Nurmawati, Pradina Yeyen (2011) Fungsi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama Pascaputusan Mahmakah Konstitusi Nomor 115/Puu-Vii/2009 Terhadap Pasal 120 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Kete. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya subjek hukum yang terpenting dalam hubungan industrial, yaitu pekerja/buruh dan pengusaha. Secara sosiologis, kedudukan pekerja/buruh dalam banyak hal lebih lemah dan kalah dibandingkan dengan kaum pengusaha. Untuk mengantisipasi posisi pekerja/buruh yang demikian itu dikeluarkanlah sejumlah peraturan yang berpihak pada mereka, antara lain Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Undang-undang memberikan kewenangan pada pekerja/buruh untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh yang salah satu fungsinya sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama. Pasal 120 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur siapa pihak yang duduk dalam pembuatan perjanjian tersebut. Pasal ini telah melewati uji materi dari Mahkamah Konstitusi sehingga ketentuannya menjadi para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing anggota serikat pekerja/serikat buruh. Ketentuan proporsional inilah yang perlu dikaji lebih lanjut. Permasalahan dalam skripsi ini adalah untuk menganalisa akibat hukum dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 115/PUU-VII/2009 terhadap fungsi serikat pekerja/serikat buruh dalam pembuatan perjanjian kerja bersama. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban bahwa akibat hukum yang timbul pertama, terbukanya pintu bagi serikat pekerja/serikat buruh yang memiliki jumlah anggota kurang dari 50% dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan untuk menjadi pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama. Kedua, tidak dapat diberlakukan Pasal 130 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi ini. Berkaitan dengan bagaimana fungsi serikat pekerja/serikat buruh setelah putusan Mahkamah Konstitusi, maka ini berbicara mengenai makna proporsional. Persoalan proporsional terjawab dari adanya pembatasan 10% penafsiran Mahkamah Konstitusi. Setelah melewati pembatasan 10% ini, persoalan berapa jumlah masing-masing tim perunding dapat ditentukan melalui bilangan pembagi. Terhadap akibat hukum tersebut, maka lembaga legislatif perlu segera melakukan legislative review atas putusan yang telah dibuat Mahkamah Konstitusi tersebut.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | SKR/FH/2011/324/051105332 |
Subjects: | 300 Social sciences > 340 Law |
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | Endang Susworini |
Date Deposited: | 30 Mar 2012 11:10 |
Last Modified: | 30 Mar 2022 03:53 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/111087 |
Preview |
Text
1_COVER.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
2_KELENGKAPAN_DEPAN.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
4_SURAT_PERNYATAAN_SKRIPSI_ASLI.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
BAB_I.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
BAB_II.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
BAB_IV.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
BAB_V.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
DAFTAR_PUSTAKA.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
BAB_III.pdf Download (1MB) | Preview |
Actions (login required)
![]() |
View Item |