Pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 Dalam Upaya Penguatan Sistem Presidensial Di Indonesia

Herdianto, MArie (2015) Pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 Dalam Upaya Penguatan Sistem Presidensial Di Indonesia. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Indonesia merupakan sebuah negara yang menerapkan sistem presidensial dan sistem multipartai secara bersama-sama. Beberapa argumentasi menyebutkan bahwa kombinasi dari kedua sistem tersebut merupakan suatu hal yang rumit bahkan berpotensi menyebabkan pelemahan terhadap sistem presidensial itu sendiri sehingga berujung pada inektivitas dan instabilitas pemerintahan. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta pemilu anggota legislatif yang akan dilaksanakan secara serentak pada tahun 2019 berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 diyakini dapat memperkuat sekaligus memurnikan sistem presidensial di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian jenis yuridis normatif yang didukung dengan 3 model pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan sejarah. Hasil dari penelitian ini menjawab bahwa konsep Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta pemilu anggota legislatif yang akan dilaksanakan secara serentak mampu memperkuat sistem presidensial. Pertama, keberadaan presidential threshold menjadi tidak relevan apabila diterapkan pada pemilu yang dilaksanakan serentak dalam satu hari saja, sehingga koalisi partai politik secara sistemik dipaksa untuk berkompromi jauh sebelum melaksanakan pemilu. Partai politik dituntut untuk membentuk koalisi yang matang dan sesuai dengan common platform dan visi misinya sehingga koalisi yang terbentuk jauh dari kesan pragmatis dan sesaat. Kedua, Presiden membentuk kabinet secara mandiri dan bebas dari intervensi partai politik pendukungnya. Kondisi itu disebabkan oleh keberadaan partai koalisi pemerintah yang solid dalam mendukung kinerja dan efektivitas pemerintahan. Dan ketiga, Presiden memiliki basis dukungan politik yang jelas di parlemen karena partai pendukung pemerintah secara otomatis menjadi partai mayoritas di DPR. Dukungan politik mayoritas di DPR tersebut membuat kebijakan-kebijakan yang dicanangkan oleh pemerintah menjadi efektif untuk dilaksanakan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti memiliki beberapa saran antara lain (1) Pelaksanaan pemilu serentak membutuhkan persiapan yang matang oleh partai politik sebagai peserta yang meliputi mekanisme pencalonan bakal calon anggota legislatif DPR, DPRD An evaluation version of novaPDF was used to create this PDF file. Purchase a license to generate PDF files without this notice. xiii Propinsi, dan DPRD Kota/Kabupaten serta bakal calon Presiden dan Wakil Presiden; (2) Persiapan yang matang hendaknya dimulai sejak berjalannya pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (2014-2019) yakni melalui konsistensi sikap dari partai politik dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) maupun Koalisi Merah Putih (KMP) sehingga terdapat langkah antisipatif guna menghadapi pencalonan baik anggota legislatif maupun calon Presiden dan Wakil Presiden pada pemilu serentak tahun 2019; (3) Partai politik yang tergabung dalam KIH maupun KMP diharapkan mampu menggali chemistry yang ada diantara mereka, hal tersebut dapat berdampak pada kesolidan dan konsistensi peran masing-masing koalisi dan partai politik yang bergabung didalamnya pasca pelaksanaan Pilpres 2019, apakah peran sebagai partai pendukung pemerintah atau sebagai partai opisisi, sehingga diharapkan muncul konfigurasi politik pasca Pilpres 2019 yang stabil hingga menjelang pergantian pemimpin pada Pilpres 2024; (4) Diharapkan muncul suatu produk undang-undang yang komprehensif dan menyeluruh mengenai pemilu, jika perlu dilakukan kodifikasi pada undang-undang yang mengatur tentang pemilu, seperti undang-undang tentang penyelenggara pemilu, undang-undang tentang pilpres dan pileg, serta undang-undang tentang partai politik; (5) Salah satu pokok bahasan penting yang perlu diatur secara formil yaitu ketentuan mengenai pembatasan terhadap pencalonan Presiden dan Wakil Presiden oleh partai politik jika mekanisme presidential threshold dihapuskan, sehingga proses pencalonan menghasilkan calon-calon yang ideal bagi pilpres.

English Abstract

Indonesia is a state which applying presidential and multiparty system simultaneously. A few argumentations describe that the combination between both of that can make some complicating situation which directs to inactivity and instability government. The concurrent election refers to Constitutional Court Verdict Number 14/PUU-XI/2013 which explain The President-Vice President Election and The Legislative Election, for DPR members especially, are useful for strengthening and purifying the presidential system in Indonesia. This verdict also continuing the reformation of Indonesian Constitution as been one point of agreement when the start of that amendment. Kind of this paper is juridical-normative research which supporting by three approaching-methods, such as statute approach, conceptual approach, and historical approach. The result of this paper can explain that the simultaneous election of President-Vice President and DPR members can strengthening the presidential system. First, irrelevantly of presidential threshold when the elections has been held in just one day, therefore the parties as a member of electing contestation are urging to form the coalition far from the balloting. Finally, the formation of parties coalition is directing to the common platform from each others, not even being pragmatism cycle. Second, the chosen President can form his/her cabinet by itself, there are no huge intervention, especially from his/her party nor coalition. And the last, coattail effect, where the government have strong bargain-politics supporting in parliament (DPR), the ruling party indeed. Refering to the argumentations above, researcher has a few suggests, i.e.: (1) The executing of the concurrent election want some fixed preparation by the parties as a member of election contestation, e.g. named of the legislative nominate mechanism also for the name of President and Vice Precident; (2) That concentation (point 1) need to begin since the passage of the government of President Joko Widodo and Vice President Jusuf Kalla (2014-2019) by the political-discipline consistency of KIH nor KMP (status quo) as a precaution for 2019`s concurrent election; (3) That political manner (point 2) be expected to growth trust between the coalition party, KMP nor KIH, so they will grow An evaluation version of novaPDF was used to create this PDF file. Purchase a license to generate PDF files without this notice. xv as two solidity coaliton near the concurrent election. The result are simplification of parties as member of election and clarity of the position of parties, as a ruling party or as a opposition side; (4) Election acts codification including The Election Organizers Act, The Concurrent Election Act, and The Party Act as an urgent thing to commemorate the 2019 concurrent election; (5) An important thing which need to be formed is the provisions regarding restrictions on the nomination of President and Vice President by the party(s), when the presidential threshold mechanism has been deleted, so that nomination process still give the best figure to be elected, meritocrat hopefully.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FH/2015/294/ 051508950
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Kustati
Date Deposited: 31 Dec 2015 15:22
Last Modified: 31 Dec 2015 15:22
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/112326
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item