Syahayani, Zihan and Dhia Al Uyun,, S.H., M.H., and Dr. Muchammad Ali Syafaat,, S.H.,MH (2014) Pembaharuan Hukum Dalam Sistem Seleksi Dan Pengawasan Hakim Konstitusi. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan Pembaharuan Hukum dalam Sistem Seleksi dan Pengawasan Hakim Konstitusi Dalam Rangka Menjaga Independensi Kekuasaan Kehakiman. Pilihan tema tersebut dilatarbelakangi oleh peristiwa pada tahun 2013, tentang dugaan kasus suap penanganan Pemilukada Gunung Mas dan Lebak yang melibatkan Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar dengan beberapa tokoh politik. Berawal dari kasus tersebut Pemerintah menginisiasi lahirnya PERPPU No. 1 Tahun 2013 jo. UU No. 4 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Tujuan dari lahirnya PERPPU tersebut tercantum di dalam salah satu dasar menimbang Pemerintah di dalam PERPPU tersebut, yaitu untuk menyelamatkan demokrasi dan negara hukum Indonesia serta untuk mengembalikan kewibawaan dan kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang menjalankan fungsi menegakkan Undang-Undang Dasar. PERPPU tersebut diantaranya mengatur tentang, pertama, pembaharuan hukum sistem seleksi dengan penambahan syarat menjadi hakim konstitusi yaitu tidak menjadi anggota partai politik dalam 7 (tujuh) tahun dan dibentuknya Panel Ahli oleh KY. Kedua tentang pembaharuan hukum dalam sistem pengawasan dengan mengatur keterlibatan KY di dalam pembentukan MKHK sebagai pengawasan hakim konstitusi yang bersifat tetap. Namun pada 14 Februari 2014, PERPPU No.1 Tahun 2013 yang telah diundangkan menjadi UU No. 4 Tahun 2014 tersebut dinyatakan tidak mengikat secara hukum untuk seluruhnya melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1-2/ PUU-XII/2014. Berdasarkan hal tersebut di atas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah: (1) Apa pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1-2/ PUU-XII/ 2014 atas uji materi UU No. 4 Tahun 2014 tentang Penetapan PERPPU No. 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, dalam hal sistem seleksi dan pengawasan hakim konstitusi? (2) Bagaimana pembaharuan hukum dalam sistem seleksi dan pengawasan hakim konstitusi dalam rangka menjaga independensi kekuasaan kehakiman pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1-2/ PUU-XII/ 2014? Penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conseptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh oleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif analitis yaitu suatu metode analisis bahan hukum dengan cara menentukan isi atau makna aturan hukum dari konstitusi dan undang-undang di negara perbandingan, undangundang dasar, undang-undang, dan putusan mahkamah konstitusi di Indonesia yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi xiv obyek kajian. Selain itu teknik analisis bahan hukum yang penulis gunakan ialah metode analisis yang integratif dan secara konseptual cenderung diarahkan untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah, dan menganalisis bahan hukum untuk memahami makna, signifikansi, dan relevansinya. Dari hasil penelitian dengan metode di atas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan hukum yang ada bahwa pertimbangan hukum Mahkamah dalam Putusan MK No. 1-2/ PUU-XII/ 2014 berkaitan dengan sistem seleksi dan pengawasan diantaranya: (1) penambahan syarat “tidak menjadi anggota partai politik selama 7 (tujuh) tahun” lebih didasarkan pada stigmatisasi saja dan tidak memiliki landasan konstitusional sebagaimana Pasal 28 J ayat (2) UUD NRI 1945. Selain itu bertentangan dengan Pasal 24C ayat (3), Pasal 28, Pasal 28, Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945; (2) Keterlibatan KY baik dalam pembentukan Panel Ahli dalam sistem seleksi maupun MKHK dalam sistem pengawasan, bertentangan dengan Pasal 24B, dan telah diputus bahwa KY tidak berwenang atas hakim konstitusi melalui putusan sebelumnya yakni Putusan No. 005/ PUU-IV/ 2006. Pasca putusan tersebut maka sistem seleksi dan pengawasan hakim konstitusi kembali menggunakan sistem sebelumnya. Sistem seleksi hakim konstitusi ditentukan oleh MA, DPR, dan Presiden berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (3) UUD NRI 1945, dan Pasal 20 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahakamah Konstitusi. Sedangkan sistem pengawasan dilakukan oleh MKMK yang bersifat ad hoc, dan Dewan Etik yang bersifat tetap berdasarkan PMK No.2 Tahun 2014 tentang MKMK. Namun sistem seleksi dan pengawasan hakim konstitusi selama ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu sistem seleksi selama ini tidak terbuka, partisipatif, obyektif dan akuntabel, selain itu ketentuan syarat hakim konstitusi di dalam UU yang berlaku masih memiliki beberapa kelemahan. Kemudian sistem pengawasan hakim konstitusi memiliki kendala dengan sistem pengawasan preventif yang belum mapan, tidak ada pengawasan secara eksternal serta beberapa ketentuan di dalam PMK yang mengaturnya masih terdapat kelemahan. Sehingga menurut penulis perlu dilakukan pembaharuan hukum dalam sistem seleksi dan pengawasan hakim konstitusi untuk menyempurnakan dan memperbaiki sistem yang sudah ada. Pembaharuan ini ditujukan dalam rangka menjaga independensi kekuasaan kehakima. Harapan Penulis pemerintah dapat mendukung program pembaharuan hukum ini sebagai salah satu upaya untuk mengembalikan citra baik kekuasaan kehakiman dalam hal ini Mahkamah Konstitusi dihadapan publik. Lebih jauh hakim konstitusi akan terjaga dan terhindar dari judicial corruption. Dengan demikian penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian dan upaya menjunjung tinggi HAM oleh Mahkamah Konstitusi kedepan akan dapat terwujud dengan baik untuk selanjutnya ditujukan dalam rangka mencapai sebuah pemerintahan yang baik (good governance).
English Abstract
In this thesis, the author raised the issues of Legal Reform in the system of selection and supervision of Constitution Justice in order to safeguard the independence of the Judicial Power. The choice of this theme is effected by problems in 2013, about an alleged case of bribery 2005 in Gunung Mas and Lebak involving the Chief Justice of the Constitutional Court Akil Mochtar and some political figures. The case of the Government initiate inception PERPPU 2013 No. 1 Act No. 4 by 2014 about second amendment of Act No. 24 of 2003 on the Constitutional Court. Purpose from the inception of the PERPPU listed in one of the foundations of the Government in considering the PERPPU, which to save democracy and State of law of Indonesia as well as to restore public confidence and respect to the Constitutional Court as a State agency that runs the function of enforcing the Constitution. These PERPPU set about, first, renewal of the law system of selection with the addition of the terms to be judge of the Constitution that is not a member of a political party within 7 (seven) years and the establishment of a Panel Ahli by KY. Second, regarding the renewal of the law in the system of oversight by regulating the involvement of KY in the formation of MKHK as a constitutional judges fixed. But on February 14, 2014, PERPPU No.1 by 2013 has been enacted into law No. 4 of that 2014 was not legally binding for the Constitutional Courts verdict entirely no.1-2/PUU-XII/2014. Based on the above, this paper raises issues of formulation: (1) what are the legal consideration the ruling of the Constitutional Court No. 1-2/PUU-XII/2014 of test material Act No. 4 by 2014 about PERPPU Assignment No. 1 2013 about second amendment of Act No. 24 of 2003 on the Constitutional Court, into law, in which case the system selection and supervision of judges of the Constitution? (2) How the renewal of the law in the system of selection and supervision of Constitution justice in order to safeguard the independence of the judicial powers post Verdict of the Constitutional Court No. 1-2/PUU-XII/2014? This paper uses the methods of juridical normative approach to statutory method (statute approach), conseptual approach, and comparative approach. The legal material of primary, secondary, and tertiary obtained by the author will be analyzed using descriptive analysis analytical technique is a method of analysis of material law with how to determine the content or the meaning of the rule of law of the Constitution and the legislation in a country comparison, Constitution, law, and the ruling of the Constitutional Court in Indonesia made reference in resolving legal issues that become the objects of study. In addition to legal materials analysis techniques that writers use is an integrative analysis method and conceptually tend to be directed to find, identify, process, and analyze legal material to understand the meaning, significance, and its relevance. The results of research methods, author answers to existing legal issues that the Courts legal reasoning in the decision of the Constitutional Court No. 1-2/PUUXII/ 2014 with regard to selection and oversight system include: (1) the addition of condition "is not a member of a political party for 7 (seven) years" based more on stigmatization and has no constitutional basis as Article 28 a subsection (2) UUD 1945, NRI. Additionally contrary to Article 24C, paragraph (3) of article 28, xvi article 28D, article 28, paragraph (1) and paragraph (3), the team of the Article paragraph (3) UUD 1945, NRI; (2) Involvement in the formation of both the Panel of KY experts in selection and MKHK system in the surveillance system, contrary to Article 24B aircraft have been terminated, and that KY is not authorized on behalf of the judges of the Constitution through a verdict of the previously Ruling No. 005/PUU-IV/2006. After the decision, then the system selection and supervision of the constitutional judges again using the previous system. The selection system of judges is determined by the Constitution, MA, House of representatives, and the President based on the provisions of article 24C, paragraph (3) UUD 1945, NRI and article 20 paragraph (1) of ACT No. 24 of 2003 about Mahakamah Constitution. While the surveillance system performed by the ad hoc nature of MKMK, and Board of ethics which is fixed based on the PMK No. 2 by 2014 about MKMK. However the system of selection and supervision of judges the Constitution as long as it has a few drawbacks, namely the selection system as long as it doesnt open, participatory, objective and accountable, in addition to the provisions of the constitutional justice in terms of the Act in effect still has some weaknesse. And then Judge Constitution surveillance system has constraints with preventive surveillance system that has not been established, there is no oversight of the externally as well as some provisions in the PMK that set them up there were still shortcomings. So according to the author to do the renewal of the law in the system of selection and supervision of Constitution justice to fine-tune and improve the existing system. This innovation is intended in order to maintain the independence of the judicial power. Government should be able to support this law reform program as one of the efforts to restore the good image of the powers of the judiciary in this case the Constitutional Court to the public. Further constitutional judges will awake and avoid judicial corruption. Thus law enforcement is fair for all parties without exception and efforts to uphold Human Rights by the Constitutional Court in the future will be able to materialize with both for next addressed in order to achieve a good governance (good governance).
| Item Type: | Thesis (Sarjana) |
|---|---|
| Identification Number: | SKR/FH/2014/214/051405433 |
| Subjects: | 300 Social sciences > 340 Law |
| Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
| Depositing User: | Endang Susworini |
| Date Deposited: | 15 Sep 2014 10:53 |
| Last Modified: | 21 Apr 2022 07:10 |
| URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/111841 |
Preview |
Text
BAB_1-BAB_5.pdf Download (2MB) | Preview |
Preview |
Text
COVER_DAN_BAGIAN_AWAL.pdf Download (1MB) | Preview |
Actions (login required)
 |
View Item |