisa kembali ke rumah asalnya dan dapat melakukan kembali hak dan kewajibannya, harta bersama dibagi sama rata diantara masing-masing pihak dan anak yang dilahirkan dapat diasuh oleh ibunya tanpa memutuskan hubungan hukum dan pasidikaran dengan keluarga purusa.

English Abstract

Balinese traditional marriage is a form of marriage that is quite complicated in Indonesia. Many aspects are mixed in it, one of which is a caste. Balinese traditional marriage want the same caste position between the bride and groom. Marriages are performed by different caste called asu pundung alangkahi karang hulu and type of marriage is prohibited in ancient times. As the times of this model can be legalized marriage with the publication Paswara Bali Council No. 11 of 1951. With the publication of Paswara Bali Council No. 11 of 1951 this, then any form of rules regarding marriage abolished caste differences including patiwangi ceremony. But still there are those who organize this patiwangi ceremony secretly. This is what causes the position of women become blurred especially in the event of divorce. Under these conditions, the issues raised in this research is about the legal indication of divorce on the position of women from different caste marriages legally nyerod Balinese kinship. While research method used is to use a kind of normative legal research research, the method used is the conceptual approach and historical approaches, types and sources of legal materials used are the primary legal materials, secondary, and tersier, legal materials collection techniques through the study of literature, studies documents, interviews and internet access, and legal materials analysis techniques used are the prescriptive method of interpretation. That the position of women in the aftermath of the dissolution of the marriage nyerod different caste is divided into 3 periods of time based on the current regulations. In the period 1910 to 1951, women who are divorced from different caste marriage will be displaced women. In 1951, in the absence of ceremony patiwangi then this woman could return to his house. In 2010, the position of women in the aftermath of the dissolution of the marriage nyerod arranged and described in the Decision of the Supreme Pasamuhan III Year 2010 issued by the Assembly Pakraman that the women can return to their original homes and be able to do back their rights and obligations, joint property is divided equally among the each party and the child born can be taken care of by his mother without disconnecting pasidikaran with family law and purusa.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FH/2015/44/051502560
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Budi Wahyono Wahyono
Date Deposited: 31 Mar 2015 10:13
Last Modified: 13 May 2022 03:45
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/112433
[thumbnail of COVER_SKRIPSI.pdf]
Preview
Text
COVER_SKRIPSI.pdf

Download (1MB) | Preview
[thumbnail of kata_pengantar_daftar_isi_glosarium_ringkasan.pdf]
Preview
Text
kata_pengantar_daftar_isi_glosarium_ringkasan.pdf

Download (1MB) | Preview
[thumbnail of skripsi_bab_1,2,3,4,5_lampiran.pdf]
Preview
Text
skripsi_bab_1,2,3,4,5_lampiran.pdf

Download (2MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item