Asas Kemerdekaan Dan Kemandirian Hakim Dalam Putusan Kdrt Untuk Mewujudkan Keadilan, Kepastian Hukum, Dan Kemanfaatan

Rochim, Risky Dian Novita Rahayu and Ismail Navianto,, SH,. MH. and Lucky Endrawati,, SH,. MH. (2012) Asas Kemerdekaan Dan Kemandirian Hakim Dalam Putusan Kdrt Untuk Mewujudkan Keadilan, Kepastian Hukum, Dan Kemanfaatan. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Konsep mengenai kemerdekaan dan kemandirian Hakim secara tegas disebutkan dalam Pancasila, sebagaimana yang terkandung di kelima sila-sila yang melingkupinya. Pembukaan ( Preambule ) UUD RI 1945 juga menegaskan adanya asas kemerdekaan dan kemandirian, dimana hal ini berkaitan (sebagai konsekuensi yuridis) dengan pernyataan bahwa negara Indonesia sebagai negara hukum, dimana segala tindakan setiap warga negaranya dan aparatur pemerintahannya harus berdasarkan hukum, sebagaimana dinyatakan dengan tegas dalam penjelasan UUD RI 1945. Sebagai negara hukum, Indonesia harus membuktikan dirinya telah menerapkan secara nyata dari prinsip-prinsip negara hukum, yaitu sebagai berikut kepastian hukum atau legalitas dalam arti dalam segala bentuknya, menjamin/melindungi hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan, dan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan atau kekuatan apapun juga. Perwujudan preambule tersebut kemudian dijabarkan di bagian Batang Tubuh UUD RI 1945 (hasil amandemen ke-4) Pasal 24 ayat (1) dalam Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Tindakan hakim secara yuridis dalam proses membuat dan menghasilkan putusan melalui lembaga peradilan berlandaskan pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dimana Pasal 182 ayat (3) menyebutkan Hakim mengadakan suatu musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan. Pasal 182 ayat (4) KUHAP menyebutkan bahwa musyawarah tersebut harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang. Kemudian Pasal 197 ayat (1) huruf e KUHAP menyebutkan, bahwa tuntutan pidana, sebagaiman terdapat dalam surat tuntutan. Selanjutnya dalam Pasal 191 ayat (1) menyebutkan "Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa di putus bebas". Di dalam KUHAP tidak terdapat satu pasal pun yang secara tegas mengatur atau menyatakan bahwa surat dakwaan berfungsi sebagai "dasar" (landasan) pemeriksaan dalam sidang pengadilan. Akan tetapi dari Pasal 182 ayat (3) dan (4) tersebut secara tersirat (implisit) dapat diketahui bahwa musyawarah majelis Hakim untuk mengambil atau menentukan putusan yang akan dijatuhkan terhadap terdakwa harus didasarkan pada Surat Dakwaan. Secara hierarki berdasarkan pengaturan perundang-undangan terkait dengan asas kemerdekaan dan kemandirian Hakim telah diatur dengan tegas dan jelas, serta tidak ada keraguan di dalamnya terkait dengan sinkronisasi maupun harmonisasi diantara aturan-aturannya, sehingga dalam penjabaran asas tersebut dalam setiap putusan pengadilan, khususnya tentang perkara KDRT harus juga dapat memenuhi dan menyeimbangkan dengan tujuan hukum yakni keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FH/2012/2/051200287
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 09 Apr 2012 08:59
Last Modified: 08 Apr 2022 02:15
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/111305
[thumbnail of 051200287.pdf]
Preview
Text
051200287.pdf

Download (3MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item